KOMPAS.com - Perang Bani Musthaliq terkadang disebut sebagai Perang Muraisi, Perang Maharib, dan Perang A'ajib.
Dalam perang ini, umat Muslim yang dipimpin oleh Rasulullah melawan Bani Musthaliq, keturunan kabilah Khuza'ah.
Pasukan Islam berhasil memenangkan Perang Bani Musthaliq, tetapi menghadapi persoalan baru akibat isu perselingkuhan istri Rasulullah, Aisyah, yang disebarkan oleh orang-orang munafik.
Berikut sejarah Perang Bani Musthaliq.
Baca juga: Perang Daumatul Jandal, Pembuka Perjalanan Pasukan Islam
Bani Musthaliq menempati wilayah Qudaid dan Usfan, yang terletak di sepanjang jalan dari Madinah menuju Mekkah.
Posisi wilayah inilah yang menjadi salah satu pemicu perang Bani Musthaliq antara umat Islam dan kaum Quraisy.
Pasalnya, wilayah ini merupakan jalur utama perdagangan kafilah-kafilah dagang Arab.
Baca juga: Perang Hamra Al-Asad, Upaya Rasulullah Melemahkan Mental Musuh
Para ulama dan ahli sejarah berpeda pendapat terkait kapan terjadinya Perang Bani Musthaliq.
Setidaknya ada tiga argumen yang selama ini diperdebatkan. Menurut Ibnu Ishaq, Khalifah bin Khayyath, dan Ibnu Jarir Ath-Thabari, Perang Bani Musthaliq terjadi pada tahun 6 Hijriah di bulan Sya'ban.
Pendapat Al-Mas'udi meyakini perang ini berlangsung pada bulan Sya'ban 4 Hijriah.
Sedangkan Musa bin Uqbah, Ibnu Sa'ad, Ibnu Qutaibah, Al-Baladzuri, Adz-Dhahabi, Ibnul Qayyim, Ibnu Hajar, dan Ibnu Katsir, berargumen apabila Perang Bani Musthaliq terjadi pada bulan Syaban 5 Hijriah.
Baca juga: Sejarah Perang Dzatur Riqa
Ketika Rasulullah mendengar tentang rencana serangan Bani Musthaliq, diutuslah Buraidah bin Al-Hashib Al-Aslami untuk memastikan.
Buraidah bahkan mendekati Harits bin Abi Dhirar langsung untuk mencari informasi dan memastikan bahwa rencana serangan Bani Musthaliq ke Madinah memang benar.
Setelah mendengar kepastian dari Buraidah, Rasulullah memimpin 700 pasukan dengan 30 orang penunggang kuda dari Madinah.
Serangan serentak pasukan Islam yang dilancarkan pada saat Bani Musthaliq sedang lengah, sangat efektif untuk menundukkan lawan.
Banyak dari pasukan Bani Musthaliq yang terbunuh, sementara anak-anak dan perempuan menjadi tawanan perang.
Salah satu perempuan yang menjadi tawanan adalah Juwairiah binti Al-Harits, putri pemimpin Bani Musthaliq.
Singkat cerita, Rasulullah menikahi Juwairiah binti Al-Harits. Setelah peristiwa itu, semua tawanan dibebaskan dan mereka bersedia masuk Islam, termasuk Harits bin Abi Dhirar pemimpin kabilah.
Baca juga: Pahlawan-Pahlawan Wanita dalam Perang Uhud
Melansir NU Online, istri Rasulullah, Aisyah, ikut serta dalam Perang Bani Musthaliq.
Dalam perjalanan kembali ke Madinah, Aisyah tertinggal dari tandu yang membawanya.
Secara kebetulan, seorang sahabat bernama Shafwan bin Mu'atthal juga tertinggal dari rombongan di tempat berbeda.
Ketika melihat Aisyah, Shafwan menawari untuk naik ke unta miliknya. Dari situlah muncul isu yang disebarkan oleh orang munafik bernama Abdullah bin Ubay, bahwa Aisyah berselingkuh.
Peristiwa itu membuat Aisyah malu hingga jatuh sakit. Di kalangan sahabat Nabi juga sempat terjadi ketegangan.
Keadaan berangsur normal ketika turun surat An-Nur ayat 11, yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.”
Baca juga: Siapa yang Mengusulkan Membuat Parit pada Perang Khandaq?
Orang-orang munafik yang paling getol menyebarkan berita bohong tersebut mendapat hukuman berupa 80 kali cambukan.
Mereka adalah Misthah bin Utsatsah, Hassan bin Tsabit, dan Hamnah binti Jahsy.
Referensi:
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.