Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ignatius B Prasetyo

A Masterless Samurai

"Noblesse Oblige"

Kompas.com - 29/10/2023, 15:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Anak mantan Perdana Menteri Jepang juga banyak yang jadi politisi, bahkan menduki posisi menteri seperti Koizumi Shinjiro, anak mantan PM Koizumi Junichiro.

Bedanya dengan Indonesia, mereka menjadi politisi atau menteri setelah orangtuanya tidak mempunyai jabatan di pemerintahan.

Sebenarnya ada satu pertanyaan penting mengenai dinasti. Apakah mereka meneruskan kekuasaan karena melihat pendahulunya gigih dalam bekerja, mengabdi kepada masyarakat, atau menciptakan pembaruan?

Atau sebaliknya, apakah mereka melihat enaknya mempunyai kekuasaan? Mempunyai kemudahan untuk melakukan segala sesuatu, bahkan mendapat puji-pujian di mana-mana?

Menurut pengalaman, saya melihat dinasti umumnya terjadi pada keadaan atau posisi "enak", misalnya di perusahaan milik keluarga yang besar, atau pada dunia perpolitikan.

Jarang terlihat dinasti terjadi pada orang atau pengusaha kecil, pada usaha rakyat perorangan seperti petani atau nelayan.

Saya tidak tahu alasan maupun jawabannya karena sekali lagi, keadaan dapur orang sulit diketahui dan ditebak dari luar atau oleh orang luar.

Kemudian masalah orang muda. Sebagai bagian dari orang muda, saya setuju kalau ada orang seumuran yang ingin duduk di pemerintahan. Untuk posisi tinggi seperti cawapres pun, saya tidak ada masalah.

Bagi saya umur muda, pernah atau tidaknya duduk di pemerintahan bukanlah halangan. Namun, pengetahuan dan kematangan pribadi adalah hal yang menentukan.

Analoginya begini. Orang yang bisa naik sepeda, mungkin dapat naik motor juga. Namun, perlu diingat bahwa untuk mahir naik motor, harus ada persiapan karena motor lebih kompleks dibandingkan dengan sepeda. Banyak hal lain yang perlu dipelajari.

Misalnya saja ada kopling, persneling, busi, dan masih banyak bagian lain yang harus diperhatikan ketika naik motor.

Ukuran dan berat antara sepeda dan motor juga berbeda. Kecepatan antara keduanya pun jelas berlainan. Sebagai catatan, sepeda di sini maksudnya sepeda biasa, bukan sepeda yang digunakan saat sport, misalnya, sepeda balap.

Karena perbedaan mencolok antara keduanya, kita harus memiliki pengetahuan dan kematangan untuk menggendarai, sehigga lebih berhati-hati ketika naik motor dibandingkan dengan saat naik sepeda.

Itu penting karena kalau ada yang tidak beres, akibatnya dapat lebih fatal dibandingkan dengan sepeda. Misalnya, bukan saja diri sendiri celaka, namun orang lain pun bisa celaka atau terkena akibatnya.

Satu lagi mengenai polemik orang muda terutama untuk posisi tinggi di pemerintahan, masalahnya bukan usia. Saya berpendapat, esensinya ada pada bagaimana proses sampai saat terpilihnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com