Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KH Mas Mansyur: Keluarga, Pendidikan, Kiprah, dan Akhir Hidup

Kompas.com - 20/05/2021, 17:12 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

Ia memanfaatkan jurnalistik sebagai alat untuk menyebarluaskan berbagai gagasan dan pemikirannya kepada masyarakat untuk mencapai cita-citanya. 

Media komunikasi pertama yang Mas Mansyur cetus adalah Le Jinem pada 1920 di Surabaya. 

Baca juga: Alimin: Masa Muda, Partai Komunis, dan

Empat Serangkai 

Empat Serangkai adalah kumpulan tokoh yang berpengaruh di era kebangkitan nasional.

Tokoh-tokoh yang termasuk dalam Empat Serangkai adalah:

  1. Soekarno
  2. Moh. Hatta
  3. Ki Hajar Dewantara
  4. KH Mas Mansyur

Latar belakang terbentuknya Empat Serangkai ini adalah ketika Jepang tengah menghadapi Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya melawan negara-negara Barat.

Untuk memenangkan perang, Jepang merebut sejumlah negara Asia Tenggara yang sebelumnya dikuasai Jepang.

Indonesia pun direbut Jepang dari Belanda pada 1942. 

Jepang ingin memanfaatkan Indonesia yang kaya sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk membantu Jepang menghadapi perang.

Supaya rakyat bersedia membantu, Jepang pun mendekati golongan nasionalis yang sedang memperjuangkan kemerdekaan. 

Suatu hari, tahun 1943, Soekarno dan Hatta dipanggil Jepang. 

Kedua tokoh ini dipandang sebagai pemimpin politik yang dapat memberi masukan bagi Jepang. 

Selain mereka, Ki Hajar Dewantara dan KH Mas Mansyur juga dipanggil. Keempat tokoh ini kemudian disebut sebagai Empat Serangkai. 

Sebutan ini diberi agar mereka berempat tidak diadudombakan. 

Baca juga: Sahardjo: Kehidupan, Pendidikan, Karier Hukum, dan Akhir Hidupnya

Akhir Hidup

Saat pecah perang kemerdekaan, Mansyur belum benar-benar sembuh dari sakitnya. 

Namun, ia tetap berjuang memberikan semangat kepada Barisan Pemuda untuk melawan kedatangan tentara Belanda (NICA). 

Karena tindakannya, Mansyur pun ditangkap oleh NICA dan dipenjarakan di Kalisosok.

Mas Mansyur meninggal di tahanan pada 25 April 1946. Jenazahnya disemayamkan di Gipo Surabaya.

Atas jasa-jasanya, oleh pemerintah Republik Indonesia, ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional.

 

Referensi: 

  • Cahyo Budi Utomo. (1995). Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan. IKIP Semarang Press.
  • Rosihan Anwar. (1971). Pergerakan Islam dan Kebangsaan Indonesia. Jakarta: Kartika Tama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com