KOMPAS.com - Wisnuwardhana adalah raja Kerajaan Tumapel atau lebih dikenal sebagai Kerajaan Singasari.
Tidak diketahui dengan pasti kapan lahirnya raja Singasari ini, tetapi ia di diperkirakan meninggal pada 1268 M.
Selain itu, kisah Wisnuwardhana diceritakan secara berbeda dalam Kitab Negarakertagama dan Pararaton, yang menjadi sumber sejarah Kerajaan Singasari dan Majapahit.
Namun yang pasti, Wisnuwardhana adalah ayah dari Kertajaya, raja terakhir Singasari, sekaligus kakek dari Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Wisnuwardhana adalah penguasa yang menurunkan raja-raja Majapahit.
Baca juga: Kerajaan Singasari: Letak, Silsilah, Kehidupan Sosial, dan Peninggalan
Dalam temuan di Prasasti Malurung yang berangka 1255 M, disebutkan bahwa ayah dari Kertanegara bernama Seminingrat.
Nama itu juga ditemukan dalam Prasasti Maribong yang berangka 1248 M, dan Seminingrat diduga sebagai nama asli Wisnuwardhana.
Menurut Prasati Maribong, setelah naik takhta, Wisnuwardhana bergelar Sri Jayawisnuwardhana Sang Mapanji Seminingrat Sri Sakala Kalana Kulama Dhumardana Kamaleksana, yang memerintah antara 1248-1268 M.
Dalam Kitab Nagarakretagama, tidak disebutkan siapa nama sebenarnya dari Wisnuwardhana. Sedangkan Pararaton menyebut Wisnuwardhana sebagai Ranggawuni.
Baca juga: Politik Luar Negeri Kerajaan Singasari
Meski Negarakertagama dan Pararaton menggambarkan kehidupan Wisnuwardhana secara berbeda, tetapi dua kitab tersebut menyatakan bahwa Wisnuwardhana adalah putra dari Anusapati, yang merupakan putra dari Tunggul Ametung dengan Ken Dedes.
Ketika Anusapati naik takhta di Tumapel pada 1249, tidak berselang lama ia mati dibunuh oleh Tohjaya, putra Ken Arok dengan selirnya yang bernama Ken Umang.
Anusapati memiliki putra bernama Ranggawuni atau Wisnuwardhana, yang menyaksikan Tohjaya menjadi raja Tumapel.
Pada 1250, pembantu Tohjaya yang bernama Pranaraja menghasut raja untuk menyingkirkan keponakannya, yaitu Ranggawuni dan Mahisa Cempaka, karena dianggap dapat mengancam takhtanya.
Tohjaya kemudian mengutus Lembu Ampal untuk mengeksekusi dua keponakannya itu, tetapi gagal karena Ranggawuni dan Mahisa Cempaka dilindungi pegawai istana yang bernama Panji Patipati.
Baca juga: Kitab Pararaton: Isi dan Kritik dari Para Ahli
Lembu Ampal bahkan memilih berpindah kubu untuk bergabung dengan Ranggawuni dan Mahisa Cempaka.