Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Meneguhkan Kembali Jihad Pertanian NU

Pada 19 Muharam 1363 H atau bertepatan dengan 14 Januari 1944 M, KH Hasyim Asy’ari menegaskan sikapnya di media Soeara Mueslimin No 2 Tahun ke-2, bahwa pertanian tidaklah berdiri sendiri tetapi bagian dari kemajuan dan tatanan sebuah bangsa.

Pendiri Nahdlatul Ulama itu mengutip banyak penjelasan dengan referensi langsung dari Al Quran, Hadist, dan kitab-kitab klasik, yang menekankan pentingnya manajemen sektor pertanian dalam ajaran Islam.

Banyak sekali ayat Al Quran yang menjelaskan kajian pertanian, khususnya dari perspektif fiqh. Syaikh Thanthowi Jauhari, mufasir modern asal Mesir, misalnya, mengelaborasinya secara komprehensif dalam kitab tafsir Al-Jawahir fi Al-Qur'an Al-Karim, yang menjelaskan bahwasannya ada sekitar 750 ayat dalam Al Quran yang membahas tentang pertanian.

Ebalorasi itu terasa semakin komprehensif ketika ditambah oleh adanya 150 ayat di dalam Al Quran yang membahas tentang fiqh pertanian (Fuadi dan Ali, 2016).

Jadi tidak ada alasan bagi warga NU untuk berdiam diri dan tidak ikut menggerakan jihad dalam mengembangkan, meneruskan, dan memajukan sektor pertanian nasional. Alangkah ruginya negeri ini kalau tidak mau melihat ini sebagai potensi dan peluang yang begitu besar untuk memajukan bangsa.

Presiden RI pertama, Ir Soekarno, pernah menyatakan bahwa pertanian merupakan tulang punggung bangsa Indonesia. Bung Karno telah mempopulerkan istilah petani sebagai "penjaga tatanan negara Indonesia", yang disampaikan pertama kali tahun 1952.

Karena itu, petani selalu dipandang spesial sebagai penjaga ketahanan dan kedaulatan pangan bangsa. Petani adalah profesi yang sangat mulia. Karena bertani adalah ibadah. Semua kerja pertanian merupakan ikhtiar untuk memahami tanda-tanda kekuasaan Allah, yang menghidupkan dan mengeluarkan biji-bijian dari bumi yang tandus. Lalu dari biji-biji itu mereka makan, dan Allah menjadikan padanya (bumi) kebun-kebun kurma dan anggur, serta Allah memancarkan padanya beberapa mata air, agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari hasil usaha tangan mereka. Maka, mengapa mereka tidak bersyukur? (Qs, Yasin :33-35).

Tidak ada negara maju dan moderen yang meninggalkan sektor pertanian. Bahkan mereka terus berinovasi dengan teknologi pertanian agar negaranya mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Sebab, menjadi kebutuhan dasar bagi setiap bangsa, kebutuhan pangan juga menentukan stabilitas sosial-politik sebuah negara.

Tanggung jawab NU

NU memiliki tanggungjawab yang besar untuk bersama-sama melakukan jihad kedaulatan pangan melalui pemberdayaan petani. Karena itu, upaya untuk melakukan regenerasi petani dengan menyiapkan SDM petani yang unggul dan berkualitas, harus terus dilakukan. Hal itu juga harus diimbangi dengan menyiapkan lahan pertanian.

NU sendiri memiliki jemaah besar yang mayoritas warganya adalah petani. Tentu NU secara kelembagaan bertanggungjawab untuk senantiasa fokus melakukan dakwah khusus dalam pengembangan ekonomi pertanian sebagai bagian dari jihad keumatan yang sesungguhnya.

PBNU juga mempunyai lembaga pertanian yang seharusnya mengambil langkah sangat serius, bukan hanya sekedar berhenti di MOU & launching program, yang selama ini terjadi.

Memang ini tugas berat dan sangat serius, mudah-mudahan hasil Muktamar ke 34 NU di Lampung menghasilkan rekomendasi khusus soal pengembangan ekonomi bidang pertanian. Rekomendasi dan langkah riil itu akan sangat bermakna bagi masa depan warga NU yang 70 persen lebih adalah petani yang tinggal di pedesaan dan setiap hari mereka pergi ke ladang, kebun, sawah untuk menjaga ketersediaan pangan nasional. 

Orientasi kerja pemberdayaan ekonomi warga Nahdliyyin salah satunya perlu diperkuat dengan memperbanyak pendidikan dan pelatihan sektor pertanian untuk kaum santri di berbagai pesantren di Nusantara. Pemberdayaan santri petani milenial harus terus dijalankan secara simultan dengan berbagai langkah pendampingan melalui penyuluhan dan penguatan permodalan.

Yang tidak kalah penting, NU juga harus menjadi garda terdepan untuk membela kaum petani dari keganasan permainan pasar kaum tengkulak. Jaminan harga pascapanen menjadi penting untuk diperjuangkan.

Sebab, kesejahteraan petani seringkali dihantam bukan hanya di awal, melainkan juga pangkal dalam proses pertanian. Mahalnya bibit, pupuk dan obat-obatan, dan kemudian dihantam oleh harga panenan yang luar biasa murah.

Jihad NU untuk mengayomi kaum petani juga harus dilakukan dengan menjaga keran impor produk-produk pertanian. Permainan pebisnis kelas kakap seringkali tidak berperikemanusiaan ketika menetapkan komoditas impor, yang berdampak langsung pada stabilitas harga pangan nasional.

Petani yang fokus pada komoditas beras, jagung, bawang merah, cabai, hingga garam, seringkali tidak berdaya ketika harga panen mereka hancur karena dihantam permainan ekspor-impor para pemain kelas kakap. Kebijakan publik seolah menutup mata pada dinamika pertanian di Tanah Air.

Karena itu, pendampingan kaum petani harus benar-benar dilakukan secara kaffah atau, dari awal hingga akhir, demi masa depan peradaban umat dan bangsa Indonesia. Masa depan pertanian nasional menentukan masa depan peradaban bangsa.

Jika jihad untuk membela kaum petani hanya gimik semata, maka sama saja kita menyerahkan leher peradaban pada mesin pasar yang seringkali tidak sesuai dengan cita-cita konstitusi negara dan ajaran agama yang tertuang dalam Maqasith al-Syariah yang selama ini diajarkan para kiai kita.

Selamat bermuktamar yang ke-34 NU, semoga muncul berbagai terobosan untuk meneguhkan ikhtiar NU untuk berjihad memajukan sektor pertanian nasional dan kesejahteraan kaum petani kita. Wallahu a'lam bisshawab.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/12/20/164425865/meneguhkan-kembali-jihad-pertanian-nu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke