Ciri ini merupakan perpaduan budaya Hindu dengan Islam sebagai simbol keberadaan Tuhan.
Atap bersusun biasanya berbentuk limas, yang semakin ke atas ukurannya akan semakin mengecil.
Masjid pada masa awal masuknya Islam ke Indonesiaa biasanya memiliki serambi yang memiliki fungsi edukasi serta informasi.
Biasanya, selain digunakan untuk salat, serambi masjid dimanfaatkan sebagai tempat untuk mengaji atau belajar agama.
Serambi pada masjid kuno biasanya terletak di bagian depan atau samping masjid.
Baca juga: 10 Masjid Peninggalan Kerajaan Islam
Di lingkungan masjid kuno biasanya terdapat makam para pendiri masjid, penyebar agama, maupun tokoh penting daerah tersebut.
Adanya makam merupakan tradisi dari orang Jawa yang selalu menghormati roh para leluhur atau orang yang sudah meninggal.
Pada awal masuknya Islam, keberadaan makam di lingkungan masjid menjadi bentuk penghormatan atas jasa para tokoh tersebut.
Sampai saat ini, ziarah ke makam para wali atau tokoh ulama, yang sebagian berlokasi di dekat masjid, menjadi tradisi di Indonesia.
Ciri-ciri masjid pada masa awal kehadiran Islam di Indonesia masih dapat ditemukan pada Masjid Sunan Ampel di Surabaya, Masjid Agung Demak, dan Masjid Menara Kudus.
Baca juga: Anggota Wali Songo yang Menyebarkan Islam di Jawa Timur
Masjid Sunan Ampel, yang dibangun pada abad ke-15, memiliki arsitektur yang memadukan tiga budaya, yaitu Arab, Hindu, dan Jawa Kuno.
Pengaruh Jawa dan Arab terlihat lebih menonjol pada masjid ini. Di antaranya dapat ditemukan pada ukiran-ukiran pada tiang penyangga sebagai simbol jumlah huruf kalimat syahadat.
Ukiran-ukiran ini juga dapat ditemukan di bagian dalam masjid yang dihiasi dengan warna dominan hijau dan kuning.
Masjid Sunan Ampel juga memiliki beberapa ruang, yaitu ruang utama, ruang salat perempuan, dan perpustakaan.
Atapnya juga berbentuk susun tiga, serta terdapat lima gapura sebagai simbol Mo Limo (lima pantangan umat Islam), yang dikenal sebagai ajaran Sunan Ampel.
Baca juga: Masjid Agung Sang Cipta Rasa: Sejarah dan Arsitekturnya