Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Orang Miskin, Kisah Rakyat Asal Minangkabau

Kompas.com - 10/08/2023, 17:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dikisahkan, di suatu daerah di Minangkabau, tinggal seorang yang sangat miskin.

Ia tidak memiliki rumah serta ladang. Setiap harinya, si orang miskin ini bekerja sebagai pencukur rambut.

Sementara itu, si orang miskin memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup ketiga anaknya.

Di tengah kondisi perekonomian yang sangat sulit, tiba-tiba bencana kelaparan melanda.

Lalu, bagaimana nasib si orang miskin?

Baca juga: Pemburu dan Kera, Cerita Rakyat Minangkabau

Kisah orang miskin

Ketika bencana kelaparan terjadi, si orang miskin sangat memikirkan nasib ketiga anaknya.

Terlebih, pada saat itu, tidak ada orang yang ingin cukur rambut, sehingga si orang miskin sama sekali tidak memiliki uang.

Kondisi ini kemudian membuat anak tertuanya berpikir untuk pergi merantau dan mencari uang demi membantu keluarganya bertahan hidup.

Pergilah anak ini keluar masuk hutan, sebelum akhirnya ia sampai di rumah penyamun.

Sang penyamun kemudian melihat anak itu dan bertanya, “Hendak pergi ke mana kamu?”.

Si anak menjawab, “ Saya pergi mencari baju dan mencari makan”.

“Besok kamu akan mendapat apa yang kamu cari. Mampirlah nanti ke rumah saya”, kata si penyamun.

Sang anak menjawab, “baiklah”.

Alhasil, menginap si anak di rumah penyamun itu. Ia diberi makanan dan minuman.

Keesokan siangnya, anak ini pergi melanjutkan perjalanannya dan sampai di rumah seorang yang sudah tua.

Orang tua itu juga menanyakan hal yang sama seperti yang ditanyakan sang penyamun.

Karena merasa iba dengan kondisi anak itu, si orang tua memberikannya setangkai beringin emas.

Apabila beringin emas itu diguncang, banyak emas akan berjatuhan.

Setelah mendapatkannya, si anak memutuskan untuk pulang.

Baca juga: Gajah dan Burung Pipit, Cerita Rakyat Minangkabau

Ia kembali menginap di rumah sang penyamun.

Namun ternyata, si penyamun memiliki niat jahat, di mana ia menukar beringin emas yang dibawa anak itu dengan beringin emas palsu.

Keesokan harinya, begitu si anak sampai di rumah, ia segera memanggil ibu dan bapaknya untuk sama-sama mengguncang beringin emas pemberian si orang tua.

Malangnya, tidak ada satu emas pun yang jatuh.

Si anak yang bersedih hati memutuskan untuk mencari keberadaan si kakek.

Saat sudah bertemu dengan si kakek, ia diberikan sebuah peti, yang konon dipenuhi dengan nasi lengkap dengan lauk-pauknya.

Namun, lagi-lagi peti itu ditukar oleh si penyamun dengan peti palsu.

Kali ini, si anak bungsu yang memutuskan pergi mencari si kakek.

Ia diberi sebuah tongkat yang konon dapat memukulkan dirinya kepada siapa saja yang berbuat jahat.

Dibawalah tongkat itu oleh si anak bungsu ke rumah orang tuanya.

Namun, saat menginap di rumah sang penyamun, tongkat itu hendak ditukar dengan tongkat lain.

Baru saja penyamun akan mengambil tongkat, tetapi benda itu langsung memukulinya hingga meninggal dunia.

Keesokan harinya, si anak bungsu dikagetkan oleh kondisi sang penyamun yang sudah tidak bernyawa.

Si anak bungsu kemudian menyadari bahwa ternyata selama ini si penyamunlah yang berbuat jahat dan menukar setiap pemberian si kakek dengan barang-barang palsu.

Tanpa berpikir lama, si anak bungsu langsung mencari beringin emas dan peti yang asli.

Setelah menemukannya, ia langsung bergegas pulang.

Sejak saat itu, kehidupan si orang miskin mulai berubah. Ia menjadi seorang yang kaya raya.

 

Referensi:

  • Djamaris, Edwar. (2001). Cerita Rakyat Minangkabau. Jakarta: Pusat Bahasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com