Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta: Sejarah dan Karakteristiknya

Kompas.com - 07/05/2022, 10:00 WIB
Bidari Aufa Sinarizqi,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Keberadaan Masjid Gedhe Kauman atau Masjid Agung Yogyakarta erat kaitannya dengan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Masjid sendiri merupakan tempat ibadah umat Islam, sehingga wajar jika kerajaan Islam membangun masjid agung pada masanya.

Pendiri Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta pada tahun 1773 adalah Sultan Hamengkubuwono I yang juga pendiri Kesultanan Yogyakarta.

Sejak pembangunan pertamanya pada 27 Mei 1773, pemugaran masjid terus dilakukan secara bertahap oleh pemerintahan sultan-sultan selanjutnya.

Berikut ini sejarah perkembangan Masjid Gedhe Kauman dan karakteristiknya.

Baca juga: Gaya Arsitektur Bangunan Masjid di Indonesia

Sejarah perkembangan Masjid Gedhe Kauman

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta awalnya hanya berupa satu bangunan utama saja dan ukurannya belum terlalu luas.

Seiring dengan bertambahnya jumlah jemaah, diputuskan untuk dibangun serambi atau beranda masjid yang jauh lebih luas pada 1775.

Fungsi serambi masjid selain untuk salat saat itu, antara lain sebagai tempat pertemuan ulama, mahkamah untuk mengadili terdakwa secara hukum Islam, pengadilan perceraian, tempat pengajian dan pernikahan.

Selain serambi masjid, dibangun juga pemukiman di sekitarnya untuk para pengurus masjid dan masyarakat. Saat ini, pemukiman tersebut dikenal dengan nama Kampung Kauman.

Baca juga: Masjid Raya Baiturrahman Aceh: Sejarah, Fungsi, dan Arsitekturnya

Perbaikan bangunan Masjid Gedhe Kauman terus dilakukan oleh pemimpin yang menjabat di Keraton Yogyakarta.

Salah satunya adalah pembangunan gerbang yang dilakukan pada masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono V.

Gerbang masjid yang dibangun pada masa Sultan Hamengkubuwono V terdiri dari lima buah. Satu di antaranya adalah gerbang depan yang disebut dengan gapura dan gerbang timur.

Namun, pada 1867, gempa bumi menghancurkan serambi masjid dan gerbang depan atau gapura masjid.

Oleh karena itu, dilakukan pembangunan serambi masjid kembali pada 1868 di bawah kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono VI.

Bahkan perbaikan serambi masjid dilakukan dengan memperluas ukurannya dua kali lipat.

Baca juga: Masjid Agung Banten: Sejarah, Arsitektur, dan Akulturasi Budaya

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com