Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Raja-raja Medang Periode Jawa Timur

Mpu Sindok merupakan raja Medang pasca-Dyah Wawa (Dinasti Syailendra).

Ia memindahkan pemerintahan Kerajaan Medang dari Poh Pitu (Jawa Tengah) ke Watugaluh (Jawa Timur).

Mpu Sindok membangun kerajaan baru di wilayah Jawa Timur serta menyatakan bahwa Kerajaan Medang di Watugaluh sebagai kelanjutan atau penerus dari Kerajaan Medang Poh Pitu.

Pemerintahan Kerajaan Medang di Watugaluh berlangsung sejak 929 hingga 1006 M.

Berikut ini nama raja Kerajaan Mataram Kuno pada periode Jawa Timur:

  • Mpu Sindok (929-947)
  • Sri Isyana Tunggawijaya (berawal dari 947)
  • Mangkutawangsawardhana (berakhir pada 985)
  • Dharmawangsa Teguh (985-1006)

Berikut ini penjelasan lebih lengkapnya:

Mpu Sindok

Mpu Sindok adalah raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Medang periode Jawa Timur dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa.

Mpu Sindok dianggap sebagai pendiri dinasti baru bernama Wangsa Isyana. Istrinya bernama Sri Parameswari Dyah Kebi, putri dari Rakai Bawa.

Menurut Poerbatjaraka, Rakai Bawa merupakan orang yang sama dengan Dyah Wawa. Oleh karena itu, Mpu Sindok adalah menantu Dyah Wawa (Dinasti Syailendra).

Mpu Sindok memimpin penduduk Medang yang selamat dari bencana Merapi untuk berpindah ke timur, tepatnya di daerah Jombang, Jawa Timur.

Selama memimpin Medang periode Jawa Timur, banyak prasasti yang Mpu Sendok tinggalkan.

Berikut ini prasasti peninggalan Mpu Sindok:

  • Prasasti Turyan (929)
  • Prasasti Linggasutan (929)
  • Prasasti Gulung-Gulung (929)
  • Prasasti Cunggrang (929)
  • Prasasti Jru-Jru (930)
  • Prasasti Waharu (931)
  • Prasasti Sumbut (931)
  • Prasasti Wulig (935)
  • Prasasti Anjukla (937)

Sri Isyana Tunggawijaya

Sri Isyana Tunggawijaya merupakan putri dari Mpu Sindok. Ia memegang pemerintahan Kerajaan Medang setelah ayahnya. 

Sri Isyana menjalankan pemerintahan dengan dibantu suaminya bernama Sri Lokapala yang merupakan bangsawan dari Bali.

Melalui suaminya itu, Prasasti Gedangan (950) diwariskan berupa penganugerahan Desa Bungur Lor dan Asana kepada para pendeta Buddha di Bodhinimba.

Berdasarkan Prasasti Pucangan, disebutkan bahwa satu-satunya raja pengganti Sri Isyana Tunggawijaya adalah Sri Makuthawangsawardhana yang merupakan putra mahkota.

Namun, tidak disebutkan secara pasti perihal akhir masa pemerintahan Sri Isyana Tunggawijaya.

Mangkutawangsawardhana

Sri Makutawangsawardhana adalah raja Kerajaan Medang periode Jawa Timur yang memerintah sebelum tahun 990-an.

Menurut Prasasti Pucangan, Sri Makutawangsawardha merupakan anak dari Sri Isyana Tunggawijaya dan Sri Lokapala. 

Disebutkan pula pada Prasasti Pucangan bahwa Sri Makutawangsawardhana memiliki putri bernama Mahendradatta dan putra bernama Dharmawangsa Teguh.

Masa pemerintahan Sri Makutawangsawardhana berakhir pada 991. Setelah itu, ia digantikan oleh Dharmawangsa Teguh.

Sementara itu, Mahendradatta menikah dengan Udayana, Raja Bali, dan memiliki seorang putra, yakni Airlangga yang kelak menjadi Raja Kahuripan.

Dharmawangsa Teguh

Sri Maharaja Isana Dharmawangsa Teguh Anantawikramo Tunggadewa atau lebih dikenal dengan Dharmawangsa Teguh merupakan raja terakhir Kerajaan Medang periode Jawa Timur.

Para sejarawan sepakat bahwa Dharmawangsa masih merupakan putra Sri Makuthawangsawardhana.

Pendapat ini diperkuat dengan adanya Prasasti Sirah Keting yang menyebut Dharmawangsa (Wijayamreta Wardhana) sebagai anggota Wangsa Isyana.

Selain itu, nama Dharmawangsa ditemukan pada naskah Mahabharata bahasa Jawa Kuno pada bagian Wirataparwa.

Prasasti Pucangan mengisahkan tentang bagaimana kehancuran Kerajaan Medang, yaitu Mahapralaya.

Dikisahkan tragedi ketika Dharmawangsa tengah menikahkan putrinya dengan seorang pangeran Bali dan tiba-tiba mendapatkan serangan dari Haji Wurawa, Lwaram. 

Serangan itu mengakibatkan istana Dharmawangsa yang terletak di kota Wwatan hangus terbakar. Dharmawangsa juga turut tewas dalam serangan itu.

Berdasarkan Prasasti Pucangan, terdapat dua versi pendapat yang memperdebatkan terkait waktu serangan di istana Wwatan itu terjadi.

Versi pertama, menyebutkan serangan itu terjadi pada 1007. Sementara itu, versi kedua menyebutkan serangan itu terjadi pada 1016.

Referensi:

  • Bayu Adji, Krisna d. (2011). Ensiklopedi Raja-raja Jawa: Dari Kalingga Hingga Kasultanan Yogyakarta. Yogyakarta: Araska.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/10/27/160000479/raja-raja-medang-periode-jawa-timur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke