Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WS Rendra, Penyair yang Dijuluki Si Burung Merak

Kompas.com - 08/04/2022, 08:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Kemdikbud

KOMPAS.com - WS Rendra merupakan seorang seniman, penyair, dan dramawan terkemuka yang berkiprah sejak 1950-an.

WS Rendra pertama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui Majalah Siasat.

Kemudian puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah saat itu.

Selama berkarier sebagai seorang seniman, WS Rendra dijuluki "Si Burung Merak". Hal ini karena cara pembacaan puisi dan penampilannya di atas panggung yang penuh pesona serta flamboyan, bak Burung Merak.

Baca juga: Djoko Pekik, Seniman di Balik Lukisan Berburu Celeng

Masa muda

WS Rendra memiliki nama lengkap Willibrordus Surendra Broto Rendra. Ia lahir di Surakarta pada 7 November 1935.

Lahir dari keluarga Katolik, ia memiliki nama baptis Willibrordus Surendra Bawana Rendra, yang kemudian disingkat menjadi Rendra atau WS Rendra, setelah masuk Islam pada 1970.

Hingga SMA, WS Rendra menempuh pendidikannya di Surakarta, Jawa Tengah. Bakatnya dalam menulis puisi, cerita pendek, dan drama, telah terlihat sejak SMP.

Namun, sajaknya baru diterbitkan pertama kali di majalah Siasat pada 1952, saat ia duduk di bangku SMA.

Sepanjang 1950-an puisi-puisi dan cerpennya terus dimuat dalam berbagai majalah, seperti Kisah, Seni, Basis, dan Konfrontasi. Naskah dramanya pun ada yang memenangi lomba di Yogyakarta.

Lulus SMA, Rendra lanjut berkuliah di Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra dan Budaya Inggris, tetapi hanya mencapai gelar sarjana muda.

Baca juga: Gregorius Sidharta, Tokoh Pembaruan Seni Patung Indonesia

Saat itu, namanya sudah dikenal di kalangan seniman Surakarta. Pada 1954, ia diundang oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk menghadiri seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard.

Selama dua bulan, Rendra berkeliling AS untuk mengenal lebih dekat kehidupan kesusastraan di sana. Setelah mendapatkan pengalaman yang cukup, ia kembali ke Indonesia dan mendirikan kelompok teater di Yogyakarta pada 1961.

Dua tahun kemudian, ia mengerjakan proyek teater pertamanya yang bertajuk "Dead Voices".

Untuk pertama kalinya, WS Rendra tampil membacakan puisi di depan orang banyak. Ia pun disenangi karena sifat pembacaan puisi dan penampilannya yang indah serta flamboyan.

Setelah itu, ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di American Academy of Dramatic Arts, New York City.

Baca juga: Srihadi Soedarsono, Legenda Seni Lukis Indonesia

Perjalanan karier

Pada 1967, setelah menyelesaikan pendidikan di Amerika Serikat, WS Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta.

Pengalaman yang didapat selama belajar di Amerika Serikat juga ia tuangkan dalam bentuk teater tradisional Indonesia.

WS Rendra menggabungkannya menjadi sesuatu yang baru dan menghasilkan sebuah karya yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan teater di Indonesia, bahkan sampai sekarang.

Pada 1969, ia menciptakan sebuah drama tanpa dialog, di mana para pemerannya hanya berekspresi menggunakan tubuh mereka dan mengeluarkan suara sederhana, seperti "bip bop" atau "zzzz."

Penyair Goenawan Mohamad menyebut pertunjukan ini sebagai Teater Kata Mini.

Baca juga: Biografi Basuki Abdullah, Duta Seni Lukis Indonesia

Selain sibuk berkarier dalam bidang seni, WS Rendra juga berperan sebagai aktivis. Selama masa Orde Baru, ia merupakan salah satu orang yang berani menyuarakan pendapatnya.

Sepanjang 1970-an, WS Rendra semakin dikenal sebagai penyair. Ia banyak menggelar pertunjukan dan pembacaan puisinya juga dihadiri banyak orang.

Akan tetapi, sejak 1977, Rendra mulai kesulitan untuk tampil di depan khalayak umum. Kelompok teaternya di Bengkel Teater juga sukar mendapat pekerjaan.

Oleh sebab itu, Rendra merantau ke Jakarta.

Baca juga: Makna Puisi Sajak Sebatang Lisong Karya W.S Rendra

Sempat dipenjara

Ketika Rendra sedang membacakan puisi di pusat seni Taman Ismail Marzuki di Jakarta, salah seorang agen militer Soeharto melemparkan bom amonia ke atas panggung.

Ia ditangkap dan segera dibawa untuk dipenjarakan di pusat penahanan Polisi Militer Guntur. Rendra baru dibebaskan sembilan bulan tanpa diadili.

Setelah dibebaskan, WS Rendra tidak diizinkan untuk mementaskan puisi atau drama. Barulah pada 1986, ia menulis, menyutradarai, dan memainkan teater berjudul Panembahan Reso.

Drama tersebut mengangkat isu suksesi kekuasaan, yang merupakan hal tabu pada masa Orde Baru.

Meski banyak sekali hambatan yang menghadang, Rendra tidak putus asa. Ia tetap berjuang untuk bisa terus berkarya dalam puisi maupun teater.

Baca juga: Contoh Puisi dan Unsur Pembangunnya

Akhir hidup

Setelah jatuhnya rezim Soeharto pada 1998, Rendra menjadi tokoh dominan dalam dunia sastra dan teater modern Indonesia.

Pada 2003, ia telah dikenal secara internasional sebagai penyair besar. Bahkan, Rendra dipercaya menjadi tuan rumah festival puisi internasional pertama di Indonesia, yang digelar di Makassar, Surakarta, Bandung dan Jakarta.

WS Rendra terus berkiprah dalam bidang seni dan budaya hingga akhir hayatnya pada 6 Agustus 2009 di Depok, Jawa Barat.

Karya WS Rendra

Berikut ini adalah beberapa karya dari WS Rendra baik dalam bentuk puisi, naskah drama, dan teater.

  • Balada Orang-Orang Tercinta (1957)
  • Kumpulan Sajak (1961)
  • Sajak-Sajak Sepatu Tua (1972)
  • Potret Pembangunan dalam Puisi (1983)
  • Nyanyian Orang Urakan (1985)
  • Orang-Orang Rangkasbitung (1993)
  • Orang-Orang di Tikungan Jalan (1954)
  • Selamatan Anak Cucu Sulaiman (1967)
  • Kisah Perjuangan Suku Naga (1975)
  • Panembahan Reso (1986)
  • Mastodon dan Burung Condor (1973)
  • Kumpulan Esai Mempertimbangkan Tradisi (1983)

Rendra ketika membacakan puisi terkenalnya berjudul Suto Mencari Bapak di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (6/4). KOMPAS/EDDY HASBI Rendra ketika membacakan puisi terkenalnya berjudul Suto Mencari Bapak di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (6/4).
Penghargaan WS Rendra

Berikut ini beberapa penghargaan WS Rendra.

  • Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta (1954)
  • Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
  • Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
  • Akademi Jakarta (1975)
  • Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)
  • Penghargaan Adam Malik (1989)
  • The S.E.A. Write Award (1996)
  • Penghargaan Achmad Bakri (2006)

 

Referensi:

  • Rendra. (2003). Rendra: Karya dan Dunianya. Jakarta: Grasindo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com