Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertempuran Laut Aru: Penyebab, Kronologi, dan Dampak

Kompas.com - 02/08/2021, 08:18 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pertempuran Laut Aru adalah pertempuran yang terjadi di Laut Aru, Maluku pada 15 Januari 1962 antara Indonesia dengan Belanda.

Pertempuran terjadi ketika dua kapal jenis destroyer, pesawat jenis Neptune dan Firefly milik Belanda menyerang RI Macan Tutul (650), RI Matjan Kumbang (653), dan RI Harimau (654).

Armada Indonesia Matjan Tutul yang saat itu dipimpin Komodor Yos Sudarso, berhasil melakukan manuver untuk mengalihkan perhatian musuh.

Perhatian musuh lantas terfokus pada KRI Macaan Tutul.

Tidak lama kemudian, serangan menjatuhi KRI Macan Tutul. Kapal tersebut tenggelam beserta awaknya, sedangkan dua kapal lainnya berhasil selamat.

Baca juga: Pemberontakan Kuti: Penyebab dan Kronologinya 

Penyebab

Penyebab terjadinya pertempuran Laut Aru adalah adanya pengingkaran janji Belanda terhadap Konferensi Meja Bundar (KMB).

Belanda berjanji untuk membebaskan Papua Barat, tetapi Belanda mengingkarinya. 

Presiden Soekarno kemudian mengeluarkan Tri Komando Rakyat (Trikora) sebagai misi pembebasan Irian Barat.

Isi Trikora adalah:

  1. Gagalkan pembentukan "Negara Boneka Papua" buatan Belanda kolonial;
  2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia;
  3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.

Belanda kemudian memperkuat pertahanannya, sehingga Indonesia perlu membeli persenjataan massal dari Uni Soviet untuk memperkuat Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).

Tidak hanya APRI, Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) juga diberi misi melakukan operasi infiltrasi pada 1962. 

Empat kapal perang berjenis Motor Torpedo Boat (MTB) tipe Jaguar yang dikerahkan adalah sebagai berikut:

  • KRI Macan Tutul
  • KRI Macan Kumbang
  • KRI Harimau
  • KRI Singa

Baca juga: Dampak Konflik Sampit

Kronologi

Misi dimulai pada 9 Januari, bermula dari Tanjung Priok yang dipimpin Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo di KRI Harimau. 

Sementara Komodor Yos Sudarso ikut dalam KRI Macan Tutul bersama Kapten Winarno.

Karena sedang menjalankan misi rahasia, mereka dilarang bersinggah di pelabuhan-pelabuhan yang dilewati.

Mereka mendapat suplai makanan dan perbekalan yang dikirim di tengah laut. 

MTB tiba di perairan Arafuru pada 15 Januari 1962. Mereka kemudian bergerak menuju Kaimana pada pukul 17.00 WITA.

Operasi yang dijalankan ini memang dirahasiakan dari unit lain. 

Akan tetapi, misi mereka berhasil diketahui oleh Belanda.

Dua pesawat maritim Belanda berjenis Neptune dan Firefly memergoki MTB Alri pada posisi 04-490 Selatan, 135-020 timur haluan 2390.

Dua kapal perang Belanda tersebut kemudian menghadang MTB Alri, yaitu Fregat Hr Ms Eversten dan Korvet Hr Ms Kortenaer.

Kortenaer lebih dulu bergerak mendekat dan menembakkan peluru suar.

Pada saat bersamaan, Neptune ikut serta menembakkan peluru suar melalui udara.

KRI Macan Tutul dan KRI Macan Kumbang kemudian menembakkan serangan balik berupa meriam sebesar 40mm. 

Ketika keadaan semakin genting, Komodor Yos Sudarso segera mengambil alih pimpinan KRI Macan Tutul.

Yos Sudarso memerintahkan serangan balik, sedangkan KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang diperintahkan untuk bermanuver putar guna mengecoh Belanda.

Setelah keduanya bermanuver, KRI Macan Tutul langsung melaju untuk menghadang kapal musuh yang sedang berfokus menyerang KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang.

KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang berhasil selamat dari serangan, sedangkan KRI Macan Tutul menjadi korban. 

Ketika dentuman tembakan meriam melayang di udara, Yos Sudarso mengumandangkan pesan yang berbunti "kobarkan semangat pertempuran". 

Tembakan yang dilayangkan kapal Belanda mengenai kamar penyimpanan mesiu KRI Macan Tutul.

KRI Macan Tutul kemudian tenggelam diikuti dengan gugurnya Komodor Yos Sudarso dan pasukannya pada 15 Januari 1962.

Baca juga: Kerusuhan Lampung 2012: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak

Dampak

Setelah terjadinya pertempuran Laut Aru, hubungan ALRI dan AURI merenggang. 

AURI dianggap sebagai pihak yang seharusnya bertanggungjawab, karena pesawat-pesawat pengintai perlu memberikan informasi terkini soal kondisi di perairan Maluku.

Oleh sebab itu, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma memilih mengundurkan diri pada 19 Januari 1962. 

Referensi: 

  • Platje, Wies. (2001). Dutch Sigint and the Conflict with Indonesia. Intelligence and National Security. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com