Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Invasi Anglo-Saxon ke Britania, Fakta atau Mitos?

Kompas.com - 02/01/2024, 13:00 WIB
Rebeca Bernike Etania,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Selama berabad-abad, kawasan Britania telah dihuni oleh suku Brythonic Celts atau disebut juga sebagai bangsa Celtic.

Bahasa Celtic masih ada di Britania hingga hari ini, tetapi sebagian besar hanya digunakan di Wales.

Selain itu, mayoritas penduduk Britania saat ini tidak berbicara dalam bahasa Celtic.

Sebaliknya, mereka menggunakan bahasa Inggris, yang merupakan sebuah bahasa Jermanik.

Mengapa masyarakat Inggris bisa mengadopsi bahasa Jermanik jika mereka merupakan bangsa Celtic?

Hal tersebut karena selama sekitar satu setengah milenium, diyakini bahwa jumlah besar bangsa Jermanik, Anglo-Saxon, menyerbu Britania setelah kepergian Romawi.

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, pemahaman ini mulai diperdebatkan.

Beberapa sejarawan berpendapat bahwa sebenarnya tidak ada invasi yang dilakukan oleh Anglo-Saxon.

Namun, sejumlah sejarawan lain tetap mempertahankan pandangan bahwa invasi itu pernah terjadi.

Lantas, apakah invasi Anglo-Saxon ke Britania benar-benar pernah terjadi?

Baca juga: Sejarah Kerajaan Inggris, dari Era Anglo-Saxon hingga Saat Ini

Narasi tradisional tentang Invasi Anglo-Saxon

Sebelum membahas mengenai invasi tersebut, mari kita terlebih dahulu memahami narasi tradisional tentang Anglo-Saxon.

Pada abad keenam, seorang tokoh agama bernama Gildas menulis sebuah karya yang disebut On the Ruin and Conquest of Britain.

Menurut cerita ini, orang-orang Britania kesulitan membela diri dari serangan suku Pict dan suku Scot setelah bangsa Romawi pergi dari pulau mereka.

Oleh karena itu, pada saat itu, seorang penguasa bernama Vortigern mengundang tentara bayaran dari suku Jermanik yang dikenal sebagai Anglo-Saxon untuk membantu melindungi Britania.

Mereka diberi sebagian tanah di timur Britania dan imbalan lainnya sebagai upah atas bantuan mereka.

Namun, seiring berjalannya waktu, mereka menuntut lebih banyak imbalan.

Bangsa Britania tidak setuju dengan tuntutan ini yang membuat tentara bayaran Anglo-Saxon memberontak.

Mereka menghancurkan permukiman Britania dan merusak negeri tersebut hingga ke laut barat.

Semua peristiwa ini terjadi pada abad kelima, sebelum kampanye seorang pemimpin Britania bernama Ambrosius Aurelianus.

Perdebatan terhadap Narasi Tradisional

Salah satu kritik utama terhadap narasi tradisional ini adalah kenyataan bahwa sangat sedikit bukti kekerasan dalam arkeologi pada era ini.

Deskripsi dari Gildas menyiratkan bahwa penaklukan oleh Anglo-Saxon sangat kejam.

Ia menggambarkan bagaimana bagian-bagian tubuh manusia berserakan di jalanan kota yang hancur. Sementara itu, banyak dari mereka yang mencoba melarikan diri akan dibunuh.

Namun, menurut para ahli arkeologi, bukti fisik yang ditemukan berdasarkan narasi tersebut masih sangat terbatas.

Hanya sekitar 2% dari sisa manusia yang ditemukan dari tahun 400 hingga 600 Masehi menunjukkan tanda-tanda kematian akibat senjata tajam.

Statistik ini digunakan untuk mengklaim bahwa deskripsi Gildas mungkin hanyalah narasi fiksi semata.

Demikian pula, tidak ada bukti arkeologi yang mendukung penghancuran fisik bangunan dan permukiman pada periode ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com