Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sultan Arifin Muningsyah, Pemimpin Kaum Adat Pagaruyung

Kompas.com - 17/07/2022, 03:12 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sultan Arifin Muningsyah adalah pemimpin Kerajaan Pagaruyung yang berkuasa sejak 1780-1821.

Tokoh bergelar Yang Dipertuan Pagaruyung Raja Alam Muningsyah ini termasuk dalam golongan masyarakat kaum Adat.

Kaum Adat adalah sebutan untuk sekelompok masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi serta adat istiadat setempat.

Semasa kepemimpinan Muningsyah, telah terjadi gejolak persengketaan antara kaum Adat dengan kaum Padri yang memuncak pada 1815.

Peristiwa ini dikenal dengan nama Perang Padri.

Sultan Arifin Muningsyah pun berusaha menghindari pertempuran dengan melarikan diri ke Lubukjambi sebelum akhirnya meninggal dunia pada Agustus 1825.

Baca juga: Strategi Belanda dalam Perang Padri

Melarikan diri dari Perang Padri

Menurut riwayat, Sultan Arifin Muningsyah lahir di Pagaruyung, Sumatra Barat, pada 1745.

Saat Muningsyah berusia sekitar 35 tahun, ia dipercaya untuk menjadi pemimpin Kerajaan Pagaruyung dengan masa jabatan 1780-1821.

Di bawah kepemimpinannya, kondisi di Kerajaan Pagaruyung sempat mengalami beberapa konflik, salah satunya perang saudara yang dikenal sebagai Perang Padri (1803-1838).

Perang Padri awalnya terjadi karena adanya perbedaan prinsip antara kaum Padri dengan kaum Adat.

Kaum Padri adalah sekelompok masyarakat yang menerapkan nilai syariat Islam di dalam tradisi mereka.

Sedangkan kaum Adat masih menerapkan nilai-nilai tradisi adat yang diwariskan dari zaman nenek moyang.

Kaum Padri merasa kebiasaan yang dilakukan oleh kaum Adat bertentangan dengan budaya mereka, seperti berjudi, sabung ayam, minum minuman keras, dan tidak melaksanakan syariat Islam.

Oleh sebab itu, kaum Padri pun meminta agar kaum Adat bisa segera meninggalkan kebiasaan buruk mereka dan mulai mendalami ilmu agama Islam.

Ilustrasi Perang Padri yang berlangsung sejak 1803-1838Wikimedia Commons Ilustrasi Perang Padri yang berlangsung sejak 1803-1838

Namun, pihak kaum Adat tidak kunjung melakukannya, padahal mereka menyatakan diri sudah masuk Islam sehingga kaum Padri memutuskan menyerang Kerajaan Pagaruyung pada 1815.

Sultan Arifin Muningsyah yang tidak ingin terlibat dalam pertempuran pun memutuskan kabur dari Pagaruyung ke Lubukjambi.

Tiga tahun berselang, 1818, datanglah bangsa Eropa yang sedang melakukan ekspedisi ke wilayah Sumatra, dengan dipimpin oleh Letnan Jenderal Thomas Stamford Raffles.

Raffles pun berhasil sampai di Pagaruyung, di mana saat itu pergolakan Perang Padri masih berlangsung.

Bersamaan dengan ini, posisi kaum Adat sendiri sudah sangat terdesak sehingga akhirnya mereka memutuskan meminta bantuan Belanda untuk menyerang kaum Padri.

Baca juga: Benteng Fort de Kock, Pertahanan Belanda Selama Perang Padri

Kaum Adat yang diwakili oleh keponakan dari Muningsyah, yaitu Sultan Tunggal Alam Bagagar, menandatangani sebuah perjanjian yang berisi penyerahan Minangkabau kepada Belanda pada 10 Desember 1821.

Dibantu Belanda

Sebelum Belanda melancarkan serangan terhadap kaum Padri, pemerintah Hindia Belanda mengirim pasukan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Antoine Theodore Raaf untuk memperkuat posisi mereka.

Setelah rencana sudah tersusun dengan matang, Belanda langsung melancarkan serangannya terhadap kaum Padri.

Pada 4 Maret 1822, pasukan Raaf berhasil memukul mundur kaum Padri sampai keluar dari Pagaruyung.

Setelah itu, pemerintah Hindia Belanda langsung membangun benteng pertahanan bernama Fort van der Capellen di Batusangkar.

Dengan demikian, wilayah Pagaruyung berhasil kembali diambil alih pada 1824.

Sultan Arifin Muningsyah yang saat itu masih berada di Lubukjambi diminta oleh Letnan Kolonel Raaf kembali ke Pagaruyung.

Sekembalinya ke sana, Sultan Arifin Muningsyah merestui keponakannya, Sultan Tunggal Alam Bagagar diangkat menjadi Regent Tanah Datar atau jabatan sebagai raja yang membantu Belanda melawan kaum Padri.

Sultan Arifin Muningsyah tutup usia pada Agustus 1825 di usia 80 tahun. Ia dimakamkan di Pagaruyung, Sumatra Barat.

Kedudukan Muningsyah pun diteruskan oleh sang keponakan, Sultan Tunggal Alam Bagagar (1821-1833).

 

Referensi:

  • Darmawan, Joko. (2017). Sejarah Nasional “Ketika Nusantara Berbicara.” Yogyakarta: Deepublish.
  • Hutauruk, Ahmad Fakhri. (2020). Sejarah Indonesia: Masuknya Islam Hingga Kolonialisme. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Ragam Reaksi Rakyat Sumatera terhadap Berita Proklamasi Kemerdekaan

Stori
Jumlah Pasukan Perang Badar

Jumlah Pasukan Perang Badar

Stori
Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Konferensi Yalta: Tokoh, Hasil, dan Dampaknya

Stori
Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Narciso Ramos, Tokoh Pendiri ASEAN dari Filipina

Stori
Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Biografi Pangeran Diponegoro, Sang Pemimpin Perang Jawa

Stori
Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Biografi Mohammad Yamin dan Perjuangannya

Stori
Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Ras yang Mendominasi Asia Timur dan Asia Tenggara

Stori
Sejarah Kelahiran Jong Java

Sejarah Kelahiran Jong Java

Stori
7 Fungsi Pancasila

7 Fungsi Pancasila

Stori
Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Sa'ad bin Ubadah, Calon Khalifah dari Kaum Anshar

Stori
JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

JH Manuhutu, Presiden Pertama RMS

Stori
Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Penyebaran Berita Proklamasi Kemerdekaan di Sunda Kecil

Stori
Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Apa yang Dimaksud Kepulauan Sunda Besar?

Stori
Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Kenapa Bali, NTB, dan NTT Disebut Sunda Kecil?

Stori
Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Sejarah Tarian Rangkuk Alu

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com