Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Studi: Faktor Genetik Memengaruhi Tingkat Keparahan Virus Corona

KOMPAS.com - Virus corona bisa menimbulkan dampak yang berbeda-beda pada seseorang yang terinfeksi. 

Mulai dari tidak menimbulkan gejala sama sekali, hingga muncul gejala berat yang membutuhkan alat bantu pernapasan. 

Sejauh ini, beberapa hal yang diduga menjadi pemicu timbulnya gejala berat pada pasien Covid-19 adalah komorbid atau penyakit bawaan, seperti hipertensi atau diabetes. 

Namun, kini para ahli menemukan sejumlah faktor yang mungkin menjadi alasan sebagian orang bisa mengalami serangan Covid-19 yang parah, sementara yang lain tidak.

Faktor genetik memengaruhi

Melansir BBC, Sabtu (12/12/2020), temuan itu diungkapkan melalui sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature.

Penelitian itu menyebut lebih dari 2.200 pasien Covid-19 yang masuk ke ruang ICU teridentifikasi memiliki gen spesifik yang kini diyakini menjadi jawaban mengapa mereka bisa mendapatkan serangan sakit yang parah.

Orang-orang dengan gen spesifik ini rentan mengalami gejala Covid-19 yang lebih parah dari yang lainnya.

Temuan ini sekaligus juga bisa membantu para ahli untuk mengembangkan pengobatan baru yang tepat.

Konsultan kedokteran dari Royal Infirmary Edinburgh, Dr. Kenneth Baillie menyebut cara pengobatan baru masih perlu untuk terus dipelajari meski vaksin saat ini sudah mulai ditemukan.

"Vaksin seharusnya mengurangi jumlah kasus Covid secara signifikan, tetapi kemungkinan para dokter di seluruh dunia masih akan merawat pasien-pasien Covid-19 dalam perawatan intensif selama beberapa tahun ke depan, jadi ada kebutuhan mendesak untuk menemukan perawatan baru," kaya Baillie.

Sel-sel yang "marah"

Para ilmuwan di Inggris mengamati DNA dan memindari gen setiap pasien Covid-19 yang tersebar di 200 unit ICU di rumah sakit yang ada di negara itu.

Gen-gen itu berisi petunjuk berlangsungnya proses biologis, termasuk bagaimana cara melawan virus.

Gen-gen mereka kemudian dibandingkan dengan DNA orang sehat untuk mendapatkan perbedaan genetiknya.

Salah satu perbedaan yang ditemukan adalah adanya TYK2 di dalam gen penderita Covid-19 dalam ICU ini.

“Ini adalah bagian dari sistem yang membuat sel kekebalan Anda lebih marah, dan lebih meradang,” kata Dr. Baillie.

Meski demikian, apabila TYK2 rusak, maka respons antibodi bisa muncul terlalu cepat dan membuat pasien berisiko mengalami peradangan paru-paru yang bersifat merusak.

Beberapa jenis obat pun direkomendasikan untuk menangani kasus seperti ini, misalnya Baricitinib.

“Itu menjadi kandidat yang sangat masuk akal untuk pengobatan baru, tapi tentu saja kami perlu melakukan uji klinis dalam skala besar untuk mengetahui apakah itu benar atau tidak," jelas Baillie.

Interferon tidak memadai

Pada orang yang mengidap Covid-19 hingga parah, ditemukan adanya variasi dalam gen yang disebut sebagai IFNAR2.

IFNAR2 ini dikaitkan dengan molekul anti-virus yang disebut interferon.

Interferon berperan untuk memulai sistem kekebalan tubuh sesaat setelah infeksi terdeteksi.

Sayangnya produksi interferon tidak selalu melimpah, ada orang  yang bisa menghasilkan banyak interferon, ada juga yang tidak.

Di saat produksi interferon rendah itu lah virus diuntungkan, mereka lebih mudah untuk berkembang biak dengan cepat di dalam sel-sel yang terinfeksi.

Ini lah mengapa penyakit bisa menjadi lebih parah pada orang-orang tertentu.

Untuk itu, interferon bisa diberikan sebagai metode pengobatan pasien Covid-19.

Namun uji klinis yang dilakukan Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut interferon ini tidak efektif jika diberikan pada pasien yang sudah dalam kondisi sangat parah.

Namun, dengan adanya pengaturan waktu pemberian, diharapkan interferon ini dapat memberi bantuan pada mereka pasien yang tubuhnya tidak bisa memproduksi sendiri interferon dalam jumlah besar, untuk melawan virus.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/12/12/134500065/studi--faktor-genetik-memengaruhi-tingkat-keparahan-virus-corona

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke