Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tan Malaka: Masa Muda, Perjuangan, Peran, dan Akhir Hidupnya

Kompas.com - 12/05/2021, 16:36 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tan Malaka adalah salah satu tokoh yang dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia. 

Ia merupakan pendiri Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) pada 7 November 1948.

Tan Malaka bersama pengikutnya meninggal dunia setelah ditangkap di Pethok, Kediri, Jawa Timur. Di sana mereka dieksekusi dengan cara ditembak mati. 

Meski sosoknya kontroversial, Tan Malaka memberi banyak sumbangsih bagi bangsa Indonesia.

Atas jasanya, ia pun mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 28 Maret 1963 berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 53 yang ditandatangani Presiden Soekarno. 

Baca juga: KH Zainul Arifin Pohan: Kehidupan, Karir, dan Panglima Hizbullah

Masa Muda

Tan Malaka memiliki nama asli Ibrahim. Nama Tan Malaka sendiri adalah nama semi-bangsawan yang ia dapat dari sang ibu. 

Nama lengkapnya adalah Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka. 

Tan Malaka lahir pada 1897 di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. 

Pada tahun 1908, ia didaftarkan di sekolah Kweekschool (sekolah guru negara) di Fort de Kock. 

Di sekolah, Tan merupakan salah satu murid yang cerdas, sehingga gurunya, GH Horensma mengusulkan pada Tan untuk melanjutkan pendidikannya di Belanda. 

Selama duduk di bangku sekolah, Tan juga sangat menikmati pelajaran bahasa Belanda.

Baca juga: Ferdinand Lumban Tobing: Pendidikan, Perjuangan, dan Perannya

Pendidikan di Belanda

Pada Oktober 1913, ia belajar di Rijkskweekschool (sekolah pendidikan guru pemerintah). 

Selama kuliah, pengetahuannya tentang revolusi mulai muncul dan semakin meningkat setelah membawa buku de Fransche Revolutie. 

Setelah Revolusi Rusia pada Oktober 1917, ia pun mulai tertarik untuk mempelajari tentang Sosialisme dan Komunisme. 

Ia pun semakin memperdalam ilmunya tentang kedua hal tersebut. 

Tan mulai sering membaca buku-buku karya Karl Max, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin yang banyak membahas tentang Sosialisme dan Komunisme. 

Sejak saat itulah, Tan mulai membenci budaya Belanda dan justru terkesima dengan masyarakat Amerika dan Jerman. 

Tan tertarik mendaftar ke militer Jerman, namun ditolak, karena Angkatan Darat Jerman tidak menerima orang asing.

Kemudian, Tan bertemu dengan Henk Sneevliet, salah satu pendiri Indische Sociaal Democratische-Onderwijzers Vereeniging (ISDV).

ISDV adalah organisasi yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia. 

Tan pun tertarik dengan tawaran Henk yang mengajaknya bergabung dalam Sociaal Democratische-Onderwijzers Vereeniging (SDOV), Asosiasi Demokratik Sosial Guru. 

Sarekat Islam dan PKI 

Setelah selesai pendidikan di Belanda, Tan Malaka kembali ke Indonesia.

Ia mendapat tugas untuk membuat sistem pendidikan untuk anak-anak kuli di Perusahaan Senembah, Deli.

Selama berada di Deli, ia mulai membangun hubungan dengan tokoh-tokoh politik PKI di Jawa untuk melakukan gerakan revolusioner. 

Oleh karena itu, setelah tidak lagi memungkinkan baginya bekerja di Deli, Tan memilih untuk kembali ke Jawa dan bergabung bersama teman-teman sealirannya. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com