KOMPAS.com - Kehidupan manusia di Nusantara sudah ada sejak zaman prasejarah yang juga dikenal sebagai masa praaksara atau nirleka.
Praaksara berasal dari dua kata, yaitu pra yang berarti sebelum dan aksara yang berarti tulisan, sehingga praaksara berarti zaman ketika manusia belum mengenal tulisan.
Perlu diketahui, bahwa zaman praaksara juga memiliki sebutan lain, yakni zaman nirleka.
Baca juga: Perbedaan Zaman Prasejarah dan Zaman Praaksara
Nirleka berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu nir yang artinya tidak ada dan leka yang artinya tulisan, sehingga zaman nirleka adalah zaman tidak adanya tulisan atau ketika manusia belum mengenal tulisan.
Kehidupan manusia pada zaman nirleka dapat diketahui berdasarkan peninggalan-peninggalan bersejarah seperti fosil dan artefak.
Contoh beberapa artefak pada zaman nirleka adalah kjokkenmoddinger atau sampah dapur yang terdiri atas tumpulkan kulit kerang yang menggunung atau membentuk bukit.
Lalu, ada juga Abris sous roche atau tempat perlindungan di bawah karang yang dijadikan tempat tinggal oleh manusia purba.
Pada zaman nirleka, manusia purba berkomunikasi dan berbincang kepada manusia lain dengan cara langsung bertemu, melalui orang lain, atau menggunakan sebuah simbol.
Dalam sejarah, zaman nirleka atau praaksara berdasarkan geologi dibagi ke dalam empat zaman, sebagai berikut:
Sementara itu, berdasarkan arkeologi, zaman praaksara dibagi ke dalam dua zaman, yaitu Zaman Batu dan Zaman Logam.
Baca juga: Pembabakan Masa Prasejarah Berdasarkan Geologi
Zaman Nirleka berakhir setelah ditemukannya tulisan.
Batas pergantian antara zaman prasejarah dan zaman sejarah adalah setelah ditemukannya tulisan. Sesuai dengan pengertian sejarah, yaitu zaman setelah adanya tulisan.
Cara manusia purba mengakhiri zaman prasejarah tidak selalu sama. Contohnya, zaman prasejarah pada bangsa Mesir berakhir sekitar tahun 4000 SM.
Adapun di Indonesia, zaman prasejarah baru berakhir sekitar abad ke-5 setelah Kerajaan Kutai didirikan.
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
Referensi: