ADA anekdot dari pesantren saya di Bojonegoro, Jawa Timur, dulu. Seorang lurah pondok mbalah (membacakan teks Arab dengan makna Jawa) ke para santri lainnya.
Dia membaca Kitab Fathul Qarib, karya Abu Syujak, kitab klasik gundul tentang fiqh/hukum Islam yang perlu diberi makna Jawa kata per kata. Dia ambil bab istinjak (bersuci setelah buang air).
Sang lurah membaca “wal hajaru, lan ratu/dan ratu”. Para santri lainnya protes, “Bukan Gus, seingatku hajar itu watu/batu, bukan ratu”.
Huruf r/ra dan w/wau memang mirip-mirip, apalagi pentol wau-nya hilang karena terhapus tintanya.
Lurahnya merasa bersalah dan juga ingat. Tetapi dia ngeles: “Lha iya batunya gedhe-gedhe, ratunya batu”. Menang juga akhirnya dia.
Batu adalah alat dan senjata paling kuno dalam sejarah konflik manusia. Lurah pondok itu tidak salah melempar batu balik kepada kawan-kawan santrinya. Ratunya batu, besar-besar.
Batu lebih tua dari manusia. Batu seusia planet bumi itu sendiri, empat miliar tahun, menurut teori geologi dan astrofisika. Batu adalah formasi awal dalam proses kejadian planet ini.
Batu umum ditemukan di planet-planet yang sifatnya teritorial, keras, bukan gas raksasa seperti Jupiter, Saturnus, Neptunus, atau Uranus.
Manusia menjumpai batu dan menjadikannya senjata atau alat. Masa awal itu sering disebut zaman batu, era yang manusia kenal hanyalah batu saja, belum ditemukannya metal seperti baja, besi, timah atau emas.
Dua setengah juta tahun yang lalu makhluk sejenis manusia sudah menggunakan batu. Era itu disebut era batu. Baru tiga ribu SM manusia mulai intensif mengenal metal untuk peralatan sehari-hari dan senjata perang.
Di era Mesir kuno, batu dijadikan senjata meyerang musuh. Semacam katapel, lempar batu dengan tali, ditemukan di era Fir’aun Tutankhamen (meninggal 1325 SM).
Dalam perang kuno Pelopponesia di Yunani lima ratus tahun SM, ada unit tentara yang khusus terlatih dengan alat katapel ini.
Di era Romawi kuno pun, batu masih berperan, walaupun pedang, tameng, helm dan senjata-senjata dari metal sudah umum.
Batu bisa dilempar begitu saja, atau sling-shot (karet ditarik di atas kayu, semacam katapel). Semua tradisi sepertinya menceritakan lempar batu sebagai senjata.
Perang Mataram Islam di bawah Sultan Agung melawan Belanda pun melibatkan lempar batu dari gunung (1628-1629). Ada penggunaan lempar batu lain secara hukum adat.