Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menakar Peluang Terwujudnya Hak Angket yang Diwacanakan terkait Dugaan Kecurangan Pemilu 2024...

Wacana tersebut awalnya disuarakan oleh calon presiden (capres) nomor urut 03, Ganjar Pranowo yang meminta partai pengusungnya, PDI-P dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk mengajukan hak angket.

"DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar, Senin (19/2/2024).

Calon presiden (capres) nomor urut 01, Anies Baswedan pun menyambut ajakan pengajuan hak angket DPR dengan baik. Dia juga yakin partai pengusungnya akan terlibat.

"Kami yakin bahwa Koalisi Perubahan, Partai Nasdem, partai PKB, partai PKS akan siap untuk bersama-sama," ujarnya, Selasa (20/2/2024).

Lantas, bagaimana potensi hak angket DPR ini bisa diajukan?

Bisa berujung pada pemberhentian presiden

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari mengatakan, hak angket perlu diusulkan partai dalam fraksi DPR terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024.

"Hak angket sebagai mekanisme yang sah diatur dalam undang-undang, tentu diperkenankan saja (diusulkan DPR)," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (20/2/2024).

Feri menyebutkan, pengajuan hak angket DPR dapat mengubah banyak hal, terutama berkaitan dengan kinerja pemerintah dan hasil Pemilu 2024.

Jika usulan hak angket DPR diterima, lanjut dia, hal tersebut dapat membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) diberhentikan apabila terbukti terlibat.

Namun, Feri menilai bahwa pengajuan hak angket ini penting untuk memberikan pandangan  lebih jernih kepada masyarakat tentang kebenaran di balik pelaksanaan Pemilu 2024.

"Tergantung PDI-P dan PPP (apakah) akan membiarkan produksi kekacauan negara ini terus terjadi dan membenarkan hal yang tidak sesuai pagar konstitusi," serunya.

Feri menuturkan, partai politik yang menempati kursi di parlemen juga perlu mengajukan hak angket sebagai bentuk pengabdian dalam melindungi konstitusi dan menjalankan fungsinya.

Menurutnya, pengambilan hak angket juga tidak akan merugikan partai secara politik, karena diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Menurutnya, hak angket digunakan untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah jika diduga bertentangan dengan peraturan yang ada.

"Jika dugaan kecurangan Pemilu 2024 digolongkan oleh para pengusul memenuhi unsur tersebut, maka bisa dijadikan alasan untuk mengajukan hak angket," terangnya, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/2/2024).

Novrizal menjelaskan, hak angket hanya bisa diusulkan jika fraksi PDI-P dan PPP bekerja sama dengan Nasdem, PKB, dan PKS. Sebab, jumlah anggota kelima fraksi tersebut memenuhi batas minimal setengah anggota DPR yang bisa mengajukan hak angket.

Sebagai informasi, anggota DPR kini berjumlah 575 orang. Ini berarti minimal 288 orang harus mau mengajukan haknya. Jika kelima fraksi setuju, maka total ada 314 suara, sehingga hak angket bisa diajukan.

Berikut perhitungan jumlah anggota DPR dari kelima fraksi tersebut.

  • Fraksi PDI-P: 128 anggota
  • Fraksi Nasdem: 59 anggota
  • Fraksi PKB: 58 anggota
  • Fraksi PKS: 50 anggota
  • Fraksi PPP: 19 anggota

Noviral menjelaskan, hak angket yang kemudian diterima anggota DPR dapat kemudian berdampak pada presiden.

"Sangat mungkin keputusan akhirnya berujung pada DPR menggunakan hak menyatakan pendapat untuk dibawa ke Mahkamah Konstitusi dengan tujuan akhir memakzulkan presiden," ungkap Novrizal.

Meski demikian, keputusan ini baru bisa terjadi jika hak menyatakan pendapat itu bisa dibuktikan di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk selanjutnya dibawa ke MPR.

"Secara keseluruhan akan lama sekali prosesnya dan kemungkinan besar presiden sudah berganti," lanjut dia.

Sulitnya pengajuan hak angket DPR

Sementara itu, ahli hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Isharyanto membenarkan, kecurangan Pemilu 2024 bisa membuat DPR mengusulkan hak angket.

"Tidak ada identifikasi apa saja yang bisa menjadi objek hak angket, kecuali norma tersebut. Jika Pemilu dipahami (sebagai) pelaksanaan UU yang berdampak luas, bisa saja menjadi objek hak angket," jelasnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa.

Meski begitu, Isharyanto menilai proses penggunaan hak angket terhadap Pemilu merupakan hal yang sulit dan rumit.

Pasalnya, pengajuan hak angket cukup kompleks untuk melihat kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang dilanggar, serta alasan penyelidikan yang perlu dilakukan.

"Ini kemudian bertemu dengan persyaratan persetujuan yang berat," tambahnya.

Menurutnya, hak angket baru bisa disetujui dalam rapat paripurna yang dihadiri setengah anggota DPR atau lebih dari 300 orang, serta disetujui lebih dari setengah orang yang menghadiri rapat tersebut.

"Jadi bukan hanya melibatkan dua partai saja, tetapi paripurna DPR secara kelembagaan," imbuh Isharyanto.

https://www.kompas.com/tren/read/2024/02/21/141500665/menakar-peluang-terwujudnya-hak-angket-yang-diwacanakan-terkait-dugaan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke