Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kasus Siswi SD di Gresik Buta Dicolok Tusuk Bakso, Ini Kata Psikolog

KOMPAS.com - Seorang murid sekolah dasar di Gresik, Jawa Timur mengalami buta permanen di salah satu matanya setelah dicolok tusuk bakso oleh kakak kelasnya. 

Peristiwa itu terjadi karena korban menolak memberikan uang saat dipalak kakak kelasnya tersebut. 

Kejadian bermula saat korban sedang bermain di halaman sekolah, tiba-tiba saja dirinya ditarik oleh seorang siswa yang diduga kakak kelas ke salah satu lorong di sekolah. 

Kakak kelas korban meminta uang secara paksa, namun tidak dituruti oleh korban. Pelaku yang menjadi kesal, kemudian mencolok mata kanan korban menggunakan tusuk bakso. 

Perbuatan tersebut menyebabkan mata korban mengalami buta permanen dan menyebabkan korban trauma untuk kembali bersekolah. 

Lalu, kenapa siswa SD bisa menjadi pelaku perundungan atau bullying di sekolah? 

Penjelasan psikolog

Psikolog klinis dan dosen Fakultas Psikologi Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengatakan, tindakan perundungan atau bullying yang dilakukan anak-anak seringkali tidak disadari oleh pelakunya.

Hal itu terjadi karena anak-anak usia SD mereka belum mengerti betul mengenai norma-norma.

"Mereka melakukan bullying karena mereka ingin mempertahankan dirinya sendiri agar tidak terlihat lemah di hadapan orang lain," kata Ratna saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/9/2023). 

Ratna jufa menyampaikan, anak-anak yang melakukan tindakan bullying biasanya terjadi karena merasa memiliki kuasa daripada yang lain. Hal ini tentu saja menjadi pengaruh psikologi dari anak-anak. 

Selain itu, anak-anak melakukan tindak bullying tidak hanya mendapat pengaruh dari lingkungan sekolah, keluarga, ataupun orangtua, tetapi bisa juga melalui dunia maya yang mereka lihat.

Hal ini karena mengakses informasi via online bisa mudah diakses oleh siapapun termasuk anak-anak. 

Ratna mejelaskan, karakter anak pertama kali akan dibentuk oleh keluarga dan orangtua di dalamnya.

Sementara sekolah hanya menjadi pendidikan formal bagi anak-anak. Sedangkan pendidikan informal akan lebih banyak didapatkan dari rumah.

"Pendidikan di lingkungan keluarga merupakan cikal bakal karakter seorang anak," kata Ratna. 

Pihaknya menjelaskan, lima tahun pertama adalah dasar pendidikan karakter anak dibentuk di keluarga.  Sedangkan pendidikan karakter anak di sekolah, kurang dari 24 jam.

Menurut Ratna, pada fase tersebut, anak akan lebih banyak mencontoh perilaku serta apa yang dilakukan orangtuanya ketika berada di rumah. 

"Orangtua yang belum selesai dengan perkembangan dirinya sendiri sehingga memunculkan mereka egosentrisme. Bukannya bisa mendidik anak, namun justru merusak anak," tuturnya.

Oleh karena itu, cara orangtua menyelesaikan konflik di rumah akan menjadi hal yang ditiru oleh anak.

Cara menghentikan bullying

Selanjutnya, untuk menghentikkan tindakan bullying menurutnya perlu usaha bersama. Lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah ikut berperan aktif dalam penghentian perilaku kekerasan dan perundungan. 

"Peran orangtua dalam keluarga sangat penting. Karena anak akan meniru perilaku orangtuanya, bagaimana tindakannya dan sebagai orangtua tidak boleh saling lempar tanggung jawab karena anak akan meniru hal tersebut," ungkapnya. 

Kemudian, cara mengatasi pelaku tindak perundungan bisa dengan diberikan terapi perilaku ketika dia sudah bisa menerima.

Jika pelakunya sudah dewasa dan bisa semakin menerima, maka bisa dilakukan kognitif terapi. sedangkan untuk masa anak-anak, bisa dilakukan dengan terapi kebiasaan. 

 

https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/19/210000665/kasus-siswi-sd-di-gresik-buta-dicolok-tusuk-bakso-ini-kata-psikolog

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke