Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pertamina Akan Hapus Pertalite Diganti Pertamax Green 92, Pengamat Sebut Tidak Tepat

KOMPAS.com - Pertamina berencana menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan akan diganti Pertamax Green 92 mulai tahun 2024.

Rencana ini disampaikan oleh Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Nicke Widyawati saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada Rabu (30/8/2023).

Penghapusan Pertalite ini merupakan bagian dari rencana Program Langi Biru tahap dua yang menaikkan BBM subsidi dari RON 90 ke RON 92.

Nilai oktan atau Research Octane Number (RON) adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan.

Nama oktan berasal dari oktana (C80) yakni seluruh molekul penyusun bensin. Nilai oktan dapat menjadi patokan kualitas dari BBM. Semakin tinggi nilai oktan, maka semakin baik pula kualitas BBM-nya.

Selain itu, rencana penghapusan ini juga sejalan dengan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang hanya mengizinkan peredaran BBM minimal RON 91.

"Jadi tahun depan hanya akan ada tiga produk, di mana ada dua green gasoline yang akan menjadi produk dari Pertamina," kata Nicke.

Tiga produk yang dimaksud adalah Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo.

Memerlukan proses panjang

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Rodhi mengatakan, migrasi dari Pertalite ke Pertamax Green 92 menurutnya tidak tepat. 

Pihaknya menyebutkan, penghapusan Pertalite ke Pertamax Green 92 menurutnya memerlukan proses panjang dan tidak bisa dilakukan dalam hitungan bulan.

Hal ini berdasarkan pengalaman dari migrasi Premium ke Pertalite yang saat itu membutuhkan waktu setidaknya dua tahun.

"Saya kira hal yang sama mestinya terjadi pada Pertalite. Kalau tahun depan dihapus, saya khawatir ada resisten dari konsumen yang barangkali masih banyak yang menggunakan Pertalite," kata Fahmi kepada Kompas.com, Kamis (31/8/2023).

Ia juga menyebutkan, harga Pertamax Green 92 yang akan menggantikan Pertalite kemungkinan akan lebih mahal, meskipun sudah diberi subsidi.

Oleh karena itu, penghapusan Pertalite dalam waktu kurang dari setahun ini menurutnya seakan memaksa konsumen berpindah ke jenis Pertamax.


Pertamax Green 92 disebut masih di bawah standar Euro 4

Fahmy menduga, kebijakan pergantian Pertalite ke Pertamax Green 92 dipicu oleh persoalan polusi udara yang ada di Jakarta dalam beberapa waktu terakhir.

Menurutnya, Pertamina dianggap salah satu tertuduh yang memberikan kontribusi terhadap udara buruk Jakarta. 

"Kontributor utama itu kan asap kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil," ujarnya.

Jika memang penghapusan Pertalite ini ditujukan untuk mengurangi polusi dan lebih ramah lingkungan, maka semestinya pemerintah tidak menggunakan Pertamax Green 92.

Sebab Pertamax Green 92 juga masih di bawah standar Euro 4, sehingga masih termasuk BBM penyumbang polusi.

"Meskipun dicampur dengan etanol, kan tetap belum standar Euro 4. Kalau standar Euro 4 minimal RON 95, itu Pertamax Dex atau Turbo," jelas dia.

Oleh karena itu menurut Fahmi pengalihan Pertalite ke Pertamax Green 92 tidak efektif untuk program BBM ramah lingkungan. 

Indonesia bisa tiru Malaysia

Pihaknya menyebutkan, apabila ingin mengurangi polusi udara, Pertamina semestinya menggunakan dan memberi subsidi kepada RON 95, serta menghapus semua jenis RON di bawahnya.

Kebijakan tersebut menurutnya seperti yang dilakukan Malaysia dengan memberikan subsidi kepada BBM dengan RON 95.

Fahmy juga menuturkan, pencampuran etanol ke dalam Pertamax Green 92 juga akan menambah biaya impor Indonesia.

Sebab Indonesia menurutnya tidak memiliki persediaaan etanol yang cukup untuk. 

"Ini akan menguras devisa untuk impor Pertamax Green 92. Ini alasan mengapa migrasi ini sangat tidak tepat," tutupnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/08/31/143000465/pertamina-akan-hapus-pertalite-diganti-pertamax-green-92-pengamat-sebut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke