Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Suardi Tasrif: Sastrawan dan Jurnalis Senior Awal Kemerdekaan

Kompas.com - 16/08/2022, 14:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Suardi Tasrif merupakan seorang pejuang, sastrawan, ahli hukum, dan wartawan Indonesia.

Ia berasal dari Cimahi, Jawa Barat. Sejak kecil, Suardi Tasrif sudah tertarik dengan dunia hukum dan sosial.

Di awal kariernya, Suardi Tasrif menjadi seorang sastrawan dengan menulis beberapa puisi, cerpen, hingga naskah drama.

Namun, ia kemudian dikenal sebagai wartawan yang mencetuskan kode etik jurnalistik pada 954.

Baca juga: Biografi Soekarno: Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia

Biografi Singkat Suardi Tasrif

Suardi Tasrif lahir di Cimahi, Jawa Barat, pada 3 Januari 1922. Ia adalah anak dari pasangan Muhammad Tasrif dan Siti Hapzah.

Suardi Tasrif mengenyam pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat (SR) pada tahun 1929 hingga 1936.

Setelah selesai, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dari 1936 hingga 1939.

Selesai dari MULO, Tasrif kemudian bersekolah di Algemeene Middelbare School (AMS) sejak 1939 hingga 1942.

Pendidikan Tasrif sempat terhenti karena terjadi peralihan kekuasaan politik dari penjajahan Belanda ke Jepang.

Namun, setelah Indonesia merdeka, Tasrif melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia sejak 1962 hingga 1965.

Selain pendidikan formal, Suardi Tasrif juga mengikuti pendidikan non-formal di Universitas Colombia di bidang politik.

Baca juga: Tokoh Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Karier Suardi Tasrif

Pada awal 1945, Suardi Tasrif memulai kariernya sebagai seorang sastrawan. Saat itu, ia mampu menyelesaikan beberapa cerita pendek, puisi, naskah drama, dan beberapa artikel sastra.

Namun, Suardi Tasrif yang menjadi sastrawan bukan berangkat dari keinginannya, melainkan karena diajak oleh Usmar Ismail.

Usmar Ismail dikenal sebagai seorang sastrawan dan sutradara film pada era awal kemerdekaan Indonesia.

Akibatnya, ketika Usmar Ismail meninggal dunia pada awal tahun 1971, Suardi Tasrif kehilangan semangatnya berkarya di bidang sastra.

Sebenarnya, sejak kecil, Suardi Tasrif kagum dan tertarik pada masalah sosial dan hukum.

Hal itu disebabkan oleh dua tokoh pengacara, yakni Sastra Mulyana dan Mr. Ishaq Cokrohadisuryo, yang membela Bung Karno di Pengadilan Kolonial Belanda pada 1930-an.

Selain itu, Suardi Tasrif juga pernah menjadi seorang penyiar radio Suara Indonesia yang didirikan oleh Sultan Hamengkubuwana IX.

Saat itu, Suardi Tasrif menjadi penyiar radio Republik Indonesia bagian berita luar negeri.

Selain di kenal sebagai sastrawan, Suardi Tasrif juga dikenal sebagai wartawan.

Hal itu dibuktikan ketika ia bersama Usmar Ismail mengelola majalah Tentara dan Arena di Yogyakarta.

Pada 1958, Suardi Tasrif juga sempat menjabat sebagai pimpinan redaksi surat kabar Harian Abadi.

Sayangnya, Surat Kabar Harian Abadi diberedel oleh pemerintahan Orde Lama.

Ketika menjadi wartawan, Suardi Tasrif merupakan orang pertama yang mengajarkan bahwa berita harus berdasarkan fakta yang lepas dari opini.

Ia juga menganut sistem bahwa wartawan pantang menerima imbalan atas penulisan beritanya.

Adapun gagasan Suardi Tasrif tersebut tertuang dalam kode etik jurnalistik pada 1954.

Suardi Tasrif juga sempat menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia (Peradin).

Selain itu, ia juga turut memperjuangkan berdirinya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) pada  1970.

Meninggal dunia

Karier Suardi Tasrif di bidang jurnalistik dan hukum berakhir ketika ia meninggal dunia pada 24 April 1991.

Ia meninggal dunia di Jakarta pada usia 69 tahun.

Setelah itu, namanya diabadikan oleh organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam bentuk penghargaan Suardi Tasrif Award.

Adapun penghargaan Suardi Tasrif Award diberikan setiap tahun oleh AJI Indonesia kepada warga Indonesia yang dianggap berjasa dan berkontribusi bagi kebebasan pers dan kemajuan pers Indonesia.

 

Referensi:

  • Atisah, DKK. (2002). Antologi Biografi Tiga Pulung Pengarang Sastra Indonesia Modern. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com