Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jukung, Perahu Tradisional Masyarakat Banjar

Melansir laman Kemdikbud, jukung merupakan perahu tradisional masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan.

Meski jukung telah menjadi bagian hidup masyarakat Banjar sejak dulu, moda transportasi ini juga dapat ditemui di beberapa wilayah Indonesia lainnya, seperti di Bali dan Sumatera.

Asal-usul jukung

Berdasarkan bentuk dan proses pembuatannya, masyarakat Banjar mengenal tiga jenis jukung, yakni jukung sudur, jukung patai, dan jukung batambit.

Melansir Kompas Travel, arsitek asal Denmark bernama Erik Petersen yang meneliti jukung, dalam bukunya, Jukung-Boats, From the Barito Basin, Borneo— menyebut jukung sudur merupakan prototipe dari semua jukung yang ada.

Jukung ini telah ada sejak 2.500 tahun silam. Jukung paling sederhana itu dibuat dari batang kayu utuh yang dibelah menjadi dua dan dikerok menggunakan perkakas dari batu.

Salah satu bukti yang mendukung pendapat tersebut adalah ditemukannya peti mati dari kayu yang bentuknya mirip jukung sudur di Goa Niah, Sarawak, Malaysia.

Hairiyadi, dosen sejarah di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, mengatakan bahwa keberadaan jukung tidak bisa dilepaskan dari masyarakat Banjar.

Kondisi wilayah Banjar yang dikelilingi banyak sungai dan rawa mendorong masyarakat menciptakan sebuah moda transportasi yang bisa menjembatani keperluan sehari-hari.

Menurut Hairiyadi, ada beberapa catatan yang menyatakan, jukung tidak hanya dipakai masyarakat di kawasan Pulau Kalimantan.

Pada abad ke-15 dan ke-16, pedagang dari Banjar ada yang menjelajah sampai ke Suriname di Amerika Selatan dan Madagaskar di Afrika.

Pasalnya, banyak persamaan antara klotok di Madagaskar dan Banjar. Klotok adalah jukung yang dilengkapi dengan mesin.

Fungsi jukung

Jukung terbuat dari kayu yang tumbuh di Kalimantan seperti balangiran, bungur, damar putih, halaban, jingah, rasak, dan ulin.

Dari tiga jenis jukung yang telah disinggung sebelumnya, berkembang banyak jukung yang disesuaikan dengan fungsinya.

Beberapa jenis jukung di Kalimantan seperti jukung pahumaan, jukung paikwakan, jukung paramuan, jukung pamasiran, dan masih banyak lainnya.

Panjang jukung umumnya berkisar antara 3,5 hingga 5 meter dan bisa memuat lebih dari dua orang.

Keberadaan jukung tidak dapat dipisahkan dari kondisi wilayah Banjar yang dikelilingi banyak sungai, rawa, dan danau.

Fungsi jukung pada zaman dulu adalah sebagai alat transportasi utama masyarakat Banjar.

Jukung menemani masyarakat berdagang, mencari ikan, menambang pasir dan batu, mengangkut hasil pertanian, serta untuk bepergian ke berbagai tempat lainnya.

Pada zaman kolonial, jukung kerap dipakai sebagai alat perjuangan melawan penjajah.

Salah satu pertempuran sengit terjadi di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, di mana para pejuang berhasil membenamkan kapal Onrust di Sungai Barito.

Seiring perkembangan zaman dan banyaknya alat transportasi, saat ini jukung hanya digunakan untuk aktivitas tertentu.

Saat ini jukung masih berfungsi sebagai alat transportasi, meski tidak marak seperti zaman dulu.

Jukung juga masih dimanfaatkan sebagai wahana jual beli hasil bumi dan bahan pokok.

Referensi:

  • Angriani, Parida, dkk. (2019). Pengelolaan Sungai Berbasis Masyarakat: Belajar dari Kawasan Sungai Kuin Banjarmasin. Malang: Media Nusa Creative.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/12/08/150000279/jukung-perahu-tradisional-masyarakat-banjar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke