Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kehidupan Agama Kerajaan Singasari

Kompas.com - 09/01/2023, 22:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Kerajaan Singasari merupakan salah satu kerajaan terbesar di Indonesia pada masa Hindu-Buddha.

Berdiri selama abad ke-13, lokasi Kerajaan Singasari berada di Malang, Jawa Timur.

Meski riwayatnya hanya bertahan selama 70 tahun, pada masa kejayaannya kehidupan ekonomi dan politik kerajaan berkembang pesat.

Raja Kertanegara yang memimpin selama masa kejayaan Kerajaan Singasari juga melakukan usaha perluasan wilayah ke seluruh Nusantara dan menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan asing.

Lalu bagaimana kehidupan agama Kerajaan Singasari?

Baca juga: Kerajaan Singasari: Letak, Silsilah, Kehidupan Sosial, dan Peninggalan

Apa agama dari Kerajaan Singasari?

Kehidupan agama Kerajaan Singasari terjadi sinkretisme antara agama Hindu dan Buddha, menjadi bentuk Siwa-Buddha.

Hal itu terlihat terutama pada masa pemerintahan penguasa terakhir Singasari, Raja Kertanegara (1268-1292).

Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok pada 1222, setelah mengalahkan Kerajaan Kediri dengan dukungan dari para brahmana.

Ken Arok sebenarnya datang dari golongan sudra atau kasta terendah dalam agama Hindu.

Ketika menjadi akuwu (camat) di Tumapel, Ken Arok didatangi para brahmana dari Kediri untuk meminta perlindungan dari rajanya yang kejam.

Para brahmana ini yang menobatkan Ken Arok menjadi raja Tumapel atau Singasari dengan gelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.

Dengan izin para brahmana pula, Ken Arok memakai nama Bathara Guru sebelum menaklukkan Kediri.

Baca juga: Ken Arok: Asal-usul, Pengkhianatan, dan Akhir Hidup

Dalam kepercayaan masyarakat Hindu di Indonesia, Bathara Guru adala perwujudan Dewa Siwa yang merajai kahyangan.

Sejak awal berdirinya Kerajaan Singasari, diperkirakan kehidupan agama Hindu dan Buddha berjalan harmonis.

Seperti diketahui, permaisuri Ken Arok, yakni Ken Dedes, merupakan putri dari seorang pendeta Buddha aliran Mahayana bernama Mpu Purwa.

Namun, kehidupan agama di Kerajaan Singasari dari masa Ken Arok hingga Wisnuwardana (1248-1268) tidak banyak tercatat.

Salah satu alasannya, Kerajaan Singasari kerap mengalami gejolak akibat tindakan balas dendam yang mengakibatkan tewasnya para raja di tangan Keris Mpu Gandring.

Barulah pada masa Raja Kertanegara (1268-1292), penguasa terakhirnya, kehidupan Kerajaan Singasari menjadi sangat tertata dan mampu mencapai puncak kejayaan.

Baca juga: Kertanegara, Pembawa Kejayaan dan Raja Terakhir Kerajaan Singasari

Kertanegara adalah raja yang sangat terkenal, baik dalam bidang politik maupun keagamaan.

Kitab Negarakertagama bahkan menggambarkannya sebagai seorang raja yang tidak ada bandingannya di antara Singasari sebelumnya.

Dalam bidang keagamaan, ia dikenal sebagai seorang penganut Buddha Tantrayana. Aliran itu bercampur dengan pemujaan terhadap Siwa-Bhairawa.

Bahkan menurut Kitab Negarakertagama pupuh 56, Kertanegara menginginkan para pemeluk agama Siwa dan Buddha akan selalu mengadakan ibadah bersama.

Usaha untuk mempertemukan agama Siwa dan Buddha pun diwujudkan dalam pembangunan candi, salah satunya Candi Singasari, yang masih berdiri tidak jauh dari Kota Malang.

Kendati demikian, pembauran yang dilakukan dua agama ini tidak berlaku dalam seluruh sistem.

Baca juga: Jayakatwang, Pemberontak yang Mengakhiri Singasari

Sinkretisme atau pembauran hanya dalam hal pengertian Siwa dan Buddha sebagai Kenyataan Tertinggi (The Highest Reality) yang Tunggal, sedangkan kedua agama ini tetap dibedakan.

Ketika Raja Kertanegara wafat pada 1292, ia dicandikan di Singasari dengan tiga arca perwujudan yang melambangkan trikaya, yaitu:

  • Sebagai Siwa-Buddha dalam bentuk Bhairawa yang melambangkan nirmanakaya
  • Sebagai Ardhanari lambang sambhogakaya
  • Sebagai Jina dalam bentuk Aksobhya yang melambangkan dharmmakaya.

 

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Santiko, Hariani. (2020). Kehidupan Beragama Raja Kertanegara. KALPATARU, Majalah Arkeologi, 29 (1) 29-38.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com