Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Kauman: Kampungnya Abdi Dalem Ahli Agama

Kompas.com - 07/07/2022, 16:52 WIB
Tri Indriawati

Penulis

KOMPAS.com - Kauman adalah kampung atau kompleks perumahan yang terletak dalam wilayah keraton dan biasanya ditinggali para abdi dalem ahli agama.

Nama Kauman diambil dari kata "kaum" yang merujuk pada kalangan agamawan, termasuk penasihat agaman sultan, ulama, imam-imam, pengurus masjid, santri, dll.

Oleh karena itu, Kauman atau biasa juga disebut sebagai Pekauman merupakan tempat tinggal para "kaum" beserta keluarga dan murid-muridnya.

Baca juga: Mengapa Jombang Disebut Kota Santri?

Kampung Kauman muncul pada masa kesultanan Jawa. Biasanya, kampung ini terletak di dekat masjid agung dan alun-alun keraton.

Kampung Kauman terdapat di berbagai kota di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sejarah Kampung Kauman

Ada beberapa Kampung Kauman di Indonesia. Namun,  Kampung Kauman Solo dan Yogyakarta barangkali yang memiliki cerita sejarah paling panjang.

Kampung Kauman Solo disebut sebagai pekauman tertua karena telah terbentuk bersamaan dengan dibangunnya Masjid Agung Surakarta pada 1757.

Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Pakubuwono III, kala itu membangun Masjid Agung sebagai pusat dakwah Islam kerajaan.

Guna melaksanakan tugasnya sebagai Sayyidina Panatagama Khalifatullah atau raja yang berfungsi memimpin negara sekaligus pemimpin agama, Pakubuwono III pun mengangkat dan menempatkan penghulu di Keraton Kasunanan Surakarta.

Pada masa itu, penghulu merupakan seorang ahli agama yang sekaligus bertugas sebagai penasihat raja.

Pakubuwono III menempatkan Kanjeng Kyai Penghulu Mohammad Thohar Hadiningrat dengan gelar Penghulu Dalem ing Keraton Surakarta.

Penghulu ini juga merupakan seorang abdi dalem pemethakan yang bertugas dalam bidang keagamaan dan urusan masjid.

Raja kemudian memberikan tempat bermukim bagi abdi dalem ahli agama itu di sekitar Masjid Agung Surakarta.

Kyai Penghulu memiliki hak membawahi tanah di sekitar masjid agung untuk dihuni para abdi dalem pemethakan dan ulama yang bertugas sebagai pembantu atau mewakili tugas jika penghulu berhalangan.

Wilayah yang ditinggali para abdi dalem ahli agama itu pun dikenal dengan nama Pekauman dan kemudian berubah menjadi Kauman.

Adapun tanah yang ditinggali para abdi dalem di Kampung Kauman Surakarta berstatus anggaduh atas pemberian Pakubuwono III.

Oleh sebab itu, mereka hanya bisa menempati, tetapi tidak memiliki hak milik atas tanah tersebut.

Kauman Yogyakarta dan Muhammadiyah

Sama seperti di Surakarta, Kampung Kauman Yogyakarta juga didirikan beriringan dengan pembangunan Masjid Agung Keraton Kasultanan Yogyakarta.

Raja Kasultanan Yogyakarta, Hamengkubuwono I, membangun Masjid Agung pada 1773 dan kemudian membentuk institusi agama yang dipimpin oleh penghulu.

Hamengkubuwono I pun memberikan tempat tinggal kepada penghulu keraton dan keluarganya di area sebelah utara Masjid Agung Yogyakarta. Area itu dikenal dengan nama pengulon.

Sementara itu, abdi dalem lainnya, seperti ketib, modin, dan keluarga mereka mendapatkan tempat tinggal di barat masjid.

Wilayah tempat tinggal para abdi dalem keagamaan dan pengurus masjid itu pun lantas dikenal sebagai Kampung Kauman.

Baca juga: Kisah di Balik Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Kampung Kauman Yogyakarta juga menjadi tempat lahir dan berkembangnya ajaran Muhammadiyah yang dibawa Kyai Haji Ahmad Dahlan.

Nyai Ahmad Dahlan yang merupakan istri K.H. Ahmad Dahlan, adalah anak perempuan Kyai Fadlil, seorang pengusaha batik di Kampung Kauman Yogyakarta.

Ia memiliki nama kecil Siti Walidah dan tumbuh di Kampung Kauman dengan dididikan sesuai nilai-nilai Islam yang diajarkan orang tuanya.

Walidah dipinggit sejak usia sembilan tahun hingga tiba waktunya dia menikah dengan Ahmad Dahlan.

Pada 1912, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Nyai Dahlan pun turut berperan membantu sang suami membesarkan organisasi Muhammadiyah.

Sebagaimana Muhammadiyah berkembang pesat, ajaran dan nilai-nilai Islam yang mereka sampaikan pun turut memengaruhi kehidupan keagamaan di Kauman Yogyakarta.

Kendati demikian, masyarakat Kauman tetap mampu mempertahankan nilai-nilai budaya yang ada.

Mereka juga tidak menentang upacara-upacara ritual Keraton Kesultanan Yogyakarta.

Hingga kini, Kauman Yogyakarta pun masih menjadi permukiman tradisional Jawa dengan masyarakat santri sebagai penghuninya.

 

Referensi:

  • Husain, S. B. (2017). Sejarah masyarakat Islam Indonesia. Indonesia: Airlangga University Press.
  • Cama Juli Rianingrum. (2021). Wujud Nilai Budaya Jawa pada Permukiman Kauman Yogyakarta. (n.p.): Penerbit YLGI.
  • https://kel-kauman.surakarta.go.id/sejarah-kauman/ diakses pada 7 Juli 2022 pukul 15.00 WIB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com