Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberontakan PKI Madiun 1948

Kompas.com - 26/04/2021, 17:06 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

Pemerintah marah dan menuding pemogokan sebagai tindakan yang membahayakan Republik.

Baca juga: Apakah PKI Ingin Mengganti Pancasila?

Kembalinya Musso

Situasi semakin memanas saat Musso, tokoh komunis senior Indonesia yang pernah belajar ke Uni Soviet, kembali dan membentuk badan baru yang terdiri dari partai-partai sayap kiri.

Mereka lantas melakukan perjalanan propaganda ke Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk menyebarkan komunisme.

Peristiwa inilah yang dijadikan alasan untuk melancarkan kampanye anti-PKI dan melakukan penculikan perwira kiri.

Memasuki September 1948, pemerintah dan golongan sayap kiri melancarkan aksi saling culik.

Hingga akhirnya, Madiun menjadi daerah yang tersisa sebagai benteng terakhir FDR.

Hal itu membuat pimpinan FDR lokal di Madiun khawatir sehingga pecahlah pemberontakan pada 18 September 1948.

Baca juga: Kabinet Persatuan Nasional: Latar Belakang, Susunan, dan Program Kerja

Pemberontakan

Pada 18 September 1948 pukul 03.00 pagi, FDR Madiun mulai merebut pejabat pemerintah daerah, sentral telepon, dan markas tentara yang dipimpin oleh Sumarsono dan Djoko Sujono.

Dalam serangan ini, terdapat dua perwira yang tewas terbunuh dan empat orang terluka.

Hanya dalam hitungan jam, Madiun sepenuhnya sudah berhasil dikuasai FDR. Dua anggota FDR yaitu Setiadjit dan Wikana mengambil alih pemerintahan sipil dan membentuk Front Pemerintah Nasional Daerah Madiun.

Setelah mendengar apa yang terjadi, Musso dan Amir menuju Madiun untuk mendiskusikan situasi bersama Sumarsono, Setiadjit, dan Wikana.

Pada 19 September 1948 malam, Presiden Soekarno menyatakan bahwa pemberontakan Madiun adalah upaya untuk menggulingkan pemerintah Indonesia dan Musso sudah membentuk "Republik Soviet Indonesia".

Baca juga: Bolshevik, Cikal Bakal Partai Komunis Uni Soviet

Pukul 23.30 di hari yang sama, Musso pun menyatakan perang terhadap Indonesia dengan menuding Soekarno dan Hattam menjadi budak imperialisme Amerika dan pengedar Romusha.

Akan tetapi, setelah itu, beberapa pemimpin FDR justru memutuskan untuk berbalik arah dari Musso.

Mereka menyatakan kesediaan untuk berdamai dengan pemerintah Indonesia dan menyiarkan melalui radio bahwa apa yang terjadi di Madiun bukan kudeta, melainkan upaya untuk mengoreksi kebijakan pemerintah.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com