Untuk memulihkan loyalitas mereka, Sultan Sibori meminta bantuan dari Gubernur Maluku, Padtbrugge.
Atas dasar perjanjian-perjanjian VOC dan Kesultanan Ternate, Padtbrugge mau membantu sultan.
Baca juga: Kerajaan Ternate: Sejarah, Letak, Masa Kejayaan, dan Peninggalan
Meski "bersahabat" dengan VOC, Sultan Sibori Amsterdam tetap tidak senang dengan monopoli rempah-rempah VOC yang dipaksakan pada masa pemerintahan ayahnya.
Selain membuat kas istana selalu kurang, monopoli VOC membuat hubungan kerajaan dengan daerah-daerah bawahannya menjadi renggang.
Hubungan VOC dengan kesultanan memburuk ketika Sultan Sibori dan Padtbrugge berselisih terkait penyebaran agama Kristen di kesultanan.
Akhirnya, Sultan Sibori memilih mundur ke Jailolo di Pulau Halmahera dan secara terbuka mengobarkan perang terhadap VOC.
Peperangan meletus pada 1679, di mana sultan mendapat dukungan dari Halmahera Utara dan Bacan.
Namun, karena kubu sultan tidak solid, peperangan dapat dihentikan VOC pada 1681.
Baca juga: Raja-Raja Kerajaan Ternate
Pada Agustus 1681, Sultan Sibori Amsterdam ditangkap oleh Belanda dan dibawa ke Batavia untuk diinterogasi.
Sultan tidak diasingkan atau dieksekusi, tetapi dipaksa menandatangani perjanjian yang menyatakan Kesultanan Ternate menjadi bawahan VOC.
Pada 17 Juli 1683, status Kesultanan Ternate sebagai negeri berdaulat resmi dihapuskan dan menjadi vasal VOC.
Sejak itu hingga kematiannya pada 27 April 1690, Sultan Sibori tetap duduk di singgasana. Namun, perannya tidak lebih dari sekadar raja boneka.
Referensi: