Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penyebab dan Gejala Papiledema, Penyakit Mata yang Diderita Kurnia Meiga

KOMPAS.com - Mantan kiper tim nasional sepak bola (timnas) Indonesia, Kurnia Meiga, mendapat sorotan usai berjualan emping di TikTok.

Unggahan videonya dalam akun @kurniameiga_1 menuai perhatian warganet lantaran Meiga masih terlihat sakit.

Pada pertengahan 2023 lalu, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) melalui Yayasan Bakti Sepak Bola Indonesia mengulurkan bantuan untuk pengobatan penyakit Meiga yang disebut papiledema.

Penyakit mata papiledema diidap Meiga sejak 2017, yang membuat penglihatannya hanya berfungsi lima persen.

Lantas, apa penyebab dan gejala papiledema?

Penyebab papiledema

Papilledema atau papiledema adalah suatu kondisi medis serius ketika saraf optik di bagian belakang mata membengkak.

Dilansir dari Medical News Today, papiledema mengacu pada pembengkakan saraf optik karena peningkatan tekanan di dalam tengkorak.

Di dalam tengkorak manusia terdapat cairan serebrospinal atau cerebrospinal fluid (CSF) yang mengelilingi otak.

Cairan bening ini membantu menjaga organ otak tetap stabil dan melindunginya dari kerusakan akibat gerakan tiba-tiba dan trauma.

Sementara pada bagian belakang mata, terdapat cakram optik (optic disc) yang menjadi "kepala" saraf optik. Saraf optik merupakan jalur yang menghubungkan mata ke otak.

Papiledema sendiri terjadi saat ada peningkatan tekanan di sekitar otak akibat penumpukan CSF.

Ketika tekanan otak meningkat, saraf optik akan membengkak saat memasuki bola mata pada area cakram optik.

Terdapat berbagai kemungkinan penyebab papiledema yang dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang jenis kelamin, usia, maupun etnis.

Beberapa kondisi medis serius yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan di sekitar otak dan memicu papiledema, termasuk:

  • Trauma kepala
  • Radang otak atau jaringan di sekitarnya
  • Tekanan darah sangat tinggi, yang oleh dokter disebut sebagai krisis hipertensi
  • Infeksi di otak
  • Tumor otak
  • Pendarahan di otak
  • Penyumbatan darah di otak
  • Kelainan pada tengkorak
  • Hidrosefalus atau penumpukan cairan di dalam rongga jauh di dalam otak
  • Hipertensi intrakranial idiopatik (IIH) atau peningkatan tekanan di dalam tengkorak tanpa alasan yang jelas
  • Lesi sumsum tulang belakang.

Dikutip dari laman Cleveland Clinic, meski dapat menyerang siapa saja, papiledema lebih sering terjadi pada wanita.

Penderita biasanya berusia 20 hingga 44 tahun dan cenderung mengalami kelebihan berat badan (indeks massa tubuh/BMI lebih besar dari 25) atau obesitas (BMI lebih besar dari 30).

Insiden gangguan penglihatan papiledema pada kelompok tersebut tercatat sekitar 13 per 100.000 kasus.

Papiledema dapat dianggap sebagai keadaan darurat medis. Terlebih, salah satu penyebabnya yakni hipertensi intrakranial dapat berakibat serius, bahkan berpotensi mengancam nyawa.

Penderita papiledema mungkin tidak mengalami gejala atau asimptomatik. Kendati demikian, beberapa gejala papiledema dapat dirasakan, antara lain:

1. Sakit kepala

Sakit kepala yang berhubungan dengan papiledema mungkin akan terasa lebih buruk di pagi hari dan saat berbaring.

2. Pengaburan visual sementara

Penderita papiledema kemungkinan akan mengalami pengaburan visual sementara, sekitar 5 hingga 15 detik.

Saat penglihatan kabur, penderita hanya melihat bayangan abu-abu atau pemandangan yang menggelap, mirip gerhana total saat Bulan menghalangi Matahari dari pandangan manusia.

Dapat dirasakan pada kedua mata (bilateral) atau hanya satu mata (unilateral), gejala ini biasanya terjadi ketika penderita mengubah postur tubuh.

3. Penglihatan ganda (diplopia)

Diplopia dapat terjadi jika hipertensi intrakranial menyebabkan kelumpuhan saraf kranial yang mengganggu otot mata.

4. Mual dan muntah

Gejala papiledema yang mungkin dialami penderita lainnya adalah perasaan mual dan keinginan untuk muntah.

5. Gejala neurologis

Gejala neurologis kemungkinan termasuk masalah gerakan atau pemikiran.

Lambat laun, penderita akan merasakan gejala berupa penglihatan yang semakin memburuk seiring dengan perkembangan kondisi.

Diagnosis papiledema

Dokter yang mencurigai seseorang menderita papiledema akan melakukan pemeriksaan fisik lengkap pada mata dan sistem saraf.

Dokter biasanya menggunakan oftalmoskop, sebuah alat berbentuk pena dengan roda menyala di ujungnya.

Dengan oftalmoskop, dokter akan memeriksa bagian belakang mata melalui pupil. Dokter juga mungkin menggunakan obat tetes untuk melebarkan pupil dan membuatnya lebih mudah untuk diperiksa.

Penampilan mata pasien akan sangat memainkan peranan penting dalam diagnosis papiledema.

Selanjutnya, dokter akan menilai apakah ada kelainan pada cakram optik, seperti tidak pada posisinya atau tampak lebih kabur dari biasanya.

Perubahan tersebut dapat mengindikasikan bahwa saraf optik mengalami pembengkakan.

Dokter juga akan melakukan tes, termasuk penilaian akurasi visual untuk mengungkapkan perubahan penglihatan warna, kehilangan penglihatan, atau penglihatan ganda.

Jika terdeteksi tanda-tanda papiledema, dokter akan melakukan pemindaian pencitraan otak, seperti MRI atau CT scan.

Tes darah dan analisis CSF dari kanal tulang belakang mungkin juga diperlukan untuk mengetahui penyebab dan gejala papiledema lebih lanjut.

https://www.kompas.com/tren/read/2024/03/04/073000465/penyebab-dan-gejala-papiledema-penyakit-mata-yang-diderita-kurnia-meiga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke