KOMPAS.com - Pemerintah kembali menggunakan istilah baru untuk memberlakukan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat.
Kini, istilah yang digunakan adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro atau PPKM mikro.
Setelah dua jilid PPKM di Pulau Jawa dan Bali dinilai tak efektif menekan laju penyebaran Covid-19, mulai Selasa (9/2/2021) pemerintah akan memberlakukan PPKM mikro di sejumlah wilayah di 7 provinsi.
PPKM mikro akan berlangsung hingga 22 Februari 2021.
Wilayah pemberlakuan PPKM dan PPKM mikro sama seperti sebelumnya, berlaku di 7 provinsi. Lalu, apa perbedaan PPKM mikro dan PPKM?
Jika menilik detil aturannya, berikut beberapa perbedaannya:
Lebih jauh soal PPKM mikro dan PPKM, simak penjelasan berikut ini!
PPKM Mikro
Presiden Joko Widodo meminta pemberlakuan PPKM Mikro hingga level RT/RW.
PPKM Mikro diusung sebagai respons atas pelaksanaan PPKM di Jawa-Bali yang dinilai tidak berjalan efektif.
Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021, PPKM Mikro diterapkan di 7 provinsi yang ada di Jawa-Bali yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali.
Ada beberapa wilayah prioritas penerapan PPKM mikro di 7 provinsi itu, dengan memperhatikan kondisi masing-masing daerah. Berikut rinciannya:
Aturan
Aturan yang diberlakukan dalam PPKM Mikro didasarkan pada zonasi Covid-19 suatu daerah, apakah masuk zona hijau, kuning, oranye, atau merah.
Pada zona merah, PPKM dilakukan hingga tingkat RT. Mulai dari penutupan rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum lain yang sifatnya nonesensial.
Masyarakat juga dilarang berkumpul lebih dari 3 orang. Mobilitas warga untuk keluar masuk wilayah RT dibatasi maksimal pada pukul 20.00.
Terakhir, seluruh kegiatan kemasyarakatan di lingkungan RT yang menumbulkan kerumunan harus ditiadakan.
Pelasanaan PPKM mikro di daerah zona merah ini dilakukan berdasarkan koordinasi lintas sektor di wilayah itu mulai RT, RW, kepala desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Satpol PP, Tim PKK, Posyandu, Dasawisma, para tokoh masyarakat, termasuk tenaga kesehatan.
Ada pun di wilayah non zona merah, PPKM akan tetap dilakukan dengan aturan penerapan bekerja dari rumah sebesar 50 persen, pelaksanaan belajar-mengajar daring.
Di daerah-daerah ini, sektor esensial tetap diperbolehkan beroperasi 100 persen dengan pembatasan jam, kapasitas, dan pengetatan protokol kesehatan.
Restoran hanya boleh menerima 50 persen kuota untuk makan/minum di tempat, begitu juga dengan tempat ibadah hanya bisa diisi 50 persen kuota.
Pusat perbelanjaan/mall maksimal buka hingga pukul 21.00, semua fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya yang menmbulkan kerumunan dihentikan semetara, transportasi umum dibatasi kapasitas dan operasionalnya, lalu kegiatan konstruksi diizinkan beroperasi penuh dengan pengetatan protokol.
Informasi detil soal kriteria dan ketentuan zona dapat dibaca pada artikel berikut ini:
PPKM Mikro, Pahami Kriteria Zona Hijau, Kuning, Oranye, dan Merah di Tingkat RT
Pengawasan
Demi memastikan PPKM Mikro berjalan dengan optimal, akan dibentuk posko di tingkat desa yang diawasi oleh posko di tingkat kecamatan.
Posko tingkat desa melakukan fungsi pencegahan, penanganan, pembinaan, dan pendukung pelaksanaan penanganan Covid-19 yang diketuai oleh kepala desa dibantu perangkat dan mitra desa.
Mereka berkoordinasi dengan Satgas Covid-19 yang ada di tingkat atasnya atau TNI/Polri.
Kebijakan PPKM diterapkan di 7 provinsi yang ada di Jawa-Bali, sejak 11 Januari 2021 selama dua pekan dan sempat diperpanjang satu kali.
Wilayah ini dipilih karena selama ini menyumbang angka kasus positif Covid-19 terbesar dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Selain itu, mobilitas masyarakat di dua pulau ini juga dinilai cukup tinggi sehingga memudahkan terjadinya penyebaran virus.
Wilayah penerapan
Sama dengan PPKM Mikro, PPKM Jawa-Bali juga diterapkan di daerah-daerah prioritas yang tersebar di 7 provinsi Jawa-Bali.
Aturan
Dalam pelaksanaan PPKM Jawa-Bali, kerja di kantor bisa diterapkan sebesar 75 persen dengan protokol ketat, kegiatan belajar-mengajar dilakukan secara daring, tempat ibadah boleh dibuka dengan kapasitas maksimal 50 persen, lalu sektor esensial bisa beroperasi 100 persen dengan pembatasan jam operasioanl dan juga kapasitas pengunjung.
Sementara, restoran hanya bisa menerima 25 peren pengunjung makan/minum di tempat, pusat perbelanjaan dibatasi buka hingga pukul 19.00, dan kegiatan konstruksi diizinkan beroperasi 100 persen dengan pengetatan prokes.
(Sumber: Kompas.com/Penulis: Jawahir Gustaf, Mela Arnani | Editor: Inggried Dwi Wedhaswary, Rizal Setyo Nugroho)
https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/09/060200565/ppkm-mikro-berlaku-apa-bedanya-dengan-ppkm-