KOMPAS.com - Sultan Bayanullah adalah raja Ternate yang berkuasa dari tahun 1500 hingga 1521.
Dalam sumber-sumber Portugis, ia terkadang dipanggil Abu Lais atau Kaicili Leliatu.
Sebagai sultan kedua dari Kerajaan Ternate, Sultan Bayanullah berupaya memperkuat nilai-nilai Islam dalam setiap langkahnya untuk memajukan kerajaan.
Pada masa pemerintahan Sultan Bayanullah pula, Ternate untuk pertama kalinya melakukan kontak dan bekerja sama dengan bangsa Portugis.
Baca juga: Mengapa Ternate Dapat Berkembang Menjadi Kerajaan Maritim?
Sultan Bayanullah adalah putra dari Sultan Zainal Abidin, sultan pertama Kerajaan Ternate yang berkuasa antara 1486-1500.
Segera setelah naik takhta, Sultan Bayanullah melanjutkan langkah Islamisasi di Maluku yang dimulai oleh ayahnya.
Sultan Bayanullah juga memperkuat syariat Islam di kerajaannya dengan membuat sejumlah kebijakan, di antaranya:
Baca juga: Sultan Zainal Abidin, Peletak Dasar Islam di Kerajaan Ternate
Di samping itu, Sultan Bayanullah juga mengadopsi teknik pembuatan perahu dan senjata dari orang Arab dan Turki untuk memperkuat militer kerajaan.
Pada 1506, datang orang Eropa pertama di Maluku, yakni Loedwijk de Bartomo.
Langkah Sultan Bayanullah dalam mempertegas Ternate sebagai kerajaan Islam menuai pujian dari orang-orang Barat yang mulai datang ke Maluku.
Peraturan bernapas Islam yang diberlakukannya membuatnya dipandang sebagai pelopor peradaban rakyat Maluku.
Selama berabad-abad, Ternate adalah pusat perdagangan cengkeh yang penting di Maluku.
Bangsa Portugis, yang mengincar rempah-rempah Maluku, tiba di Ternate pada 1512.
Baca juga: Proses Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
Mendengar kedatangan bangsa Portugis, Sultan Bayanullah mengutus saudaranya untuk mengundang mereka.
Salah satu awak bernama Francisco Serrao bertemu sultan dan menunjukkan itikad baiknya untuk membeli rempah-rempah.