Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Sistem Tanam Paksa Menghancurkan Perekonomian Indonesia?

Kompas.com - 13/05/2024, 21:00 WIB
Ini Tanjung Tani,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Kemdikbud

KOMPAS.com - Tanam paksa atau Cultuurstelsel merupakan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda di masa Gubernur Jenderal Johannes van Den Bosch. 

Sistem tanam paksa yang mulai direalisasikan pada 1830 mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditas ekspor, seperti kopi, teh, tebu, tembakau, dan nila.

Hasil dari tanaman tersebut nantinya harus dijual kepada pemerintah dengan harga yang sudah ditentukan.

Pelaksanaan tanam paksa telah menghancurkan perekonomian Indonesia dan merupakan beban yang berat karena terjadi banyak pelanggaran yang membuat rakyat semakin miskin.

Berikut ini alasan tanam paksa dinilai menghancurkan perekonomian Indonesia.

Baca juga: Fransen van de Putte, Menteri Belanda yang Menentang Tanam Paksa

Kebijakan paling eksploitatif

Tujuan utama adanya kebijakan tanam paksa di bawah Gubernur van Den Bosch yaitu untuk mengatasi kondisi perekonomian Belanda yang merosot karena digunakan untuk membiayai perang, baik perang di tanah jajahan maupun di negeri induk.

Ciri pokok sistem tanam paksa terletak pada kewajiban rakyat untuk membayar pajak dalam bentuk hasil tanaman.

Penerapan sistem tanam paksa dinilai sebagaai era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda.

Kebijakan ini sangat merugikan rakyat karena mereka dipaksa menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan pemerintah.

Melansir laman Kemdikbud, Berikut ini aturan pelaksaan sistem tanam paksa yang diatur dalam Staatsblad 1834 Nomor 22.

  • Tuntutan kepada setiap rakyat pribumi agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel, tidak melebihi 20 persen atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.
  • Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.
  • Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
  • Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk culturstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih tiga bulan.
  • Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat.
  • Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan ditanggung pemerintah Belanda.
  • Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa.

Baca juga: Jenis Tanaman yang Menjadi Fokus Sistem Tanam Paksa

Kebijakan tersebut membuat penduduk diharuskan bekerja untuk kepentingan pemerintah maupun pejabat tinggi, tanpa upah yang sepadan.

Hasilnya, kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia merosot dan mendorong penduduk ke jurang kemiskinan.

Terjadi banyak penyimpangan

Melalui sistem tanam paksa, produksi perkebunan untuk ekspor meningkat tajam dan Belanda mampu mengeruk kekayaan dalam waktu cepat untuk memulihkan perekonomiannya yang terpuruk.

Sebaliknya, penderitaan yang dialami oleh rakyat Indonesia semakin berat, terlebih dengan adanya penyimpangan ketentuan-ketentuan awal tanam paksa oleh banyak pihak.

Sistem tanam paksa saja sudah cukup membuat rakyat menderita. Perekonomian Indonesia semakin hancur karena dalam penerapan kebijakan ini terjadi banyak pelanggaran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com