Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Legenda Atu Belah dari Tanah Gayo

Kompas.com - 19/07/2022, 10:15 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di Takengon, Aceh Tengah, ada sebuah obyek wisata berupa batu terbelah atau Atu Belah.

Bentuk batu yang unik ini, punya legenda yang diturunkan dari para leluhur Tanah Gayo.

Legenda ini mengisahkan keluarga miskin dan pertengkaran karena kelalaian.

Kisah Keluarga Miskin

Di Desa Penarun di pinggir hutan, hidup keluarga miskin dengan dua anak.

Keluarga tersebut memiliki sebuah sawah di dekat rumahnya. Namun, sawah tersebut tidak menghasilkan apa-apa karena paceklik panjang.

Sebagai kepala keluarga, si ayah biasa berburu ke hutan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

Sang ayah berburu belalang untuk dikumpulkan dan jadi bahan makanan selama beberapa hari ke depan.

Suatu hari sang ayah pergi berburu. Di rumah, ibu kewalahan mengurus dua anaknya. Si sulung tak sanggup menahan lapar. Sementara si bungsu rewel.

Sang ibu pun menyuruh anak sulungnya untuk mengambil belalang yang disimpan di lumbung padi yang kosong.

Entah karena terburu-buru atau memang lalau, si sulung lupa menutup pintu lumbung setelah mengambil beberapa belalang.

Alhasil belalang yang sudah dikumpulkan setengah mati oleh sang ayah, kabur beterbangan. Sang anak kemudian panik dan takut ayahnya akan memarahinya.

Ayah Murka

Setelah kembali ke rumah, sang anak menangis di hadapan ibunya sembari menceritakan apa yang ia alami.

Sang ibu ternyata juga takut dimarahi juga oleh suaminya. Meski demikian sang ibu masih membuatkan makanan dari belalang yang diambil tadi.

Tak berselang lama, sang ayah yang tadi berburu ke hutan pulang tanpa hasil. Kejengkelannya bertambah ketika mengetahui belalang persediaan makanan di rumah juga habis.

Sang ayah pun murka dan melampiaskan amarah kepada istrinya.

Sang istri yang takut, mencoba menyelamatkan diri dengan lari ke hutan. Di hutan itu, ia melihat sebuah batu ajaib, yang konon bisa menelan manusia yang putus asa.

Namun, untuk bisa menelan manusia, sebelumnya harus mejangin atau menyanyikan sebuah mantra dalam bahasa Gayo.

"Atu belah, atu bertangkup nge sawah pejaying te masa dahulu..." Yang kurang lebih artinya, "Batu belah, batu bertangkup, sudah tiba janji kita masa lalu..."

Setelah menyanyikan mantra itu, batu membelah dan mengundang sang ibu untuk masuk ke dalamnya. Sang ibu pun perlahan menghilang ditelan batu.

Tak disangka, kedua anaknya yang merasa bersalah ternyata mengikutinya di belakang. Melihat ibunya yang perlahan hilang, sang anak pun sangat sedih dan terpukul. 

Mereka hanya mampu mengenang ibunya lewat tujuh helai rambut yang tersisa di dekat belahan batu.

Sang anak kemudian mengambilnya dan dibuatnya sebagai jimat keselamatan.

 

Referensi:

  • Danandjaja, James. (1993). Cerita Rakyat Dari Sumatra. Jakarta: Grasindo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com