Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Sangiran Jadi Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO

Kompas.com - 04/07/2022, 19:51 WIB
Tri Indriawati

Penulis

KOMPAS.com - Sangiran adalah situs manusia purba di Jawa Tengah yang juga merupakan situs Warisan Dunia UNESCO.

UNESCO resmi menetapkan Situs Sangiran sebagai salah satu situs Warisan Budaya Dunia di Indonesia pada 1996.

Situs manusia purba yang terletak di Kabupaten Sragen dan Karanganyar, Jawa Tengah, ini  ditetapkan menjadi Warisan Budaya Dunia Nomor 593 oleh UNESCO dan dikenal dengan nama The Sangiran Early Man Site.

Lantas, apa alasan UNESCO menetapkan Sangiran sebagai situs warisan budaya dunia?

Baca juga: Fosil Apa Saja yang Ditemukan di Situs Sangiran?

 

Sejarah penemuan Situs Sangiran

Situs Sangiran kali pertama diteliti pada 1864 oleh P.E.C Schemulling yang kala itu menemukan fosil vertebrata.

Pada 1895, seorang peneliti Belanda, Eugene Dubois, juga mendatangi Sangiran. Namun, dia tidak menemukan apa-apa sehingga penelitian dihentikan.

Penelitian di Situs Sangiran berlanjut pada 1932, tepatnya saat Von Koenigswald menemukan berbagai peralatan manusia purba dengan berbekal peta geologi yang dibuat oleh L.J.C van Es.

Dari hasil penelitian itu, Koenigswald menemukan seribu peralatan sederhana dari batuan kalsedon yang dapat digunakan untuk memotong, menyerut, dan melancipi tombak kayu.

Empat tahun berselang, tepatnya pada 1936, Koenigswald menerima fosil rahang kanan manusia purba yang ditemukan penduduk Sangiran.

Penggalian pun terus berlanjut hingga Koenigswald menemukan fosil manusia purba Homo erectus pada 1941.

Setelah itu, sebanyak 50 fosil Meganthropus paleo dan Pithecanthropus erectus/Homo erectus telah ditemukan di Situs Sangiran.

Bahkan, UNESCO menyebut, fosil yang ditemukan di Sangiran adalah setengah dari jumlah fosil hominid yang diketahui di dunia.

Sejak saat itu, Sangiran pun dinilai sebagai situs kunci untuk memahami sejarah evolusi manusia.

Hal ini juga menjadi salah satu alasan UNESCO menetapkan Sangiran sebagai situs warisan budaya dunia.

 

Temuan arkeologi dan sumbangsih Sangiran bagi ilmu pengetahuan

Berdasarkan data UNESCO, terdapat lebih dari 100 fosil manusia purba jenis Homo erectus yang ditemukan di Situs Sangiran.

Jumlah fosil manusia purba di Sangiran adalah 50 persen dari temuan fosil Homo erectus di dunia dan 60 persen dari temuan di Indonesia.

Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di Sangiran diketahui berasal dari 1,5 juta tahun yang lalu.

Baca juga: Kapan Manusia Purba Pertama Kali Muncul?

Dengan demikian, fosil manusia purba yang ditemukan di Sangiran disebut dapat menunjukkan proses evolusi manusia selama periode Pleistosen (zaman kuarter atau keempat), khususnya pada 1,5 juta hingga 0,4 juta tahun yang lalu.

UNESCO menyebut, Sangiran telah dihuni selama 1,5 juta tahun terakhir sehingga dapat menjadi salah satu situs kunci untuk memahami evolusi manusia.

Bukan hanya fosil manusia purba, penggalian di Situs Sangiran juga menemukan banyak alat-alat bantu dan perkakas batu yang digunakan pada masa prasejarah.

Selain itu, kekayaan arkeologi di Situs Sangiran juga dilengkapi dengan temuan binatang-binatang purba dan artefak berusia jutaan tahun.

Temuan arkeologi yang sangat banyak dan lengkap ini membuat Sangiran menjadi salah satu situs penelitian purbakala paling penting di dunia, baik untuk meneliti evolusi manusia, fauna, bahkan perkembangan budaya.

Kekayaan temuan arkeologi dan sumbangsihnya terhadap ilmu pengetahuan inilah yang kemudian menjadi alasan Sangiran ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia UNESCO.

 

Pengelolaan Sangiran

Situs Sangiran terletak di dua wilayah kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar, serta berjarak sekitar 15 kilometer di utara Kota Solo.

Situs manusia purba ini memiliki luas wilayah mencapai 59,21 kilometer persegi yang kini dikelola Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran.

BPSMP Sangiran merupakan salah satu unit pelaksana teknis (UPT) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Kemendikbud juga menggandeng seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat setempat, pemerintah daerah, dan perguruan tinggi, untuk mengelola properti di Situs Sangiran.

Sangiran pun telah memiliki Master Plan dan Detail Engineering Design yang ditetapkan untuk pengelolaan jangka panjang, termasuk soal penelitian, perlindungan, dan pemanfaatan umum situs.

Situs Sangiran dibagi menjadi lima klaster, yaitu Klaster Krikilan yang berfungsi sebagai pusat kunjungan atau visitor center, Klaster Dayu, Klaster Bukuran, Klaster Ngebung, dan Museum Manyarejo.

 

Adapun penelitian dan kunjungan ke Museum Sangiran bisa dilakukan pada Senin hingga Minggu, mulai pukul 08.00-16.00 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com