Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Gelora, PKS dan Fahri Hamzah...

Kompas.com - 12/11/2019, 13:48 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyebutkan bahwa pembentukan organisasi masyarakat (ormas) Garbi, lalu berubah menjadi Partai Gelora, bermula dari akumulasi pikiran yang berkembang.

Menurut dia, akumulasi pikiran tersebut terjadi antara dirinya dan rekan-rekannya yang lain.

"Tetapi, kemudian kami memerlukan satu perumusan yang spesifik tentang partai politik, karena itulah kami membuat riset dan mengembangkan narasi yang lebih kuat, lebih operasional, dan lebih solid, lalu ketemulah nama Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia," ujar Fahri seperti dikutip dari tayangan Kompas TV, Selasa (12/11/2019).

Menurut dia, Partai Gelora memiliki keyakinan bahwa bangsa Indonesia selalu ingin menemukan jawaban atas kegelisahan masifnya.

"Dan hal itu lahir bersama gelombang-gelombang sejarah, gelombang formasi kebangsaan, serta gelombang membentuk negara modern," kata Fahri.

Dirinya berharap keberadaan Gelora dapat memberikan jawaban atas kegelisahan baru setelah 20 tahun reformasi dan mengatasi persoalan bangsa. 

Baca juga: Ormas Garbi, Fahri Hamzah dan Perjalanan Partai Gelora...

Beda dari PKS

Pendiri Partai Gelora, Fahri Hamzah (kiri), dan Anis Matta (kanan).Instagram/@fahrihamzah Pendiri Partai Gelora, Fahri Hamzah (kiri), dan Anis Matta (kanan).

Fahri mengatakan, Partai Gelora ini berbeda dari mantan partainya terdahulu, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

"Kalau kita menyebut PKS itu ada satu kata kunci, memang yang mungkin publik perlu tahu dari waktu ke waktu bahwa memang kami di PKS itu susah untuk membangun dialog," katanya.

Perbedaan lainnya, menurut dia, yakni banyak hal yang dilakukan pimpinan PKS yang tidak boleh untuk ditanyakan.

Misalnya saja, dalam kasus rekayasa pemecatan yang ia alami dan hal itu menurut dia tidak berdasar.

"Tapi begitulah, partai seperti mesin, tidak ada dialog dan sebenarnya yang mengalami seperti itu di PKS itu banyak sekali, termasuk penyingkiran Anis Matta dan masih banyak lagi kawan-kawan yang lain," lanjutnya.

"Jadi kalau sudah terdorong mengajak dialog selalu ada perasaan bahwa partai itu superior, kader itu tidak ada apa-apanya, kader harus ikut. Nah, kayak gitu-gitu itu. Jadi keluar dari tradisi bernegara dan tradisi berdemokrasi," imbuh dia.

Namun, ia menganggap hal itu bagian dari masa lalu.

Fahri menilai kelahiran Partai Gelora merupakan satu tahapan di dalam cara berpikir dan dalam cara memandang persoalan, baik partai maupun juga bangsa dan juga diri sendiri.

"Jadi biarkanlah ide berkembang dan tumbuh. Biarkanlah ada kelahiran, sebagaimana dalam hidup itu ada yang hidup dan ada yang mati. Itu biasa saja," kata dia.

Lebih lanjut, menurut Fahri, partai politik merupakan cermin dari negara modern. Karena itu, negara modern tidak bisa dibangun dengan tradisi feodal di dalam partai politik. 

"Harus mentradisikan dialektika yang luas," kata Fahri.

Baca juga: Fakta Partai Gelora, dari Transformasi Garbi hingga Targetkan Pilkada 2020

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Tren
Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Tren
Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Tren
Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Badai Matahari Mei 2024 Jadi yang Terkuat dalam 20 Tahun Terakhir, Apa Saja Dampaknya?

Tren
5 Temuan Polisi soal Kondisi Bus yang Kecelakaan di Subang, Bekas AKDP hingga Rangka Berubah

5 Temuan Polisi soal Kondisi Bus yang Kecelakaan di Subang, Bekas AKDP hingga Rangka Berubah

Tren
Nilai Tes Online Rekrutmen BUMN Tiba-tiba Turun di Bawah Standar, Ini Kronologinya

Nilai Tes Online Rekrutmen BUMN Tiba-tiba Turun di Bawah Standar, Ini Kronologinya

Tren
Pakai Cobek dan Ulekan Batu Disebut Picu Batu Ginjal, Ini Faktanya

Pakai Cobek dan Ulekan Batu Disebut Picu Batu Ginjal, Ini Faktanya

Tren
7 Pilihan Ikan Tinggi Zat Besi, Hindari Kurang Darah pada Remaja Putri

7 Pilihan Ikan Tinggi Zat Besi, Hindari Kurang Darah pada Remaja Putri

Tren
Pendaftaran CPNS 2024: Link SSCASN, Jadwal, dan Formasinya

Pendaftaran CPNS 2024: Link SSCASN, Jadwal, dan Formasinya

Tren
6 Tanda Tubuh Terlalu Banyak Konsumsi Garam

6 Tanda Tubuh Terlalu Banyak Konsumsi Garam

Tren
BMKG Sebut Badai Matahari Ganggu Jaringan Starlink Milik Elon Musk

BMKG Sebut Badai Matahari Ganggu Jaringan Starlink Milik Elon Musk

Tren
Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Suhu di Semarang Disebut Lebih Panas dari Biasanya, Ini Penyebabnya Menurut BMKG

Tren
Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Selalu Merasa Lapar Sepanjang Hari? Ketahui 12 Penyebabnya

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 13-14 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

[POPULER TREN] UKT dan Uang Pangkal yang Semakin Beratkan Mahasiswa | Kronologi Kecelakaan Bus Subang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com