ERIC Weiner, penulis buku The Geography of Bliss, dengan riang menceritakan pengalamannya menghisap ganja di salah satu kedai narkoba di Rotterdam, Belanda. Lebih dari seperempat kedai di kota tersebut menjajakan aneka ragam menu ganja.
Koresponden National Public Radio tersebut tampak gagap ketika memasuki salah satu kedai ganja untuk pertama kalinya. Dia gagap karena tidak menyangka ternyata pilihan menunya beragam.
Setelah mendapatkan sedikit penjelasan, pria lulusan perguruan tinggi di New Jersey, AS tersebut memilih jenis ringan, ganja Maroko, bukan ganja Thailand atau Afghanistan yang saat itu sedang menjadi sajian utama.
Weiner ‘wajib’ mencoba ganja Belanda sebagai bagian dari riset kebahagiaan yang sedang dilakukannya. Pria Amerika Serikat itu menikmati kelembutan efeknya.
Tidak seperti ketika Panji menceritakan efek berat menu ganja yang dikonsumsinya ketika di Belanda dalam salah satu lawakannya.
Namun, penjelajah puluhan negara tersebut juga berimajinasi pada saat ganja Maroko tersebut berada di dalam korteks serebralnya dengan bertanya-tanya: Bagaimana kalau saya tinggal di sini terus? (untuk menikmati ganja).
Mungkin imajinasinya sampai pada kesimpulan kedai yang dikunjunginya, Alpha Blondie Coffee Rotterdam, atau bahkan mungkin kedai-kedai ganja lainnya di Belanda, akan menjadi tujuan akhir dari ekspedisi kebahagiaan yang sedang dicarinya ke berbagai belahan dunia.
Kesenangan (pleasure), merujuk kamus Cambridge online, adalah perasaan kenikmatan atau kepuasan, atau sesuatu yang menghasilkan perasaan ini.
Umat manusia, atau bahkan semua makhluk hidup, akan selalu berupaya meraih kesenangan. Celakanya, konsepsi atau persepsi manusia atas kesenangan tersebut berbeda dan bahkan tidak ada habisnya, begitu juga berbeda terhadap sesuatu yang dianggap menghasilkan rasa kesenangan tersebut.
Karena kesenangan ini diburu oleh segenap umat manusia, maka kesenangan menjadi peluang bisnis bagi pencari uang.
Kesenangan kemudian beralih menjadi bisnis utama umat manusia dari zaman ke zaman. Nikotin, ganja, alkohol, judi, prostitusi, dan ragam kesenangan lainnya diburu manusia dari masa ke masa.
Sedangkan uang adalah ‘tuhan’ dari kesenangan itu sendiri. Ketika uang dan kesenangan berkelindan dalam ruang perburuan yang sama, maka pelaku tidak lagi peduli dengan norma.
Baginya, keuntungan adalah mendapatkan kesenangan tersebut dan masa bodoh dengan dampak buruk yang menimpanya kemudian.
Agar bisnis kesenangan dengan prospek uang besar ini langgeng, maka kesenangan diciptakan dan dibuat agar pelanggan produk bisnisnya langgeng. Di titik inilah candu menjadi bisnis utama, bisnis besar kesenangan.
Kenapa perusahaan-perusahaan rokok sangat senang menjadi sponsor acara-acara musik, itu karena sasaran produk rokok yang paling menguntungkan bagi pebisnis rokok adalah penonton acara musik yang notabene adalah kaum muda.