Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Biografi Singkat Fatmawati, Penjahit Sang Saka Merah Putih

Berstatus sebagai istri presiden pertama Indonesia, otomatis membuat Fatmawati menjadi ibu negara pertama RI dari tahun 1945 hingga 1967.

Fatmawati dikenal sebagai sosok yang menjahit bendera Sang Saka Merah Putih yang pertama kali dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.

Atas jasa-jasa dan perjuangan yang dilakukan Fatmawati, pemerintah telah memberinya gelar Pahlawan Nasional, melalui surat Keputusan Presiden RI No 118/TK/2000 tanggal 4 November 2000.

Berikut ini biografi singkat Fatmawati Soekarno.

Masa kecil Fatmawati

Fatmawati lahir pada 5 Februari 1923, di Pesisir Pantai Tapak Paderi, Bengkulu.

Orang tuanya merupakan figur terpandang dan keturunan bangsawan. Ayahnya, Datuk Hassan Din, adalah seorang pengusaha yang memiliki garis keturunan dari Kerajaan Putri Bunga Melur dan tokoh Muhammadiyah.

Sedangkan sang ibu, Siti Chadijah merupakan keturunan Kerajaan Indrapura.

Melansir esi.kemdikbud.go.id, Datuk Hassan Din sebenarnya menyiapkan dua nama untuk Fatmawati.

Nama pertama, Fatmawati, artinya bunga teratai yang harum. Nama kedua adalah Siti Zubaidah, diambil dari nama salah satu istri Nabi Muhammad SAW.

Pada akhirnya, Fatmawati dipilih untuk nama anak pertama Datuk Hassan Din.

Fatmawati mulai belajar di Sekolah Rakyat pada usia 6 tahun. Ia kemudian melanjutkan ke Hollandsch Inlandsche School (HIS).

Terlahir dari keluarga yang taat agama dan aktif di Nasyiatul Aisyiyah, organisasi remaja putri yang berada di bawah naungan Muhammadiyah, Fatmawati pun tergabung dalam organisasi ini sejak remaja.

Fatmawati juga berlatih tarian Melayu dan aktif dalam kelompok sandiwara bernama Monte Carlo.

Dijuluki "Sang Merpati dari Bengkulu" oleh Soekarno

Dikutip dari Harian Kompas edisi 16 Mei 1960, Fatmawati pertama kali bertemu dengan Soekarno pada 1938, di usianya yang masih 15 tahun.

Pertemuan tersebut terjadi saat Soekarno ketika diasingkan ke Bengkulu dan dikunjungi oleh orang tua Fatmawati.

Hassan Din mengajak Fatmawati bertemu dengan Soekarno, yang berada di rumah pengasingan bersama istri keduanya, Inggit Ganarsih, dan anak angkat mereka, Ratna Djuami.

Sejak itulah, Fatmawati dan Soekarno menjadi sering bertemu. Kecerdasan berpikir, bekal sosial, dan kemampuannya berdiskusi Fatmawati mampu memikat Soekarno, yang kemudian memberikan julukan "Sang Merpati dari Bengkulu".

Dengan bantuan Soekarno pula, Fatmawati dapat melanjutkan ke RK Vakschool Maria Purrisima, sekolah kejuruan yang berada di bawah naungan organisasi Katolik, bersama Ratna Djuami.

Fatmawati kemudian tinggal bersama keluarga Soekarno di rumah pengasingan, karena jarak rumah dan sekolahnya terbilang jauh.

Dua tahun kemudian, Soekarno menyatakan cintanya secara langsung kepada Fatmawati dan ingin meminangnya.

Namun, orang tua Fatmawati tidak menyetujui, dengan pertimbangan Soekarno masih memiliki seorang istri.

Setelah Inggit Ganarsih diceraikan, Fatmawati dan Soekarno menikah pada Juli 1943.

Tidak lama kemudian, Fatmawati beserta kedua orang tuanya diboyong ke Jakarta dan tinggal di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

Peran Ibu Fatmawati dalam kemerdekaan Indonesia

Fatmawati menikah dengan Soekarno pada masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Selama mendampingi Soekarno sebagai istri, Fatmawati memiliki jasa yang begitu besar bagi bangsa, salah satunya menjahit bendera Merah Putih.

Setahun setelah Fatmawati dan Soekarno menikah, Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia.

Jepang juga mengizinkan untuk mengibarkan bendera Indonesia. Mengetahui hal tersebut, terbesit sebuah ide di benak Fatmawati bahwa perlu adanya bendera merah putih untuk dikibarkan.

Fatmawati pun mencoba mencari cara untuk bisa mendapatkan kain merah dan putih. Pemerintah Jepang kemudian menunjuk seorang ahli propaganda, Shimizu, untuk mencarikan kain itu.

Shimizu berusaha mendapatkan kain itu lewat seorang petinggi Jepang, kepala gudang di Pintu Air di depan eks Bioskop Capitol.

Setelah kain merah dan putih berhasil didapatkan, Shimizu segera mengantarkannya kepada Fatmawati.

Tidak lama setelah Fatmawati menerima kain merah dan putih tersebut, ia pun langsung menyatukannya dengan cara menjahitnya menggunakan tangan.

Saat itu, dokter melarang Fatmawati yang tengah hamil besar, menggunakan mesin kaki.

Fatmawati menjahit bendera merah putih pada Oktober 1944, atau dua minggu sebelum putra sulungnya, Guntur Soekarno Putro lahir. 

Bendera Merah Putih selesai dijahit oleh Fatmawati dalam waktu dua hari dan langsung dikibarkan di halaman depan rumahnya.

Hampir setahun kemudian, bendera merah putih hasil jahitan Fatmawati berkibar dalam upacara Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

Bendera hasil jahitan tangan Fatmawati kemudian dinamai Sang Saka Merah Putih dan selalu dikibarkan setiap peringatan Kemerdekaan RI hingga 17 Agustus 1968.

Kemudian, sejak 1969, Sang Saka Merah Putih disimpan di Istana Merdeka, karena kondisinya sudah rapuh.

Akhir hidup

Fatmawati meninggal pada usia 57 tahun akibat serangan jantung.

Ia meninggal pada 14 Mei 1980, di Kuala Lumpur, Malaysia, ketika pulang dari Mekkah untuk melaksanakan umroh.

Dari pernikahannya dengan Soekarno, Fatmawati mempunyai lima anak, yakni Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Sukarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.

https://www.kompas.com/stori/read/2024/04/07/090000879/biografi-singkat-fatmawati-penjahit-sang-saka-merah-putih

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke