Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini 4 Kondisi Larangan Sebar Foto dan Video Kejadian, Apa Saja?

KOMPAS.com - Berita duka kembali menyelimuti dunia hiburan.

Pasangan selebriti Vanessa Angel dan Febri Andriansyah mengalami kecelakaan dan meninggal dunia di Tol Nganjuk, Jawa Timur pada Kamis (4/11/2021) pukul 12.36 WIB.

Sejumlah foto dan video tempat kejadian perkara (TKP) beredar luas tanpa sensor di media sosial. Akibatnya, kondisi korban kecelakaan bisa disaksikan dan menjadi konsumsi publik.

Seperti diketahui, tidak semua foto atau video dapat kita bagikan secara bebas.

Sebagai pengguna media sosial yang bijak, tentu kita harus pandai memilih dan memilah informasi yang diterima agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Berikut 4 kondisi yang sebaiknya tidak kita unggah foto dan videonya ke media sosial, beserta alasannya.

1. Kecelakaan

Peristiwa kecelakaan baik di darat, laut, dan udara memang mengejutkan dan menarik banyak orang.

Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ferdinandus Setu mengatakan, salah satu alasan larangan menyebarkan foto dan video korban (kecelakaan) yakni mempertimbangkan perasaan keluarga korban yang masih berduka atas kejadian yang menimpa salah satu anggota keluarganya.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada masyarakat jika menerima foto-foto korban di media sosial, sebaiknya foto-foto tersebut tidak perlu disebarkan kembali.

Hal itu disampaikannya sebagaimana dalam pemberitaan Kompas.com (29/10/2018).

Di samping itu, pengamat komunikasi bencana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Mario Antonius Birowo menilai, seharusnya masyarakat tidak menyebarluaskan foto korban kecelakaan pesawat.

Sebab, menyebarluaskan foto tersebut bisa membuat keluarga korban menjadi lebih terpuruk.

Mengutip Kompas.com (19/1/2017), foto-foto korban kekerasan juga sering disebarluaskan di media sosial maupun grup percakapan.

Psikolog anak dari Universitas Indonesia (UI) Rose Mini mengatakan, pengunggah berniat meminta masyarakat agar menjaga anaknya, namun yang terjadi malah si pengunggah menjadi penyebaran kekerasan visual.

Penyebab utama penyebaran foto korban kekerasan terletak pada sifat manusia yang selalu ingin menjadi yang pertama.

Orang ingin menjadi yang pertama dalam mengetahui, menyebarkan informasi, serta berkomentar.

Hal ini mengakibatkan netizen tidak bijak saat memilih dan memilah informasi untuk disebarkan.

Dengan kata lain, tindakan mengunggah foto korban kekerasan lebih bermotif sensasionalitas ketimbang kehendak saling mengingatkan.

Rose menyarankan, jika pengunggah berniat untuk mengimbau masyarakat agar berhati-hati, ia cukup melakukannya dengan mengunggah pesan saja dan tidak perlu menyertakan foto karena melanggar privasi korban dan keluarga.

Perlu diketahui, penyebaran foto korban juga menambah penyebaran kekerasan visual.

Masyarakat bisa kehilangan kepekaan ketika dihadapkan pada situasi tidak manusiawi yang sesungguhnya.

Selain itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung mengatakan bahwa warganet seharusnya tidak menyebarkan foto-foto dan video tentang korban pembunuhan sadis.

Dalam pemberitaan Kompas.com (24/3/2021), Ketua AJI Bandar Lampung Hendry Sihaloho mengungkapkan, tindakan tersebut termasuk sadistis.

Sebab, aksi sadistis itu tidak pantas dibagikan kepada khalayak.

Hendry menjelaskan, penyebaran foto dan video korban pembunuhan sadis tidak ada manfaatnya, justru memperdalam luka yang dialami pihak keluarga.

Padahal, masyarakat dan pengguna media sosial seharusnya menunjukkan empati dengan tidak membagikan konten sadistis.

4. Foto jenazah

Melansir Kompas.com (10/5/2021), setiap orang layak mendapatkan privasi bahkan ketika orang tersebut sudah meninggal.

Kondisi ini umum dikenal sebagai post-mortem privacy.

Sayangnya, banyak orang belum menyadari mengenai pentingnya menjaga privasi orang yang sudah meinggal.

Masih banyak orang memanfaatkan momen melayat atau menghadiri pemakaman untuk memotret wajah terakhir orang yang sudah berpulang. Entah apa alasannya, foto tersebut kemudian disimpan dan disebarkan di media sosial.

Pengunggah merasa tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu tidak beretika untuk kondisi berduka. Sebab, tanpa disadari, tindakan itu justru menyinggung perasaan keluarga yang ditinggalkan.

Jika pengunggah beralasan bahwa tindakannya dilakukan demi mengenang mendiang atau demi menyebarkan kabar duka tersebut, ia cukup mengunggah foto mendiang dalam keadaan terbaiknya saat masih hidup.

Tidak ada yang ingin terlihat buruk termasuk di media sosial, maka seharusnya kita bisa menghargai hal tersebut.

(Sumber: Kompas.com/Krisiandi, Tri Purna Jaya, Sekar Langit Nariswari | Editor: Abba Gabrillin, Lusia Kus Anna)

https://www.kompas.com/tren/read/2021/11/05/093100865/ini-4-kondisi-larangan-sebar-foto-dan-video-kejadian-apa-saja-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke