Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peran Wanita Taman Siswa dalam Melawan Ordonansi Sekolah Liar

Kompas.com - 30/03/2022, 12:00 WIB
Bidari Aufa Sinarizqi,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

 KOMPAS.com - Nama Taman Siswa tidak asing didengar selama periode pergerakan nasional.

Sekolah untuk pribumi yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara ini memiliki sepak terjang luar biasa dalam mewujudkan hak pendidikan bangsa kala penjajahan Belanda.

Di balik perjuangan Taman Siswa, tidak tertinggal peran besar dari organisasi Wanita Taman Siswa.

Wanita Taman Siswa bertugas untuk membantu Taman Siswa, khususnya dalam bidang pendidikan untuk perempuan.

Baca juga: Sejarah Taman Siswa: Pendirian dan Ajarannya

Berdirinya Wanita Taman Siswa

Jumlah perempuan yang datang untuk mengemban ilmu maupun menjadi pamong (guru) terhitung semakin banyak sejak Taman Siswa berdiri pada 1922 di Yogyakarta.

Hal tersebut membuat masalah-masalah terkait dunia perempuan terkuak satu persatu, di antaranya:

  • Pendidikan anak perempuan
  • Pengajaran kepandaian putri
  • Pemeliharaan gadis
  • Pelanggaran adab dan kesopanan oleh dan atau terhadap perempuan
  • Masalah kesucian dan keadaban
  • Tingkah laku perempuan
  • Cerita atau buku bacaan yang baik dan sesuai untuk anak perempuan

Melihat permasalahan tersebut, Taman Siswa terlihat tidak sanggup untuk memfasilitasi ajaran seputar perempuan.

Oleh karena itu, perlu bantuan dari perempuan, sehingga para anggotanya di Taman Siswa dapat diberdayakan.

Baca juga: Awal Mula Pendidikan Perempuan di Indonesia

Alhasil, organisasi Wanita Taman Siswa didirikan menjadi bagian Taman Siswa.

Meski secara badan belum terwujud, tetapi tanggung jawabnya tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Suasana beranda rumah Ki Hajar Dewantara sebagai tempat Taman Siswa pertama di Jalan Gajahmada, Yogyakarta, pada tahun 1931. Terlihat beberapa pamong (guru) dan siswa-siswi yang tengah berkumpul untuk mengabadikan momen pada saat itu.Museum Dewantara Kirti Griya Suasana beranda rumah Ki Hajar Dewantara sebagai tempat Taman Siswa pertama di Jalan Gajahmada, Yogyakarta, pada tahun 1931. Terlihat beberapa pamong (guru) dan siswa-siswi yang tengah berkumpul untuk mengabadikan momen pada saat itu.

Pelopor dan ketua organisasi Wanita Taman Siswa adalah Nyi Sutartinah, yang merupakan istri Ki Hajar Dewantara.

Dalam menjalankan tugas Wanita Taman Siswa, Nyi Sutartinah atau Nyi Hajar Dewantara dibantu oleh para pamong perempuan, yang juga istri dari pamong laki-laki.

Berikut ini beberapa anggota organisasi Wanita Taman Siswa.

  • Nyi Surip
  • Nyi Sudarminto
  • Nyi Mangunsarkoro
  • Nyi Sunaryati Sukemi
  • Nyi Rumsiah
  • Ibu Jumilah
  • Ibu Siti Marsidah
  • Ibu Sutatmo

Sampai 1928, Wanita Taman Siswa bergerak dengan struktur organisasi yang masih sederhana.

Meski begitu, gerakannya memiliki peran besar dalam memberi pendidikan dan membina akhlak untuk kaum perempuan.

Baca juga: Peran Ki Hajar Dewantara dalam Kemerdekaan Indonesia

Peran dalam melawan Ordonansi Sekolah Liar

Salah satu masalah yang dihadapi Taman Siswa adalah pemberlakuan Wilde Schoolen Ordonantie atau Ordonansi (undang-undang) Sekolah Liar oleh pemerintah Belanda.

Isi Undang-Undang Sekolah Liar pada intinya adalah kewajiban seluruh sekolah partikelir (swasta) untuk meminta perizinan kepada pemerintah Belanda.

Namun kenyataannya, proses perizinan begitu dipersulit. Beberapa hal yang harus diajukan perizinannya dalam Undang-Undang Sekolah Liar, di antaranya:

  • Guru maupun kepala sekolah yang akan mengajar harus meminta izin kepada Hoofd van Gewestelijk Bestuur (Kepala Pemerintahan Daerah)
  • Dalam mendirikan sekolah baru, wajib meminta izin kepada Hoofd van Gewestelijk Bestuur

Baca juga: Hoogere Burgerschool (HBS), Sekolah Menengah Umum Hindia Belanda

Undang-Undang Sekolah Liar sebenarnya hanya siasat dari pemerintah kolonial untuk mencegah Taman Siswa berkembang lebih pesat.

Kelicikan pemerintah Belanda ini terendus, karena penerapannya terkesan mendadak, yakni pada 1 Oktober 1932. Padahal, Taman Siswa telah berdiri sejak 3 Juli 1922.

Ordonansi tersebut belum dibahas pada saat Kongres Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara pun memutuskan untuk bersikap tegas dengan melawan pemberlakuan Undang-Undang Sekolah Liar.

Pemerintah Belanda lantas membalas perlawanan tersebut dengan menutup dan menyegel Taman Siswa secara paksa.

Alasannya, Taman Siswa dianggap sebagai sekolah liar yang ilegal karena tidak memiliki izin sesuai ketetapan undang-undang.

Beberapa guru yang nekat mengajar dirumahkan secara paksa, bahkan ada yang sampai ditangkap karena dianggap melawan secara terang-terangan.

Baca juga: Sistem Pendidikan di Era Belanda

Wanita Taman Siswa tentu tidak tinggal diam. Para anggotanya ikut menopang perlawanan dari belakang dengan berbagai cara, antara lain:

  • Jika terdapat guru yang dirumahkan, maka Wanita Taman Siswa maju untuk menggantikannya dalam mengajar di depan kelas
  • Jika tenaga pengganti dari Wanita Taman Siswa juga dipulangkan paksa, maka akan digantikan anggotanya yang lain
  • Jika terdapat guru yang ditangkap karena melakukan perlawanan secara terang-terangan, maka Wanita Taman Siswa akan maju menjadi sukarelawati bersamaan dengan sukarelawan dari Taman Siswa
  • Saat sekolah-sekolah Taman Siswa ditutup dan disegel paksa, Wanita Taman Siswa mendatangi rumah-rumah murid untuk mengajar

Perjuangan melawan penjajah dilakukan dengan sangat gigih. Wanita Taman Siswa selalu memantau dan melakukan berbagai hal demi mempertahankan Taman Siswa tanpa mengenal kata lelah.

Perlawanan untuk memperjuangkan Taman Siswa datang silih berganti, karena juga memperoleh bantuan dari beberapa organisasi pergerakan lainnya.

Usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil. Pemerintah Belanda akhirnya menyerah dan mencabut pemberlakuan Undang-Undang Sekolah Liar pada 1933.

Baca juga: Organisasi-organisasi Pergerakan Nasional

Peristiwa pencabutan Undang-Undang Sekolah Liar begitu penting.

Pasalnya, hal itu menjadi pertama kalinya pemerintah Belanda mencabut produk hukum buatannya yang telah ditetapkan sejak pendudukannya di indonesia pada awal abad ke-17.

Wanita Taman Siswa saat ini

Kedudukan Wanita Taman Siswa akhirnya semakin diperkuat sejak 1931, karena telah dibentuk suatu badan yang dinamakan Badan Wanita Taman Siswa.

Selain itu, Wanita Taman Siswa berperan besar sebagai salah satu pelopor pembentukan federasi (gabungan) organisasi perempuan pada 1928.

Federasi tersebut adalah Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI), yang kemudian berubah nama menjadi Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Wanita Taman Siswa masih melanjutkan cita-cita perjuangan dari para pendahulunya hingga saat ini.

Cabang organisasi Wanita Taman Siswa telah menyebar luas di luar daerah Yogyakarta.

 

Referensi:

  • Dewantara, B.S. (1984). Nyi Hajar Dewantara dalam Kisah dan Data. Jakarta: PT Gunung Agung.
  • Ohorella, G.A., Sri Sutjiatiningsih, dan Muchtaruddin Ibrahim. (1992). Peranan Wanita Indonesia dalam Masa Pergerakan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
  • Anjani, Khairul Tri dan Heni Handayani. (2020). “Sejarah dan Perkembangan Organisasi Wanita Taman Siswa di Yogyakarta (1922 – 1952)”. Alur Sejarah: Jurnal Pendidikan Sejarah Volume 3 Nomor 2, 2020. Jakarta: Universitas Indraprasta PGRI Press.
  • Purwoko, Dwi. (1994). “Semangat Taman Siswa dan Perlawanannya terhadap Undang-Undang Sekolah Liar”. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 1 Nomor 2, Agustus 1994. Malang: Universitas Negeri Malang Press.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com