Setelah kematian Al-Walid II, Suku Qais di bawah pimpinan Abu Muhammad berusaha memberontak.
Akan tetapi, pemberontakan Abu Muhammad dapat dipadamkan dengan mudah dan setelah itu ia dijebloskan ke penjara di Damaskus bersama putra-putra Al-Walid II.
Yazid III berusaha sebaik mungkin untuk tidak menyalahgunakan wewenangnya sebagai khalifah, tetapi pemerintahannya berlangsung singkat.
Setelah enam bulan memerintah, Yazid III meninggal pada September 744 M karena sakit, dan takhta kekalifahan jatuh ke tangan adiknya, Ibrahim.
Berbeda dari Yazid III, Ibrahim tidak mendapatkan banyak dukungan, dan setelah berkuasa langsung mendapatkan perlawanan dari Marwan II.
Marwan II adalah cucu Marwan I (Khalifah Bani Umayyah periode 684-685 M) yang awalnya menjabat sebagai gubernur Armenia.
Pada Desember 744 M, Marwan II dinobatkan sebagai khalifah yang baru setelah memimpin pasukannya ke Damaskus.
Sementara itu, Ibrahim yang sempat melarikan diri, akhirnya kembali ke Damaskus dan terpaksa menyatakan dukungannya.
Baca juga: Perang Saudara Islam II: Penyebab, Jalannya Pertempuran, dan Akhir
Segera setelah berkuasa, Marwan II memindahkan ibu kota kekhalifahan ke Harran. Namun, pemindahan ini membuat penduduk Suriah merasa ditinggalkan begitu saja.
Alhasil, kota-kota di Suriah kompak melakukan pemberontakan hingga membuat Marwan II turun tangan dan memadamkan pergolakan satu per satu.
Pada 745 M, Marwan II menunjuk dua putranya, Ubaydallah dan Abdallah, sebagai ahli warisnya dan mengangkat beberapa gubernur sebagai upaya mengamankan kekuasannya.
Akibat tindakan itu, pihak oposisi terus bertambah dan pemberontakan anti-Umayyah semakin marak terjadi di Irak dan Iran, utamanya dari kelompok Khawarij.
Memasuki tahun 747 M, Marwan II berhasil mengamankan Irak setelah memadamkan pemberontakan Khawarij.
Gejolak Perang Saudara Islam III memuncak dalam peristiwa Revolusi Abbasiyah yang berlangsung antara 747-750 M.
Pada saat Marwan II sibuk memenangkan pertempuran, semangat keagamaan atas kekuasaan Bani Abbasiyah terus meningkat.