Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Candi Minak Jinggo di Mojokerto

Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit, yang kini telah runtuh.

Meski hanya menyisakan reruntuhan, keunikan yang dimiliki Candi Minak Jinggo tidak hilang begitu saja.

Bagaimana sejarah Candi Minak Jinggo?

Mengapa dinamai Candi Minak Jinggo?

Melansir laman Kemdikbud, sebenarnya terdapat kekeliruan dalam penamaan Candi Minak Jinggo.

Dalam catatan Belanda, candi ini pada zaman dulu disebut Sanggar Pamalangan oleh masyarakat.

Di antara reruntuhan, terdapat dua relief berukuran besar, yang satunya menggambarkan raksasa bersayap atau tokoh Garuda.

Masyarakat setempat mengira arca raksasa bersayap itu sebagai Minak Jinggo.

Minak Jinggo adalah tokoh fiktif dalam cerita rakyat Damarwulan, yang sangat populer di kalangan masyarakat Jawa.

Konon, ia merupakan raja Blambangan yang hidup pada saat Kerajaan Majapahit diperintah oleh Ratu Kencono Wungu (1429-1447).

Karena itu, bangunan bersejarah ini lebih dikenal sebagai Candi Minak Jinggo.

Padahal, arca raksasa bersayap di Candi Minak Jinggo adalah Garuda, tunggangan Dewa Wisnu.

Keunikan Candi Minak Jinggo

Tidak diketahui pasti kapan Candi Minak Jinggo ditemukan.

Ketika Captain Johannes Willem Bartholomeus Wardenaar yang diutus oleh Thomas Stamford Raffles sampai di situs ini, bangunan candi dalam kondisi runtuh.

Hasil kerja Wardenaar, yang ditugaskan untuk mencatat peninggalan arkeologi di daerah Mojokerto, termasuk informasi mengenai Candi Minak Jinggo, dicantumkan oleh Raffles dalam bukunya, History of Java (1817).

Bagian Candi Minak Jinggo yang tersisa hanyalah struktur dasar candi yang terdiri dari batu berelief dan dua relief berukuran besar.

Dua relief berukuran besar tersebut menggambarkan seorang perempuan berbadan seperti ikan, dan satunya menggambarkan Garuda, yang disebut masyarakat setempat sebagai Minak Jinggo.

Dari ekskavasi dan pemugaran yang dilakukan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur selama bertahun-tahun, terungkap Candi Minak Jinggo memiliki denah persegi panjang berukuran 27,8 x 24,3 meter.

Bagian halaman bangunan dikelilingi pagar berukuran 23 x 22 meter, yang tersusun dari bata merah.

Ekskavasi pada 2007 menghasilkan temuan fragmen terakota, mata uang kepeng, fragmen keramik dari Dinasti Yuan (1279-1368), fragmen miniatur rumah, genteng, fragmen relief, serta arca katak yang terbuat dari batu putih.

Salah satu keunikan Candi Minak Jinggo adalah batuan penyusunnya, yang terdiri dari kombinasi batuan andesit dan batu bata merah.

Hal itu tidak lazim bagi candi peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan, yang umumnya terbuat dari batu bata merah saja.

Selain itu, Candi Minak Jinggo memiliki banyak relief. Setidaknya ada 64 panel yang menggambarkan banyak hal.

Releief Candi Minak Jinggo ada yang menceritakan tentang fabel berjudul Tantri Kamandaka, Panji Kuda Semirang, kehidupan masyarakat sehari-hari, pola permukiman, lanskap dan pedesaan.

Meski bentuk utuh candi ini tidak diketahui, berdasarkan fungsinya dapat diperkirakan bahwa bangunannya cukup tinggi.

Perkiraan fungsi candi dikuatkan dengan temuan arca-arca dewa di lokasi reruntuhan candi.

Arca-arca yang pernah ditemukan di antaranya arca Dewi Sri, Dewi Laksmi, dan arca Garuda atau Garuda Wisnu.

Pada masa Raffles, situs Candi Minak Jinggo masih disakralkan karena ditemui banyak masyarakat yang melakukan ritual di depan arca Garuda.

Hingga kini, masih banyak wisatawan dari dalam maupun luar daerah yang mendatangi situs untuk bersemedi.

Sebagai salah satu upaya pelestarian, Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur membuat atap pelindung.

Selain itu, sebagian arca serta komponen candi dipindah ke Museum Majapahit.

Upaya pelindungan hukum juga dilakukan, yakni dengan menetapkan Candi Minak Jinggo sebagai cagar budaya sejak 21 Juli 1998.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/10/27/140000779/sejarah-candi-minak-jinggo-di-mojokerto

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke