Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Viral soal Alat Pengukur Kualitas Udara yang Bertuliskan "Tinggalkan Riau", Ini Penjelasannya...

KOMPAS.com - Kualitas udara di Pekanbaru, Riau memburuk akibat dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak Selasa (10/9/2019).

Adapun kabut asap muncul disusul dengan keluhan masyarakat Pekanbaru yang mengalami sesak napas. Tak hanya mengakibatkan sesak napas, kabut asap juga membatasi jarak pandang pengendara bermotor.

Kemudian, salah satu pengguna Twitter @Jaaaa_yn mengunggah sebuah foto yang menampilkan alat bertuliskan indeks standar pencemar udara (ISPU) atau pollutant standard index (PSI).

"TOLONG BANTU RETWEET. Pak @Jokowi Riauku sudah tak sehat lagi asap sudah ganas menyelimuti kami. Meninggalkan Riau? Pak kami di sini butuh bantuan, saat kebakaran hutan kembali terjadi, WAKIL RAKYAT TUTUP TELINGA! PEMERINTAH TUTUP MATA! MEDIA TUTUP MULUT! #RiauDibakarBukanTerbakar," tulis akun @Jaaaa_yn dalam twitnya pada Kamis (12/9/2019).

Tak hanya itu, alat tersebut juga menampilkan tulisan "TINGGALKAN RIAU !!"

Ditampilkan juga pada alat terdapat kadar kandungan udara di Riau, seperti PM 2.5, SO2, CO, O2, dan NO2.

Hingga kini, unggahan tersebut telah di-retwit sebanyak 29.600 kali dan disukai sebanyak 11.600 kali oleh pengguna Twitter lainnya.

Penjelasan KLHK

Saat dikonfirmasi, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera, Amral Fery mengungkapkan bahwa tulisan "Tinggalkan Riau" yang ramai di media sosial tersebut adalah tidak benar.

"Tidak benar, itu berita bohong," ujar Amral kepada Kompas.com, Jumat (13/9/2019).

Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Karliansyah mengungkapkan bahwa alat yang terpampang dalam foto viral memang merupakan milik KLHK.

"Iya milik KLHK. Itu tampilan dari alat Air Quality Monitoring Systems (AQMS) yang menunjukkan parameter kualitas udara secara kontinu dan realtime (sesaat atau saat itu)," ujar Karlainsyah saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/9/2019).

Menurutnya, untuk menyatakan kualitas udara suatu kota yang sesungguhnya harus didasarkan pada data rata-rata harian atau rata-rata tahunan.

"Untuk data hari ini masih di-update," ujar Karliansyah.

Selain itu, berdasarkan Data ISPU tanggal 13 September 2019 pukul 15.00 WIB yang dirilis oleh KLHK dan Dinas Lingkungan Hidup dan Provinsi Riau, Pekanbaru memiliki indeks kualitas udara sebesar 478.

Hal ini menunjukkan bahwa kualitas udara di Pekanbaru dalam kategori "Berbahaya".

Kualitas Udara

Kualitas udara dalam kategori "Baik" pada rentang 0-50, pada kategori ini tingkat kualitas udara tidak memberikan efek bagi manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan, ataupun nilai estetika.

Kemudian, kualitas udara dalam kategori "Sedang" pada rentang 51-100, pada kategori ini tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika.

Selanjutnya, kualitas udara dalam kategori "Tidak sehat" pada rentang 101-199, pada kategori ini tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

Kualitas udara dalam kategori "Sangat tidak sehat" pada rentang 200-299, pada kategori ini tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.

Sementara, kualitas udara dalam kategori "Berbahaya" pada rentang 300 lebih, pada kategori ini tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius.

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/13/191302665/viral-soal-alat-pengukur-kualitas-udara-yang-bertuliskan-tinggalkan-riau

Terkini Lainnya

Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Pekerja Tidak Bayar Iuran Tapera Terancam Sanksi, Apa Saja?

Tren
Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Pedangdut Nayunda Minta ke Cucu SYL agar Dijadikan Tenaga Honorer Kementan, Total Gaji Rp 45 Juta

Tren
Berapa Gaji Komite BP Tapera? Ada Menteri Basuki dan Sri Mulyani

Berapa Gaji Komite BP Tapera? Ada Menteri Basuki dan Sri Mulyani

Tren
Daftar Orang Terkaya Indonesia Versi Forbes dan Bloomberg Akhir Mei 2024

Daftar Orang Terkaya Indonesia Versi Forbes dan Bloomberg Akhir Mei 2024

Tren
Cara Download Aplikasi JMO (Jamsostek Mobile), Bayar Iuran BPJS Ketenagakerjaan Jadi Lebih Mudah

Cara Download Aplikasi JMO (Jamsostek Mobile), Bayar Iuran BPJS Ketenagakerjaan Jadi Lebih Mudah

Tren
Syarat Kredit Rumah Pakai Tapera dan Kelompok Prioritas Penerimanya

Syarat Kredit Rumah Pakai Tapera dan Kelompok Prioritas Penerimanya

Tren
Biar Ibadah Haji Lancar, Ini 4 Hal yang Wajib Dipersiapkan Jemaah

Biar Ibadah Haji Lancar, Ini 4 Hal yang Wajib Dipersiapkan Jemaah

BrandzView
Israel Klaim Kuasai Koridor Philadelphia, Berisi Terowongan untuk Memasok Senjata ke Hamas

Israel Klaim Kuasai Koridor Philadelphia, Berisi Terowongan untuk Memasok Senjata ke Hamas

Tren
KCIC Luncurkan Frequent Whoosher Card untuk Penumpang Kereta Cepat, Tiket Bisa Lebih Murah

KCIC Luncurkan Frequent Whoosher Card untuk Penumpang Kereta Cepat, Tiket Bisa Lebih Murah

Tren
Intip Kehidupan Mahasiswa Indonesia di UIM Madinah, Beasiswa '1.000 Persen' dan Umrah Tiap Saat

Intip Kehidupan Mahasiswa Indonesia di UIM Madinah, Beasiswa "1.000 Persen" dan Umrah Tiap Saat

Tren
Mengenal Penyakit Multiple Sclerosis, Berikut Gejala dan Penyebabnya

Mengenal Penyakit Multiple Sclerosis, Berikut Gejala dan Penyebabnya

Tren
Kenali Perbedaan SIM C, SIM C1, dan SIM C2

Kenali Perbedaan SIM C, SIM C1, dan SIM C2

Tren
Apakah Dana Tapera Bisa Dicairkan? Ini Mekanisme dan Syaratnya

Apakah Dana Tapera Bisa Dicairkan? Ini Mekanisme dan Syaratnya

Tren
SYL Beri Nayunda Nabila Kalung Emas dan Tas Mewah Pakai Uang Kementan

SYL Beri Nayunda Nabila Kalung Emas dan Tas Mewah Pakai Uang Kementan

Tren
Mahasiswa UM Palembang Diduga Plagiat Skripsi Lulusan Unsri, Kok Bisa?

Mahasiswa UM Palembang Diduga Plagiat Skripsi Lulusan Unsri, Kok Bisa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke