Pada periode ini, Rumi juga sering melakukan perjalanan, hingga akhirnya bertemu dengan Syamsuddin Al-Tabrizi atau Syams Tabrizi.
Baca juga: Biografi Imam Bukhari, Pemimpin Para Ahli Hadis
Sejak bertemu dengan Tabrizi dan menjadi muridnya, kehidupan Rumi mulai berubah. Ia pun tumbuh menjadi seorang sufi agung yang terkenal dengan karya syair indahnya.
Suatu ketika, Tabrizi meninggalkan Rumi tanpa penjelasan apapun. Akibat kepergian gurunya itu, Rumi membuat sebuah kitab berjudul Diwan Syams Tabrizi, yangberisi ungapan kerinduannya terhadap sang guru.
Pada 1244, Rumi bertemu dengan Syamsuddin dari Tabriz, yang kemudian menjadi tokoh yang menyempurnakan ilmunya tentang tasawuf.
Setelah Syamsuddin wafat, Rumi bertemu dengan Husamuddin Ghalabi. Tokoh ini yang mengilhaminya untuk menulis pengalaman spiritualnya menjadi karyanya sendiri.
Baca juga: Biografi Imam Hanafi, Pendiri Mazhab Hanafi yang Berakhir di Penjara
Setelah bertahun-tahun menuliskan pengalaman spiritualnya, kitab karya Rumi berhasil diselesaikan yang diberi nama Kitab Masnawi.
Kitab Masnawi merupakan kitab yang berisi tentang langkah dan arahan filsafat yang memiliki ciri khas tersendiri dibanding para sufi lainnya.
Melalui puisi-puisi tersebut, Rumi berusaha menyampaikan pemahamannya akan dunia yang mungkin hanya bisa didapatkan lewat cinta, bukan hanya fisik saja.
Selain itu, dalam puisinya, Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan merupakan satu-satunya tujuan.
Ciri khas lain dari puisi-puisi Rumi adalah ia kerap mengawali puisinya dengan menceritakan kisah-kisah yang digunakan sebagai bentuk pernyataan pikiran dan ide.
Baca juga: Mengapa Muhammad Iqbal Dijuluki Bapak Pakistan?
Pemikiran Rumi dalam kitab Masnawi disebut sebagai karya sastra terbesar yang dimiliki oleh bangsa Persia.
Kitab itu telah dicetak berulang kali oleh berbagai penerbit dan karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Selain Diwan Syams Tabrizi dan Matsnawi, berikut ini beberapa karya Jalaluddin Rumi semasa hidupnya.
Jalaluddin Rumi wafat pada 17 Desember 1273 di Konya. Pemakamannya tidak hanya dihadiri umat Muslim, tapi oleh beragam komunitas masyarakat di kota itu.
Bahkan orang-orang Kristen dan Yahudi juga datang untuk mengucapkan selamat tinggal kepada tokoh penyair yang paling berpengaruh periode itu.
Referensi: