Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara-negara Jajahan Inggris

Kompas.com - 09/09/2022, 15:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Inggris adalah sebuah negara yang disebut-sebut paling banyak menjajah bangsa lain.

Berdasarkan hasil studi yang ada, sekitar 90 persen negara di dunia ternyata pernah dijajah oleh Inggris.

Akan tetapi, dari banyaknya negara itu, hanya sebagian kecil yang pernah secara penuh menjadi wilayah Kerajaan Inggris.

Sementara itu, beberapa negara lainnya hanya dimasukkan ke dalam daftar karena kurang lebih Inggris pernah datang ke wilayah mereka.

Berikut ini sejumlah negara jajahan Inggris serta persemakmuran Kerajaan Britania Raya:

  • Australia
  • Afganistan
  • Bahrain
  • Brunei Darusallam
  • India
  • Indonesia
  • Irak
  • Iran
  • Israel
  • Kuwait
  • Maladewa
  • Malaysia
  • Myanmar
  • Pakistan
  • Singapura
  • Yordania
  • Amerika Serikat
  • Bahama
  • Kanada
  • Jamaika
  • Dominika
  • Trinidad dan Tobago
  • Guyana
  • Afrika Selatan
  • Bostwana
  • Ghana
  • Kamerun
  • Kenya
  • Mesir
  • Nigeria
  • Sudan
  • Somalia
  • Uganda
  • Zimbabwe
  • Vanuatu
  • Papua Nugini
  • Republik Irlandia
  • Malta
  • Gibraltar

Baca juga: Negara-Negara Bekas Jajahan Belanda

Indonesia (1811-1816)

Inggris pernah menjajah Indonesia selama kurang lebih lima tahun, sejak 1811 hingga 1816.

Ketertarikan Inggris terhadap Indonesia disebutkan dimulai ketika penjelajah F Drake singgah di Ternate pada 1579.

Setelah itu, mulai berdatangan ekspedisi lain yang dikirim melalui kongsi dagang East Indian Company (EIC).

Pemerintah kemudian memberikan hak istimewa kepada EIC.

Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada abad ke-18, banyak pedagang Inggris mulai berdagang di Indonesia, seperti di wilayah Ambon, Banda, Kalimantan, Makassar, dan Jakarta.

Kemudian, pada 4 Agusus 1811, sebanyak 60 kapal Inggris mulai berlabuh di pelabuhan Batavia yang merupakan pusat kekuatan Belanda.

Inggris yang saat itu dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles berusaha mengambil alih kedudukan Belanda atas Indonesia.

Raffles pun berhasil merebut seluruh kekuasaan Belanda di Indonesia melewati penandatanganan perjanjian Tuntang pada 18 September 1811.

Salah satu isi dari Perjanjian Tuntang adalah pemerintah Belanda menyerahkan Indonesia kepada Inggris.

Selama berkuasa di Indonesia, Inggris telah menetapkan beberapa kebijakan baru.

Kebijakan Inggris di Indonesia adalah:

  • Menerapkan sistem sewa tanah atau land rent system. 
  • Menghapus kerja rodi.
  • Menghapus perbudakan.
  • Meniadakan pynbank atau hukuman kejam dengan melawan harimau.

Akan tetapi, setelah Belanda kembali memegang kendali atas Indonesia melewati Konvensi London pada 1816, kekuasaan Inggris di Indonesia harus berakhir.

Baca juga: Kebijakan Raffles di Indonesia

Myanmar (1824-1948)

Inggris berkuasa atas Myanmar selama 62 tahun, sejak 1824 hingga 1886.

Hal yang melatarbelakangi penjajahan Inggris di Myanmar adalah setelah Britania melakukan aneksasi atau pencaplokan beberapa wilayah di Burma, Myanmar, pasca-pertempuran Britania-Burma.

Perang Britania-Burma pertama berlangsung sejak 1823 hingga 1826, yang dimenangi pihak Inggris.

Sejak saat itu, Inggris mulai mencaplok wilayah-wilayah Burma yang memiliki pemerintahan sendiri, salah satunya Arakan.

Kemudian, terjadi kembali Perang Inggris-Burma sejak tahun 1885 hingga 1887.

Perang ini mengakibatkan hilangnya kedaulatan Burma di bawah Dinasti Konbaung.

Dinasti Konbaung sebelumnya sudah kehilangan teritorial Burma Hulu yang dianeksisasi pada 1853.

Pasca-pertempuran tersebut, Burma berada di bawah kekuasaan Britania Raya sebagai sebuah Provinsi India.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya Myanmar berhasil merdeka dari Inggris pada 4 Januari 1948.

Burma menjadi negara republik dengan nama resmi Union of Burma.

Presiden pertama Myanmar adalah Sao Shwe Thaik dengan masa jabatan sejak 4 Januari 1948 hingga 16 Maret 1952.

Baca juga: Myanmar, Satu-satunya Negara Asia Tenggara yang Punya Iklim Subtropis

Malaysia (1786-1957)

Inggris mendirikan koloni pertama di Semenanjung Malaya, Malaysia, pada 1786.

Padahal, saat itu, Belanda masih menancapkan kekuasaannya di Malaysia.

Akibatnya, terus terjadi selisih paham antara Inggris dan Belanda karena saling berebut kepemilikan wilayah.

Kemudian, pada 1824, Traktat London resmi dibuat yang salah satu isinya berbunyi pembagian kepemilikan Malaya untuk Inggris dan Indonesia untuk Belanda.

Selama abad ke-19, negeri-negeri Melayu terus meminta bantuan kepada Inggris untuk menyelesaikan masalah internal mereka.

Pada akhirnya, tanggal 20 Februari 1874, Inggris bersedia menandatangani Perjanjian Pangkor, yang isinya Inggris diberi kuasa penuh untuk ikut campur urusan Malaysia.

Setelah Perang Dunia II berakhir, Inggris kembali berkuasa di Malaysia dan membentuk Uni Malaya.

Dengan adanya Uni Malaya, maka semua negeri Melayu disatukan menjadi koloni, kecuali Singapura.

Kebijakan ini ternyata membuat golongan nasionalis Melayu marah sehingga Kepala Menteri Johor, Dato Onn bin Jaafar, membentuk Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) untuk memerdekakan Malaysia.

Akhirnya, pada 1948, Uni Malaya berhasil dibubarkan dan diganti dengan Federasi Malaysia.

Inggris yang saat itu melihat Malaysia mulai mengalami perkembangan memutuskan berunding dengan para pemimpin Federasi Malaysia pada 1949.

Lebih lanjut, pada 8 Februari 1956, Inggris bersedia memberi kemerdekaan kepada Federasi Malaysia.

Proklamasi kemerdekaan Malaysia dikumandangkan pada 31 Agustus 1957 di Stadion Merdeka, Kuala Lumpur, Malaysia.

Baca juga: Sejarah Malaysia

Brunei Darussalam (1888-1984)

Negara jajahan Inggris selanjutnya adalah Brunei Darussalam yang dijajah selama sekitar 96 tahun, sejak 1888 hingga 1984.

Kedatangan Inggris di Brunei didorong oleh adanya pengaruh kolonialisme yang terjadi di beberapa wilayah di Asia Tenggara.

Awalnya, Inggris tidak berniat menaklukkan Brunei karena wilayah jajahan mereka sudah banyak.

Orang Inggris pertama yang datang ke Brunei adalah James Brooke, seorang petualang yang lahir di India.

Pada 1839, James Brooke sampai di Sarawak dan berusaha menolong Sultan Brunei menumpas sebuah pemberontakan.

Sebagai imbalannya, James Brooke diangkat sebagai Rajah Putih dari Sarawak di Kalimantan Barat dan kemudian mengembangkan daerah kekuasaannya sendiri.

James Brooke menjadi Rajah Putih pertama Kerajaan Sarawak yang menjabat sejak 18 Agustus 1842 hingga 11 Juni 1868.

Baru satu tahun menjabat, Brooke terlibat konflik dengan Sultan Brunei, Sultan Saifuddin II yang dimenangi Inggris pada 1843.

Akibatnya, Sultan Saifuddin II harus mengakui kemerdekaan Sarawak.

Sejak saat itu, Inggris semakin gencar memperluas wilayah kekuasaannya.

Pada 1877, Inggris juga memaksa Brunei menandatangani perjanjian penyewaan sisa wilayah Sabah.

Wilayah Brunei yang tadinya luas semakin lama semakin kecil karena dikuasai oleh Inggris.

Pada 1888, Brunei resmi menjadi negara lindungan pemerintah Britania Raya.

Seiring berjalannya waktu, Brunei perlahan-lahan mulai berdiri sebagai pemerintahan sendiri.

Pada 1959, ditulis sebuah undang-undang baru dan mencanangkan Brunei sebagai negara yang memerintah secara mandiri.

Kendati begitu, hubungan luar negeri, keamanan, dan pertahanan masih tetap dipegang oleh Inggris.

Akhirnya, pada 4 Januari 1979, Brunei Darussalam dan Britania Raya sepakat menandatangani perjanjian persahabatan dan kerja sama baru.

Pada 1 Januari 1984, Brunei Darussalam resmi merdeka dari Inggris.

 

Referensi:

  • Wright, Leight R. (1966). Historical Notes on the Nort Borneo Dispute. The Journal of Asian Studies. Vol. 25, No. 3, Mei 1966.
  • Iqbal, Uqbah. Nordin Hussin. dkk. (2014). Sejarah Perkembangan Nasionalisme Melayu Sebelum Kemerdekaan. Munich: BookRix.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com