KOMPAS.com - Herman Willem Daendels dan Thomas Stamford Raffles merupakan dua pejabat tersohor yang pernah ditugaskan di Hindia Belanda, nama Indonesia pada masa penjajahan.
Daendels merupakan politikus Belanda yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda periode 1808-1811.
Sedangkan Raffles adalah negarawan Inggris yang ditugaskan sebagai Letnan Gubernur Hindia Belanda antara 1811 hingga 1816.
Daendels dan Raffles sama-sama mengemban tugas berat, sebagai imbas dari perubahan peta politik di Eropa.
Meski masa tugas Daendels dan Raffles di Hindia Belanda tidak lebih dari lima tahun, mereka membuat serangkaian kebijakan dan perubahan besar yang membuat namanya begitu dikenal hingga kini.
Lantas, bagaimana berakhirnya kekuasaan Raffles dan Daendels di Indonesia?
Baca juga: Peninggalan Raffles di Indonesia
Herman Willem Daendels mengisi jabatan Gubernur Hindia Belanda ke-36 atas kuasa dari Louis Napoleon, ketika Belanda sedang dikuasai Perancis.
Tugas Herman Willem Daendels di Indonesia adalah mempertahankan Pulau Jawa dari ancaman Inggris.
Daendels juga harus memperkuat pertahanan, memperbaiki administrasi pemerintahan, dan memperbaiki kehidupan sosial ekonomi di Nusantara, khususnya Jawa.
Ketika menjalankan tugasnya, ia memerintah Indonesia dengan sistem kediktatoran dan dikenal kerap menerapkan kebijakan yang menyengsarakan rakyat.
Daendels juga membuat kesalahan besar dengan menjual tanah kepada pihak swasta dan hasilnya digunakan untuk memperkaya diri sendiri.
Padahal ia selalu memberi hukuman berat terhadap pegawai dan pejabat Belanda yang melakukan korupsi.
Selama tiga tahun memerintah, Daendels juga dianggap gagal melaksanakan tugasnya karena program yang dijalankan dinilai merugikan negara akibat korupsi semakin merajalela.
Akhirnya, pada tahun 1811, Daendels dipanggil pulang ke Belanda dan kekuasaannya di Hindia Belanda pun berakhir.
Baca juga: Mengapa Daendels Dipanggil Pulang ke Belanda?
Pengganti Daenderls, Gubernur Jenderal Jan Willem Janssens, menyerah kepada Inggris hanya selang beberapa bulan memerintah di Hindia Belanda.
Penyerahan Janssens secara resmi ke pihak Inggris ditandai dengan adanya Kapitulasi Tuntang, yang ditandatangani pada 18 September 1811.
Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, Lord Minto yang berkedudukan di India mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai wakilnya dengan pangkat Letnan Gubernur di Jawa.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya Raffles berkuasa penuh di Nusantara.
Ia pun segera mengambil langkah-langkah penting dalam rangka menciptakan suatu sistem yang bebas dari unsur paksaan seperti yang diterapkan oleh Belanda dan Daendels.
Kebijakan yang diterapkan oleh Raffles meliputi bidang politik, ekonomi, sosial, hukum, dan ilmu pengetahuan.
Salah satu kebijakan Raffles yang bertahan lama adalah membagi Pulau Jawa ke dalam 16 karesidenan, yang dibagi lagi menjadi beberapa distrik.
Baca juga: Kebijakan Raffles di Indonesia
Raffles hanya bertugas di Hindia Belanda selama sekitar lima tahun.
Berakhirnya kekuasaan Raffles di Indonesia seiring dengan perubahan peta politik di Eropa.
Pada 1814, Inggris dan Belanda mengadakan pertemuan di London. Pertemuan menghasilkan kesepakatan yang disebut Konvensi London, yang ditandatangani pada 13 Agustus 1814.
Konvensi London menyatakan bahwa Inggris sepakat untuk mengembalikan Hindia Belanda kepada Belanda.
Penyerahan kekuasaan tersebut baru terealisasi dua tahun kemudian, tepatnya pada 19 Agustus 1816 di Batavia.
Dalam proses penyerahan kekuasaan, Inggris diwakili oleh John Fendall, pengganti Raffles.
Raffles dicopot dari jabatannya sebelum serah terima Indonesia dari Inggris kepada Belanda.
Ia dicurigai telah melakukan korupsi dan membuat keuangan koloni selama pemerintahannya menjadi buruk.
Sebelum dicopot, Raffles sempat berlayar ke Inggris untuk membersihkan namanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.