Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kata Ekonom soal Rencana Pemerintah Impor Beras 1 Juta Ton

KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana melakukan imlor beras sebanyak 1 juta ton di awal tahun ini.

Meski masih berupa rencana, impor beras ini banyak mendapat tentangan, karena dilakukan berbarengan dengan musim panen raya dari petani di dalam negeri.

Akibat adanya isu impor beras, harga jual gabah dari petani di pasaran menjadi tertekan.

Peneliti di Institute for Development Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menyebut, sebaiknya memang pemerintah tidak melakukan impor beras di saat-saat ini.

"Kalau bicara impor sekarang, pas musim panen, banyak mudhorot-nya, kalau bagi petani ya, karena harga gabahnya akan jatuh," kata Rusli saat dihubungi Kompas.com, Rabu (17/3/2021).

Belum lagi, apabila ada pedagang besar atau tengkulak yang nakal dan memanfaatkan momentum isu impor ini untuk menekan petani melepas harga gabahnya serendah mungkin.

Badan Pusat Statistik (BPS) membuat Kerangka Sampling area (KSA) perhitungan baru terkait beras, dan ditemukan pada 2019 dan 2020 masih terdapat surplus, karena pada 2018 Indonesia melakukan impor beras dalam jumlah besar.

Pun di awal tahun ini, Rusli menyebut BPS telah membuat prediksi adanya jumlah panen yang melimpah di awal tahun 2021.

"Januari-April (2021) BPS memperkirakan produksi beras kita di periode tersebut lebih tinggi dibanding dengan periode yang sama di tahun 2020," jelas Rusli.

"Tapi, dengan adanya data seperti itu, kenapa pemerintah ingin mengadakan impor beras?" tanya dia.


Dua sudut pandang

Rusli menyebut, rencana impor ini bisa dinilai dari dua sudut pandang. Direncanakan dengan sengaja, atau tidak disengaja

"Kalau enggak disengaja, berati mereka sense of untuk mengambil kebijakan yang bagus, tepat, itu kurang. Ini kan di tengah masa panen, ya jangan ada impor," jelas dia.

"Kalau pun disengaja, Pemerintah sengaja agar harga gabah rendah, ketika harga rendah, otomatis nanti Bulog bisa menyerap gabah dengan harga lebih murah," lanjut Rusli.

Dengan harga gabah yang tertekan hingga serendah-rendahnya, margin keuntungan yang didapat bisa lebih tinggi.

Dalam kondisi seperti ini, para tengkulak dan konsumen akan mendapat untung besar. Tengkulak mendapat gabah dengan harga rendah, konsumen juga mendapat beras dengan harga murah di pasaran.

Tetapi tidak bagi petani. Di balik biaya produksi yang besar, mereka tidak mendapat harga yang sepadan.

Saat disinggung terkait boleh tidaknya impor beras, Rusli menjawab diperbolehkan. Namun harus diketahui terlebih dahulu, apa tujuan dari impor beras tersebut.

Setidaknya ada 3 alasan mengimpor beras.

Pertama adalah untuk mendapat jenis beras tertentu yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri. Misalnya beras untuk pengidap diabetes, beras Jepang dan sebagainya.


Impor di akhir tahun

Kedua, untuk menjadikan beras sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

"Artinya itu harus masuk ke gudang Bulog, enggak boleh keluar ke pasar. Sedangkan beras ini nanti digunakan oleh Bulog, untuk operasi pasar kalau seandainya ada kelangkaan beras," jelas Rusli.

Dan yang ketiga, adalah jika diprediksi terjadi paceklik.

"Faktanya sekarang kan enggak," kata dia.

Rusli menyarankan, jika Pemerintah ingin melakukan impor di tahun ini juga, maka dapat dilakukan pada bulan-bulan semester kedua, atau di akhir tahun.

Hal itu dikarenakan musim hujan yang menyebabkan jumlah panen akan otomatis berkurang.

Itu pun dengan catatan.

"Impor itu harus diam-diam saja, enggak usah ngomong. Oke, datang beras impor, masuk ke pelabuhan langsung bawa ke gudang Bulog," katanya lagi.


Impor diam-diam

Impor diam-diam tersebut, imbuhnya bisa membantu kalangan petani agar tidak mendapat tekanan dari berbagai pihak, sehingga harga jual gabahnya masih bisa tinggi.

Apa yang dikhawatirkan jika impor benar dilakukan saat ini?

"Takutnya, nanti akan ada penekanan (harga) seperti ini, sehingga petani di musim tanam berikutnya itu enggak mau nanem," kata Rusli.

Hal yang sama terjadi pada cabai beberapa waktu yang lalu. Tahun lalu panen melimpah, akan tetapi permintaan menurun akibat adanya Covid-19 dan segala masalah turunannya.

Akibatnya hingga tiba musim tanam berikutnya stok cabai masih ada, dan petani enggan menanam. Hal itu diperparah dengan musim hujan yang masih berlangsung.

Dampaknya, saat ini harga cabai di pasaran tinggi.

"Itu bagaimana kalau membayangkan, padi. Orang enggak mau lagi nanem beras, nanti di bulan Agustus-Juli akan jadi alasan (Pemerintah) untuk impor makin tepat," sebut Rusli.

Padahal menurutnya, pihak yang pantas disalahkan atas keengganan petani menanam padi adalah pihak yang berkoar-koar akan melakukan impor beras itu sendiri.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/18/080500265/kata-ekonom-soal-rencana-pemerintah-impor-beras-1-juta-ton

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke