KOMPAS.com - Jayanegara adalah raja kedua Kerajaan Majapahit yang periode kekuasaannya diwarnai banyak pemberontakan.
Dari serangkaian pergolakan yang terjadi, yang paling besar adalah Pemberontakan Kuti pada 1319.
Pemberontakan Kuti di Kerajaan Majapahit yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Jayanegara bahkan dianggap berbahaya.
Hal ini karena ibu kota kerajaan berhasil diduduki oleh Ra Kuti dan sang raja terpaksa melarikan diri ke Badander di bawah perlindungan pasukan Bayangkara yang dipimpin oleh Gajah Mada.
Berkat upaya dari Gajah Mada, Pemberontakan Kuti akhirnya berhasil dipadamkan dan Raja Jayanegara dapat kembali ke istana.
Ketika duduk di takhta kerajaan sebagai raja pertama Majapahit, Raden Wijaya membentuk Dharmaputra.
Dalam Kitab Pararaton, Dharmaputra diartikan sebagai pegawai istimewa yang disayangi raja.
Anggota Dharmaputra terdiri dari tujuh orang, yaitu Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa.
Ketika Jayanegara menggantikan Raden Wijaya sebagai raja Majapahit, Ra Kuti merasa tidak puas dengan pemerintahannya.
Oleh para pejabat istana, sang raja dianggap sangat labil dan mudah untuk diperdaya.
Terlebih lagi, Jayanegara hanyalah putra Raden Wijaya dari seorang selir, bukan dilahirkan oleh permaisuri dan keturunan dari Kertanegara, raja Kerajaan Singasari.
Alasan itulah yang membuat Ra Kuti ingin menggulingkan Jayanegara dari takhta kerajaan dan menjadi raja.
Baca juga: Raden Wijaya, Pendiri Kerajaan Majapahit
Sebagai pemimpin dari Dharmaputra, Ra Kuti mengajak anggotanya bergabung dalam pemberontakan.
Selain itu, ia juga meminta dukungan dari para prajurit Kerajaan Majapahit dan dalam waktu singkat berhasil menduduki ibu kota kerajaan.
Di tengah situasi yang genting itu, Gajah Mada yang masih menjadi bekel (panglima) Bayangkara, menunjukkan loyalitasnya dengan menyelamatkan dan menyembunyikan Raja Jayanegara.