Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akankah TV Bernasib Sama dengan Koran dan Majalah?

Kompas.com - 24/08/2019, 07:13 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi

"Kue iklan yang dilaporkan AC Nielsen itu kira-kira yang bisa mengerat uang cuma 18 sampai 19 persen," ujar Hardijanto.

Perusahaan pun tak segan-segan mengalihkan budget iklannya ke digital.

"Mereka survei berapa banyak konsumennya yang nonton TV, ternyata enggak ada, akhirnya mereka cari pola iklan baru," kata Hardijanto.

Baca juga: Sudah Siapkah Televisi Indonesia Hadapi Disrupsi Digital?

Masa depan televisi

Dengan begitu menariknya tayangan digital, berapa lama industri televisi konvensional bisa bertahan?

Di Indonesia, NET TV mungkin televisi pertama yang terpukul imbas persaingan digital. Target penonton NET TV diyakini tak lagi menonton televisi.

NET terpaksa menutup sejumlah bironya, mengurangi karyawan, dan menghentikan program andalannya.

"Kita kan di era sekarang dengan kompetisi yang berat, tiba-tiba mengadakan restrategi terhadap perusahaan. Jadi kita membuat strategi baru," Chief Operating Officer PT NET Mediatama Indonesia Azuan Syahril kepada Kompas.com, Jumat (9/8/2019).

Hardijanto memperkirakan nantinya hanya lima hingga enam televisi yang bisa bersaing memperebutkan kue iklan yang semakin kecil. Mereka yang tak cukup kreatif menggaet penonton, bakal tutup dengan sendirinya.

"Akan terjadi seleksi alam. Orang yang tidak kreatif, tidak punya dana cukup, tidak punya teknologi, strategi marketing, pasti akan tersingkir," kata Hardijanto.

Televisi yang bertahan, harus beradaptasi dengan permintaan pasar atau industri televisi bakal benar-benar tumbang. Salah satu adaptasi yang dimaksud, menayangkan konten yang mampu meraup penonton masif.

"Misalnya dulu kita enggak tahu film Turki meledak. Mungkin program yang lucu-lucu, menarik. Kuncinya mencari ceruk yang tajam seiring jumlah pemain berkurang," ujar Hardijanto.

Stasiun televisi harus ikut bermain di dunia digital. Mereka bisa menayangkan produk yang spesifik memenuhi selera kelompok tertentu, sembari menayangkan program yang mampu menembus selera masyarakat secara masif. Tentunya, dengan biaya produksi seminim mungkin.

"Di Eropa budget udah dipotong separuh," kata Hardijanto.

Selain itu, perlu ada lembaga pengukur baru selain Nielsen dengan rating dan share-nya.

"Kalau itu semua ada mungkin ada kans televisi bisa tetap eksis dan co-exist dengan digital domain," kata Hardijanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Penelitian Ungkap Lari Bisa Menyembuhkan Patah Hati, Berapa Durasinya?

Tren
Nuklir Bisa untuk Obati Kanker Tiroid, Apa Itu, Bagaimana Prosesnya?

Nuklir Bisa untuk Obati Kanker Tiroid, Apa Itu, Bagaimana Prosesnya?

Tren
Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com