KOMPAS.com - Masuknya Islam di Nusantara membawa pengaruh yang begitu besar, baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, serta budaya.
Sebelum Islam masuk dan berkembang, masyarakat Nusantara telah mengenal agama Hindu dan Buddha.
Masuknya Islam ke Nusantara tentunya tidak langsung diterima begitu saja. Perlu waktu serta penyesuaian budaya di kalangan masyarakat.
Salah satu upaya yang dilakukan para penyebar Islam dalam berdakwah adalah dengan mendirikan masjid.
Pada awal kehadiran Islam, masjid bukan hanya menjadi tempat ibadah, melainkan menjadi pusat penyebaran agama Islam, kegiatan sosial, hingga pusat kegiatan pemerintahan.
Karena fungsinya tersebut, pada saat kehadiran Islam di Nusantara, masjid didesain sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada saat itu.
Penyesuaian tersebut bertujuan untuk menarik perhatian masyarakat, yang pada saat itu belum mengenal Islam.
Lantas, bagaimana ciri-ciri masjid pada masa awal kehadiran Islam di Indonesia?
Baca juga: Gaya Arsitektur Bangunan Masjid di Indonesia
Berikut ini ciri-ciri bangunan masjid kuno masa awal Islam di Indonesia.
Masjid pada awal kehadiran Islam biasanya dibangun di tengah kota. Umumnya, masjid dibangun di dekat alun-alun, dan berdekatan dengan istana kerajaan.
Tata letak tersebut menjadi simbol penyatuan antara rakyat, ulama, dan pemerintah.
Masjid biasanya terletak di sebelah barat sisi alun-alun dengan mengikuti arah ortogonal lingkungan.
Konsep alun-alun, masjid agung, serta istana kerajaan merupakan pembentukan ruang kota.
Alun-alun merupakan tempat bertemunya raja dengan rakyat, sedangkan masjid adalah tempat bersatunya raja dengan rakyat sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Baca juga: Masjid Gedhe Kauman, Wujud Harmonisasi Budaya dan Agama
Arsitektur masjid pada masa awal kedatangan Islam selalu memiliki atap yang bersusun dan berjumlah ganjil.
Ciri ini merupakan perpaduan budaya Hindu dengan Islam sebagai simbol keberadaan Tuhan.
Atap bersusun biasanya berbentuk limas, yang semakin ke atas ukurannya akan semakin mengecil.
Masjid pada masa awal masuknya Islam ke Indonesiaa biasanya memiliki serambi yang memiliki fungsi edukasi serta informasi.
Biasanya, selain digunakan untuk salat, serambi masjid dimanfaatkan sebagai tempat untuk mengaji atau belajar agama.
Serambi pada masjid kuno biasanya terletak di bagian depan atau samping masjid.
Baca juga: 10 Masjid Peninggalan Kerajaan Islam
Di lingkungan masjid kuno biasanya terdapat makam para pendiri masjid, penyebar agama, maupun tokoh penting daerah tersebut.
Adanya makam merupakan tradisi dari orang Jawa yang selalu menghormati roh para leluhur atau orang yang sudah meninggal.
Pada awal masuknya Islam, keberadaan makam di lingkungan masjid menjadi bentuk penghormatan atas jasa para tokoh tersebut.
Sampai saat ini, ziarah ke makam para wali atau tokoh ulama, yang sebagian berlokasi di dekat masjid, menjadi tradisi di Indonesia.
Ciri-ciri masjid pada masa awal kehadiran Islam di Indonesia masih dapat ditemukan pada Masjid Sunan Ampel di Surabaya, Masjid Agung Demak, dan Masjid Menara Kudus.
Baca juga: Anggota Wali Songo yang Menyebarkan Islam di Jawa Timur
Masjid Sunan Ampel, yang dibangun pada abad ke-15, memiliki arsitektur yang memadukan tiga budaya, yaitu Arab, Hindu, dan Jawa Kuno.
Pengaruh Jawa dan Arab terlihat lebih menonjol pada masjid ini. Di antaranya dapat ditemukan pada ukiran-ukiran pada tiang penyangga sebagai simbol jumlah huruf kalimat syahadat.
Ukiran-ukiran ini juga dapat ditemukan di bagian dalam masjid yang dihiasi dengan warna dominan hijau dan kuning.
Masjid Sunan Ampel juga memiliki beberapa ruang, yaitu ruang utama, ruang salat perempuan, dan perpustakaan.
Atapnya juga berbentuk susun tiga, serta terdapat lima gapura sebagai simbol Mo Limo (lima pantangan umat Islam), yang dikenal sebagai ajaran Sunan Ampel.
Baca juga: Masjid Agung Sang Cipta Rasa: Sejarah dan Arsitekturnya
Masjid Agung Demak dibangun pada akhir abad ke-15, dan sejak itu menjadi pusat kegiatan politik dan penyebaran agama Islam di Jawa.
Masjid ini memiliki arsitektur Jawa Kuno dengan perpaduan unsur Islam yang unik. Struktur bangunanya terbuat dari batu bata dan dihiasi dengan ornamen yang indah.
Masjid Agung Demak juga memiliki kubah sebanyak 5 buah yang memiliki diameter 11 meter.
Bentuk atapnya pun mengadopsi gaya Hindu berupa tajuk tiga berbentuk segi empat yang mirip dengan pura.
Masjid Menara Kudus dibangun pada 1549 oleh Sunan Kudus. Arsitektur dari masjid ini menjadi simbol akulturasi budaya Hindu, Jawa, dan Islam.
Akulturasi dapat dilihat pada bagian menara masjid, yang berbentuk seperti pura Hindu dan terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, badan, dan kaki.
Pada bagian kepala atau paling atas terdapat bedug, yang dibunyikan sebagai penanda ketika waktu salat tiba.
Bagian badan merupakan ruangan kosong, yang menyerupai ruangan pura atau candi yang biasanya terdapat arca. Sedangkan bagian kaki dihiasi dengan ornamen-ornamen Hindu.
Referensi: