Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Soal Pembukaan Sekolah, Menentukan Keputusan Terbaik di Tengah Situasi Sulit...

KOMPAS.com - Pemerintah membuat kebijakan baru terkait pembelajaran pada semester genap tahun ajaran 2020/2021.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengizinkan pemerintah daerah untuk memutuskan pembukaan sekolah atau kegiatan belajar tatap muka di sekolah di seluruh zona risiko virus corona mulai Januari 2021.

Keputusan itu disampaikan pada Jumat (20/11/2020) pekan lalu.

Kewenangan penuh diberikan kepada pemerintah daerah/kanwil/kantor Kemenag dalam penentuan pemberian izin pembelajaran tatap muka.

Perbedaan kebijakan baru ini dengan sebelumnya adalah, peta zonasi risiko dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 nasional tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka.

Namun, Nadiem menekankan, pembelajaran tatap muka yang diizinkan harus mematuhi protokol kesehatan yang ketat.

Selain itu, ada faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh pemda sebelum memberikan izin pembelajaran tatap muka.

Tepatkah kebijakan ini?

Pengamat Pendidikan Ina Liem menilai, kebijakan itu merupakan yang terbaik untuk saat ini.

"Solusi terbaik dari pilihan-pilihan yang sulit ya," kata Ina, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/11/2020).

Ia menyebutkan, saat ini Indonesia memang sedang mengalami masa-masa sulit.

"Memang situasinya sulit ya. Di satu sisi justru angka positif Covid-19 masih meningkat terus, di mana jumlah positif per hari lebih tinggi dibanding awal pandemi dulu. Jadi sebetulnya tidak masuk di akal kok saat angka meningkat malah dibuka," kata dia.

Menurut dia, setelah lebih dari 8 bulan diselenggarakan Pembelajaran Jarak-Jauh (PJJ), banyak siswa yang mulai bosan dan tertekan.

Meski demikian, keputusan akhir tetap berada di tangan orangtua untuk menentukan proses belajar siswa.

"Jadi menurut saya, ya memang tergantung kebijakan pemda masing-masing, toh tidak ada paksaan. Keputusan terakhir tetap di tangan orangtua," kata Ina.

Dihubungi secara terpisah, epidemiolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman, kurang setuju dengan kebijakan tersebut.  

"Memang benar bahwa situasi anak-anak yang tidak sekolah akan mengganggu dan tentu merugikan mereka. Tentu proses pendidikan yang baik optimal ideal ya tatap muka. Tapi ingat itu jika kondisinya normal jika tidak ada pandemi," kata Dicky.

Dengan situasi dunia yang sedang tidak normal ini, lanjut dia, masyarakat harus bisa menyesuaikan diri. 

"Jadi tidak bisa dipaksakan, tidak bisa dibandingkan dengan kondisi normal.
Kalau mau dipercepat, ya percepatlah, optimalkanlah strategi pengendalian di daerah dengan testing, tracing, treatment atau 3T dan 3M," kata Dicky.

Dia mengatakan, langkah 3T (testing, tracing, treatment) dan 3M (menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan) harus dikedepankan. Hal itu penting untuk pengendalian kasus Covid-19.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menentukan kriteria sekolah yang diizinkan dibuka. Kriteria utama, seperti disampaikan Dicky, adalah test positivity rate di bawah 5%. 

Dicky juga berharap keputusan pembukaan sekolah atau pembelajaran tatap muka tidak diserahkan kepada orangtua atau daerah saja.

Hal ini merupakan tanggung jawab bersama karena wabah virus corona merupakan bencana nasional.

"Jadi pemerintah pusat bertanggung jawab memfasilitasi dan mendukung pemerintah daerah memastikan daerah tidak salah mengambil keputusan. Jangan mengulang kesalahan lagi," ujar Dicky.

Jika suatu daerah atau negara ingin membuka sekolah, menurut Dicky pengendalian Covid-19 harus dituntaskan terlebih dahulu.

"Kapan bisa dibuka tergantung daerah itu sendiri, makin cepat mereka merespons dengan tepat, makin cepat sekolah dibuka," kata dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/26/061700465/soal-pembukaan-sekolah-menentukan-keputusan-terbaik-di-tengah-situasi-sulit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke