Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wokou, Bajak Laut Jepang yang Meresahkan Korea dan China

Mereka tidak hanya menggangu kapal dagang, tetapi juga membuat onar di kawasan pesisir dan menjual warga sebagai budak.

Markas Wokou yang paling terkenal berada di Pulau Tsuhima, kemudian di Pulau Iki dan Matsura di Jepang.

Meski mayoritas Wokou memang orang Jepang, sebagian kecil di antaranya ada yang berasal dari China, Korea, dan Taiwan.

Keberadaan Wokou menjadi salah satu sumber ketegangan hubungan diplomatik antara China, Jepang, dan Korea, pada masa itu.

Terlebih, tidak sedikit bajak laut yang menyudutkan Jepang dengan berpura-pura sebagai orang Jepang, untuk menyembunyikan asal-usul mereka sebenarnya.

Sejarah kemunculan Wokou

Orang China menyebut bajak laut di wilayah mereka sebagai Wokou, sedangkan orang korea menyebutnya Waegu.

Wokou dapat diartikan perampok Jepang. Istilah ini pertama kali ditemukan pada sebuah prasasti dari abad ke-4 yang ditemukan di China.

Wokou terdiri atas dua kata dalam bahasa China, yakni W? (?), yang artinya kurcaci atau istilah untuk merendahkan orang Jepang, dan kòu (?) yang berarti bandit.

Bajak laut telah menjarah kapal-kapal di wilayah Asia Timur sejak awal Masehi, tetapi aksi Wokou baru mencapai puncaknya pada abad ke-13 hingga abad ke-17.

Sejarah kemunculan Wokou bermula dari invasi bangsa Mongol ke Korea dan Jepang pada abad ke-13.

Akibat invasi tersebut, masyarakat yang tinggal di Pulau Tsushima, Iki, dan Matsura, menderita kemiskinan ekstrem.

Pulau-pulau tersebut wilayahnya berupa pegunungan dan bebatuan, di mana penduduknya sudah kesulitan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Penguasa setempat dapat memperoleh keuntungan dengan mendukung para perampok yang menjarah barang-barang di laut lepas.

Atas dasar itu, banyak penduduk di pulau-pulau Jepang tersebut yang akhirnya memilih menjadi Wokou dan menjarah daerah pesisir China juga Korea.

Puncak penjarahan Wokou

Tahun 1250 hingga 1600, merupakan periode di mana penjarahan Wokou sangat meresahkan perairan Asia Timur.

Pada abad ke-14, ratusan kapal Wokou menyebabkan keributan di selat antara Korea dan Jepang bagian selatan.

Penjarahan kapal dan pelabuhan di sisi barat Semenanjung Korea, tepat di utara Pulau Kanghwa, bahkan sudah menjadi agenda rutin bagi para Wokou.

Pada 1367, Korea sempat mengirim utusan ke Jepang agar mengambil tindakan terhadap para Wako, tetapi situasi tidak berubah.

Alhasil, pada 1380, 1389, dan 1419, Angkatan Laut Korea turun tangan dengan menyerang Wakou di muara Sungai Kum, kemudian maju ke markas mereka di Pulau Tsushima.

Dalam serangan ke Pulau Tsushima, Angkatan Laut Korea mengeksekusi sekitar 700 Wokou.

Namun, usaha tersebut juga tidak akan berhasil memberantas Wokou sepenuhnya tanpa bantuan dari pemerintah Jepang.

Seperti halnya Korea, China juga mengirimkan utusan ke Jepang untuk mendesak penanganan Wokou.

Akan tetapi, China juga tidak bisa berbuat banyak karena pemerintah pusat Jepang memang lemah dan hanya memiliki sedikit kendali atas Wokou.

Pada 1443, Pemerintah Jepang dan Korea akhirnya menandatangani Perjanjian Kyehae yang mengizinkan perdagangan sah dengan tujuan melemahkan para Wokou.

Perjanjian itu membuat aktivitas Wokou di Korea menurun, tetapi pesisir China yang menjadi sasaran barunya.

Mereka menjarah apa saja yang berharga, mulai dari logam mulia, pedang, baju besi, kain, beras, hingga biji-bijian.

Warga juga kerap diculik dan dijual sebagai budak kepada tuan tanah atau pedagang budak Portugis.

Dalam aksinya, Wokou bisa membawa rombongan hingga 400 kapal dengan 3.000 orang bajak laut.

Hal itu tampak dalam aksi Wakou pada 1544, ketika mereka melancarkan serangan besar-besaran ke pelabuhan-pelabuhan di Korea.

Serangan itu menyusul pembatalan Perjanjian Kyehae pada 1510.

Pemberantasan Wokou

Aksi Wokou yang semakin meresahkan pada pertengahan abad ke-16 membuat pemerintahan Dinasti Ming di China mengambil tindakan keras.

Terlebih, jumlah bajak laut China sendiri juga semakin bertambah banyak.

Kelompok bajak laut mulai mengalami kekalahan telak ketika dua jenderal terkenal, Hu Tsung-hsien dan Chi Chi-kuang menggelar operasi khusus.

Pada 1557, pasukan Dinasti Ming berhasil menangkap kepala bajak laut paling dicari, Wang Chih.

Bajak laut yang tertangkap dibalas dengan tindakan keras berupa hukuman mati.

Tindakan keras dari China dan kebijakan pemberantasan bajak laut oleh pemimpin militer Jepang, Toyotomi Hideyoshi, cukup efektif melemahkan Wokou.

Teror Wokou perlahan menghilang pada abad ke-17.

https://www.kompas.com/stori/read/2024/01/09/190000179/wokou-bajak-laut-jepang-yang-meresahkan-korea-dan-china

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke