Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Kampung Naga, Perkampungan Tradisional Sunda

Kompas.com - 26/10/2023, 15:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kampung Naga adalah sebuah perkampungan tradisional Sunda yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Secara administratif, Kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

Dengan luas tanah kurang lebih 4 hektar, Kampung Naga telah digunakan untuk perumahan penduduk, pekarangan, kolam ikan, dan selebihnya digunakan untuk pertanian.

Lantas, bagaimana sejarah Kampung Naga?

Sejarah Kampung Naga

Ada beberapa versi yang menjelaskan mengenai sejarah Kampung Naga.

Menurut versi pertama, disebutkan bahwa sejarah Kampung Naga bermula dari masa kewalian Syekh Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.

Sunan Gunung Jati memiliki seorang abdi bernama Singaparna yang bertugas menyebarkan agama Islam di sebelah barat.

Akhirnya, Singaparna sampai di daerah Neglasari.

Sesampainya di sana, Singaparna disambut baik oleh penduduk setempat sampai-sampai ia disebut Sembah Dalem Singaparna.

Suatu hari, Singaparna mendapat petunjuk untuk bersemedi.

Konon, dalam persemedian tersebut Singaparna mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami salah satu tempat di Desa Neglasari.

Singaparna kemudian mendirikan Bangunan Bumi Ageung sebagai tempat tinggal dan merupakan rumah pertama yang berdiri di sana.

Daerah ini kemudian dikenal sebagai Kampung Naga.

Akan tetapi, masyarakat Kampung Naga sendiri tidak meyakini kebenaran versi sejarah tersebut.

Lebih lanjut, versi kedua merupakan hasil wawancara yang diperoleh dari penduduk yang tinggal di Kampung Naga.

Berdasarkan hasil wawancara itu diperoleh keterangan, bahwa sejarah Kampung Naga pada zaman dahulu ditulis pada daun lontar.

Namun, konon, sekitar tahun 1950-an, lebih tepatnya saat DI/TII Jawa Barat bergelora, Kampung Naga dibakar habis oleh pemimpin DI/TII, Kartosuwiryo dan dokumen-dokumen yang berisi tulisan mengenai Kampung Naga juga ikut terbakar.

Diakui pula oleh kuncen (juru kunci) setempat bahwa Kampung Naga saat ini sudah sulit dilacak.

Sebab, pada zaman dahulu, orang tua di Kampung Naga tidak secara terbuka memberikan informasi mengenai asal-usul leluhur mereka.

Pelacakan sejarah pun semakin dipersulit oleh adat orang Kampung Naga yang melarang untuk menceritakan mengenai asal-usul nenek moyang mereka setiap hari Selasa, Rabu, dan Sabtu.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kampung Inggris di Pare

Konon berasal dari Kerajaan Galunggung

Menurut penjelasan Bapak Harun Alrazid Kasi Kebudayaan Kanwil Depdikbud Tasikmalaya, mengacu pada bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ada, diperkirakan masyarakat Kampung Naga berasal dari Kerajaan Galunggung.

Kerajaan Galunggung adalah kerajaan yang terletak di sekitar Tasikmalaya, Jawa Barat, sejak zaman Hindu.

Pada masa itu, lahan pertanian di Kerajaan Galunggung semakin lama semakin sempit dan kesuburan tanah mulai berkurang.

Alhasil, dicarilah lahan baru untuk meladang.

Para peladang ini kemudian mendapat tempat baru di sebelah timur Kerajaan Galunggung dan menetap di tepian Sungai Ciwulan.

Konon, tempat baru inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Kampung Naga.

Baca juga: Sejarah Kampung Afrika Purworejo, Pemukiman Londo Ireng

Sistem kepercayaan

Penduduk Kampung Naga mengakui bahwa mereka beragama Islam.

Tersebarnya Islam di Kampung Naga sendiri bermula pada abad ke-17.

Saat itu, kerajaan-kerajaan Islam diketahui telah menyebar di Jawa Barat.

Lama-kelamaan masyarakat Kampung Naga juga mendapat pengaruh kebudayaan Islam.

Sejak saat itu, berbagai kegiatan seperti pengajian pun mulai dilaksanakan di Kampung Naga.

Pengajaran mengaji bagi anak-anak di Kampung Naga dilakukan pada malam Senin dan malam Kamis, sementara pengajian bagi orang dewasa dilaksanakan setiap malam Jumat.

Kendati agama Islam sudah sangat berkembang di sana, kepercayaan masyarakat mengenai makhluk halus masih dipegang kuat.

Penduduk Kampung Naga percaya adanya jurig cai, yaitu makhluk halus yang tinggal di air atau sungai.

Lalu, mereka juga mempercayai adanya ririwa, yakni makhluk halus yang suka mengganggu manusia pada malam hari.

Baca juga: Patipi Pulau, Kampung Kecil di Papua yang Memeriahkan Lailatul Qadar

Sistem kemasyarakatan

Menurut catatan terakhir, Kampung Naga berpenduduk 314 jiwa yang menghuni 105 rumah.

Orang Naga yang masih tinggal di kampung tersebut masih sangat memegang kuat adat istiadat warisan nenek moyangnya.

Di Kampung Naga juga ada dua macam sistem kepemimpinan, yaitu formal dan nonformal.

Kepemimpinan formal, yaitu kepemimpinan yang termasuk ke dalam struktur dalam organisasi desa, yaitu RK dan RT.

Sementara itu, kepemimpinan nonformal disebut juga kepemimpinan adat, yakni khusus memimpin adat istiadat yang berlaku dan harus terus dipertahankan dan dilaksanakan.

Umumnya, kepemimpinan adat dipegang oleh kuncen setempat, di mana secara turun-temurun kuncen hanya boleh dijabat oleh laki-laki.

Lamanya kuncen menjabat juga tidak dapat dipastikan, karena berdasar pada kemampuan sang kuncen masih mampu atau tidak menjalankan tugasnya.

 

Referensi:

  • Maria, Siti. Rosyadi. Dewi Indrawati. Renggo Astuti. (1995). Sistem Keyakinan pada Masyarakat Kampung Naga dalam Mengelola Lingkungan Hidup (Studi Tentang Pantangan dan Larangan). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com